Rabu, 29 April 2009

dulu kami tak punya masjid

lingkungan rw tempatku tinggal adalah sebuah lingkungan yang dihuni oleh keluarga-keluarga yang berkecukupan setidaknya warganya setiap tahun masih bisa berqurban dua sapi dan beberapa ekor kambing/domba. maklumlah, rw-ku terletak di bilangan pusat kota, malah kalau aku ke luar kota aku mengatakan bahwa aku tinggal di kota ini dan sebagai penjelasan lanjut aku bilang 'di kotanya' dengan penekanan yang lumayan. dan memang aku tinggal di kota, ke pusat toko begitu dekat, jalanan selalu ramai setiap hari, tukang jualan begitu ramainya, kalau ada pengumuman keliling dari pemerintah atau pawai/karnaval pastilah jalan di depan lingkungan kami kebagian dilewati rombongan. itu sudah menandakan bahwa aku tinggal di 'kota'.

warga di rw-ku kebanyakan orang islam, mungkin hampir 99 persen. namun anehnya rw-ku tidak mempunyai masjid. ya, dulu kami tidak mempunyai masjid. masjid yang sekarang baru berdiri di awal-awal milenium, tahun 2000-an. padahal rw kami 'punya' sebuah sd negeri, gedung pertemuan, dan asrama pelajar. namun sebuah masjid saat itu belum terpikirkan. kalau shalat jum'at kami pergi ke rw tetangga yang masjidnya sangat dekat dengan lingkungan kami. di rw 07 malah memiliki tiga masjid yang salah satunya dikelola oleh ranting sebuah organisasi keagamaan. para warga juga (terutama ibu-ibunya) sering mengikuti pengajian rutin di masjid-masjid tetangga tersebut. almarhumah nenekku malahan bisa mengikuti pengajian sampai di dua masjid berbeda.

kalau menurut ukuran kemampuan warga, sebenarnya sudah sangat pantas rw kami memiliki sebuah masjid yang reprentatif pada waktu itu. kebanyakan warga bekerja sebagai pegawai negeri yang notabene hidupnya berkecukupan. beberapa pengusaha juga tinggal di rw kami. tapi kami, hingga tahun 90-an belum juga memiliki masjid. aku masih ingat, saat kecil melaksanakan shalat jum'at sering bergantian di dua masjid yang berbeda. kalau males di masjid yang ini, pindah ke masjid yang satunya lagi. tercatat tiga masjid sering menjadi tempatku shalat jum'at.

mungkin dikarenakan kurang dekatnya masjid dalam kehidupan awalku, maka aku mengenal shalat berjamaah hanya untuk shalat jum'at saja. parah juga sih waktu itu, apalagi pemahaman agama belum memasuki otakku. pengajian jarang kuikuti. masjid mulai kuakrabi adalah ketika aku berkuliah di bandung. aku berinteraksi dengan masjid kampus yang dkm-nya adalah teman-temanku. sejak saat itu aku mulai rajin shalat berjamaah, terutama bila kuliah dari pagi sampai sore. sebenarnya pernah juga aku menjadi pengurusnya di sana, cuma aku kurang peduli, hanya mampir nama doang.

pun ketika ramadhan tiba, shalat taraweh kami tidak dilaksanakan di masjid, tetapi dilakukan di sebuah gedung pertemuan yang lumayan besar. dua warga dari dua rw, yakni rwku dan rw 07 melaksanakan shalat taraweh bersama-sama. masjid yang di rw 07, salah satunya dikhususkan bagi kaum perempuan. mungkin hanya waktu ramadhanlah kami memiliki sebuah tempat yang bisa dipakai shalat berjamaah, terutama oleh warga rw-ku. namun tempat itu tidak bisa dipakai untuk shalat fardu lainnya.

ketiadaan masjid cukup menghambat warga kami dalam mengenal agamanya. agama yang dipahami adalah ritual-ritual saja. bisa dihitung dengan jari siapa saja yang rajin mengikuti kajian keilmuan, dan itupun yang aku tahu kebanyak para ibu yang sudah berumur senior. akar dari jauhnya warga ke masjid masih terasa hingga kini ketika kami sudah mempunyai sebuah masjid. warga yang shalat berjamaah belum juga beranjak dari orang yang itu-itu saja kecuali shalat jum'at.

pada waktu itu, dari keluargaku yang rajin mengikuti pengajian di masjid hanyalah nenekku tersayang almarhumah. teman-teman beliau lumayan banyak di beberapa masjid. dan biasanya kalau ke masjid mereka itu saling menjemput. lucu juga kalau dipikir-pikir, padahal mereka sudah uzur. kalau mengingat kegigihan almarhum mengkaji ilmu keislaman di masa seniornya aku suka bangga, kagum, sekaligus bergidik (yang positif), betapa beliau bersemangat mencari bekal untuk kehidupan nanti.

almarhum juga yang mengajar kami, para cucunya belajar baca Qur'an. Alhamdulillah, yang pertama kali bisa baca Qur'an secara lancar adalah aku. oh, ya selain nenekku guru-guru ngajiku juga ada yang lainnya. semoga Allah merahmati mereka, ada yang sudah meninggal, dan ada juga yang masih 'jumeneng' hingga kini dan rata-rata sudah senior. tapi nenekku tetap berperan utama dalam hal ini. beliaulah yang menyuruh kami mengaji ke orang lain. lepas dari satu guru, segera dicarikan guru yang lainnya. dalam hal ini kedua orangtuaku juga sama kerasnya dengan nenek dalam mengajar.

ketika kami para cucunya sudah malas mengaji pada guru luar, maka kami 'diwurukan' oleh nenek satu per satu. nenek lumayan keras dalam mengajar. kami sampai ada yang menangis kalau tidak bisa. duh, jadi kangen masa-masa itu. dulu belum ada metoda baca qur'an seperti sekarang. aku juga baru bisa baca Qur'an sekita kelas empat sd. kalau sekarang anak-anak kelas satu sd saja sudah pada pinter dengan tajwidnya. salah satu penyebabnya karena adanya masjid sebagai tempat pembelajaran.

dulu, kami tidak mempunyai masjid sehingga mungkin pemahaman agama kami belum juga meningkat. sekarang masjid meskipun kecil sudah ada di lingkungan rw-ku, tapi sayangnya belum semua warga mencintai masjid. shalat berjamaah yang menjadi sunat muakkad masih jarang diminati warga. namun dengan adanya masjid ini sedikit-demi sedikit pemahaman agama warga bisa menungkat dan semakin yakin serta cinta kepada agamanya. semoga saja.

30 desember 2005, 11;25 menjelang shalat jum'at....

Tidak ada komentar: