Senin, 28 September 2009

pintu 18, hidup itu kemping bagian 3

.....
hidup itu kemping
menantang kemapanan
memaknai keterasingan
merasakan kesendirian
menyiasati kegetiran

mereguk pengalaman
yang tak bosan-bosan
......

malam pertama bagi pengantin baru katanya menegangkan. begitu pula bagi kami para pecinta alam dadakan yang baru pertama kali kemping di gunung guntur. segala macam perasaan berkecamuk dalam dada. takut kalau-kalau gunung tiba-tiba meletus. takut kalau-kalau tenda tiba-tiba diterbangkan angin. juga takut kalau tiba-tiba ada hewan buas mendekati tenda dan tanpa permisi ikut masuk ke dalam tenda.


teringat pula cerita wildan fahmi beberapa waktu silam.
"kadang-kadang bagong juga masih ada, yan....!" katanya sebelum kami mandi-mandi di bawah curug yang airnya deras. " biasanya mereka keluar di malam hari, kadang ke sungai untuk minum..." sambungnya.
" tapi tidak menyerang manusia, kan?"
" tergantung,... kalau tempat tinggalnya terganggu pasti mereka akan menyerang manusia..."
" kalau menyerang kita bagaimana, dan...?"
" usahakan saja kalau dikejar kita jangan berlari lurus, tapi bolak-belok... mereka kan menyeruduk kayak banteng.... pasti kita selamat ! itupun kalau kita tidak panik. tapi biasanya kan panik duluan. makanya kalau di gunung tidak boleh panik. kalau ada apa-apa harus tenang. otak tetap bekerja selain otot"

jangan panik. ya, apa yang mesti ditakutkan toh belum tentu dan belum kejadian ? tapi kan waspada dan hati-hati tetap sebuah kewajiban.
" jo, sekeliling tenda sudah ditaburi garam ?" sebagai tanda hati-hati aku memastikan segala sesuatunya harus beres.
" sudah..sudah...!" a asep yang jawab di antara sadar dan ngantuk.
alhamdulillah. cukup aman. konon sekeliling tenda ditaburi garam agar hewan melata tidak berani mendekat misalnya ular, kadal, kelabang, dan sebangsanya. katanya, mereka akan merasa perih kalau tubuhnya terkena garam. pantes aja kemarin ijo wanti-wanti agar membawa garam balok agak banyak.

tapi masih juga kami merasa was was setajam silet. tadi sebelum masuk ke tenda sempat menengok arah pepohonan. kok, mirip monster ya. tapi ah, yakin kalau itu cuma pohon. waktu mencari ranting ke arah sana bareng ugun itu kan memang pohon. tapi kenapa tadi mirip monster ya. apakah kalau malam pohon itu berubah jadi monster? hiiy... jadi serem, ya. lagian, malam ini kok sepi banget.
" yan, udah tidur ?" kata ugun setengah berbisik.
" belum... susah tidur, euy !"
" sama.... yang lain udah pada tidur?"
" sepertinya sudah, tuh si ijo mah ngorok....eh, jam berapa sekarang...?"
" setengah satu...!"
" sepi ya... nyalakan radio...!"

ugun memutar-mutar gelombang radio. kebanyakan sudah keresek-keresek. ada juga yang muter lagu nasional, rayuan pulau kelapa. sudah itu keresek-keresek. siarannya habis sampai di situ. akhirnya didapat pula radio yang masih bersiaran. entah radio apa. oh, siaran dongeng atau mungkin sandiwara radio.

" udah, itu aja gun...."

ugun berhenti di siaran itu lalu mengoptimalkan gelombang agar suaranya lebih jernih. diputar-putarnya pula antena radio hingga dihasilkan suara yang oke. namun keresek-keresek masih tetap saja ada. kamipun dengan khusyu mulai menyimaknya. suara musik yang dramatis menyeramkan sebagai latar belakangnya.
" mak lampir pun menghampiri para pemuda yang sedang kemping di gunung yang dikuasainya seraya berseru..... Hik hik hik... kalianlah mangsaku berikutnya... hik hik hik!"
" matiin gun.... sereeeem !"
sekejap radio itu sudah dimatikan. kamipun buru-buru berlindung di balik sarung masing-masing. berdoa agar cepat tertidur. berdoa agar pagi segera saja datang.

tapi masih terngiang juga suara mak lampir itu,...hik hik hik.....

***

kami dibangunkan oleh adzan fals nya a asep. uh, di mana nih kok gelap begini ? lho lupa atau apa...kan, masih di gunung. masih di dalam tenda sempit. duh, punggung lumayan pegel juga. kok, kasurnya empuk banget sih ?
" bangun euy... bangun.... udah shubuh, sholat...!" a asep membangunkan semuanya sehabis menyelesaikan adzan shubuh tadi.
" masih gelap juga... tidur lagi ah...." ombi yang baru menongolkan kepalanya di pintu tenda langsung berbalik.
" eh, sholat mbi....!"
kami semua keluar dari tenda. masih pada bersarung dan berkupluk.
" dingin....!" ugun berseru

untungnya dingin shubuh bisa terhibur dengan pemandangan maha sempurna dari alam. langit gunung menawarkan bintang gemintangnya yang bertaburan tanpa dihalangi mendung atau awan gelap. apalagi suasana sekeliling yang gelap menambah kesempurnaan cahaya yang mungkin saja sebenarnya sudah pudar berjuta tahun silam itu. padahal di waktu-waktu lainnya langit malam selalu saja dicuekin karena biasanya juga seperti itu. tapi entah kenapa kali ini terasa lebih indah, lebih jelas dan lebih dekat. ingin rasanya sejenak terbang memunguti satu-satu.

" yang itu rasi kalajengking.... yang itu rasi beruang....yang itu rasi bintang layang-layang " aku menjelaskan bentuk-bentuk yang sudah kekenal dari buku pelajaran fisika kelas dua.
" itu, yang maju apa, yan.....?" ombi berseru
" mungkin itu bintang jatuh atau meteor...... dari tempat dengan pencahayaan kurang seperti ini semua terlihat jelas, ya"
" coba kalau ada teleskop....!"
" sholat dulu, barudak....!" a asep kembali mengingatkan.

berduyun-duyun kami menuju bawah. menuju aliran sungai untuk mengambil air wudhu. brrr, dingin pisan.....

setelah sholat, ijo membuat perapian lagi. dingin-dingin begini paling enak minum kopi sambil berdiang di depan perapian. perapian juga dimanfaatkan sebagai pengusir binatang buas yang umumnya takut melihat api. di atas perapian dipanaskan sepanci air.

" kemping kalau dinikmati bakal nikmat....!" ujar ijo sambil meniup bara di perapian agar apinya membesar.
" setuju... tapi dinginnya itu, jo..." tukas aku.
" makanya belajar merokok...nih, jarcok !" sahut ijo dan dengan cekatan dia menyalakan rokok di bibirnya dengan bara dari perapian. asap rokok keluar masuk dari mulut dan hidungnya.
" nanti ah... kalau kopinya udah jadi..."

kami mengelilingi perapian yang mulai membesar. a firman memasukkan ranting-ranting dan beberapa batang kayu bakar. untungnya beberapa sudah mulai kering. beberapa yang masih basah diletakkan di dekat perapian agar cepat kering.
" ombi ke mana ?" tanya a firman celingak-celinguk.
" tidur lagi, masih ngantuk katanya, biasa shubuh jam enam sih......" jawab a asep.
" oh, seandainya ada hui boled......!" ijo mulai berkhayal
" ada, jo.... tadi di jalan menuju tenda ada kebon.... kayaknya kalau singkong...!" sahut ugun. aku dan dia memang sempat melihat kebun tak jauh dari tenda kami.
" sok atuh nyabut..... bubuy singkong plus kopi.... enak, yan !"
" nggak mau ah, maling itu mah... nanti saja kalo ada yang punya kita minta... kalau perlu beli..."
" iya, ding.... nanti malahan sakit lagi..."

kamipun melupakan khayalan tentang singkong bubuy dan sejenisnya. untuk sementara kopi plus jarcok sudah cukup. sruput-sruput...... huuuhh....

menit berlalu cepat langit beranjak terang. di sekeliling kami mulai kelihatan semuanya juga. pohon yang semalam diduga telah menjelma monster ternyata tetaplah sebuah pohon. rerimbunan perdupun mulai kelihatan jatuhan embunnya. kota yang semalam terang berkilau kini mulai padam dan terlihat seperti pemantauan 'google earth 3 dimensi'. dan meski bintang mulai tak tampak di langit ada pengganti yang tak kalah menakjubkan.

" sun rise ! ", kami berseru terkagum-kagum dan tersenyum hangat ke arah matahari di timur sana. sang matahari balik tersenyum dengan kehangatannya yang tidak terbendung.

ah, bumipun benar-benar hangat karenanya.


**

jatuhan air curug menimpa punggung. antara nikmat dan sakit seperti di gebugin hansip pada awalnya (emang pernah ?) . namun lama-lama saat sudah terbiasa enak juga. seperti dipijit. tubuh menjadi segar. terbayar sudah lelah perjalanan mendaki dari tenda ke curug sekitar satu jam dengan sejuknya air curug.

butuh tambahan keberanian untuk mandi di bawah curahan air puluhan kilogram. akupun awalnya ragu-ragu. dengan bismillah langsung masuk, bergabung bersama ombi, a asep, dan ugun yang sudah bermain air dan ketawa-ketawa senang. sementara a firman masih enggan. masih memilih bermain gitar di pinggiran.

meskipun baru kami doang yang sudah sampai di curug namun kami tak berani 'naked ria' sambil mandi. nanti dikira tarzan lagi meskipun habitatnya emang bener di hutan ini. makanya celana hawai yang kami pakai tak kami copot saat mandi. paling-paling cuma bajunya saja yang dicopot dan diletakkan begitu saja di antara bebatuan besar yang ada di sana.

untungnya curug belum ramai. diprediksi hari ini curug bakalan ramai oleh orang-orang yang berpiknik dan berkemah seperti kami. dan kalau udah banyak orang biasanya tidak bisa sebebas sekarang. kamipun berpuas-puas diri dengan kondisi yang masih memungkinkan ini. a firman pun sudah bergabung berbasah-basah.

terasa lengkap tujuan berkemah kami. ya, curug adalah target utama kami semenjak dari rumah dan mandi di bawah guyuran air alami including di dalamnya. ke citiis tanpa mandi di curugnya sama juga boong. " sama dengan ke mekkah tanpa ke madinah", kata wildan fahmi sedikit lebay pada suatu waktu. karenanya kesempatan langka ini kami manfaatkan sebaik-baiknya. jarang-jarang ada kesmpatan kemping tiap semester

meski tanpa ijo. ijo ? iya, makhluk itu kemana, ya?

ada. ijo sedang korpe di tenda. sebagai komandan ekspedisi ijo rela mengorbankan dirinya sendiri demi kesenangan anak buahnya. ijo memutuskan untuk menjaga tenda saja daripada tenda ditinggalkan nanti ada orang iseng yang menjarah barang-barang bawaan anak-anak. sementara anak-anakpun ingin melaksanakan amanat wildan untuk mandi-mandi di curug. dan jarak tenda ke curug ada sekitar sejam perjalanan.

" nanti saja, aku ke curug di kloter kedua, sendirian..." putus ijo. anak-anak seneng dan bergegas meninggalkan ijo dengan setumpuk alat-alat makan kotor. tapi ijo rela. toh, di pramuka juga di sering kebagian tugas-tugas seperti ini. yang penting, teman-teman saya senang, katanya dalam hati.
" tapi jangan terlalu lama....!" teriak ijo di kejauhan ketika anak-anak mulai meninggalkannya. alone.

namun anak-anak sedang melupakan teriakan ijo tadi. saat curug mulai dipenuhi orang-orang berpiknik, kami tanpa ijo sedang mendaki lagi bukit yang ada di atas curug. setelah puas mandi-mandi. setelah puas dengan pijitan alami. setelah puas bermain air. saatnya menjajal keberanian lagi.

" kata wildan, di atas curug utama, masih ada dua curug lagi....!" ajakku pada anak-anak. anak-anakpun penasaran. juga sedikit niat jelek, mau kencing di curug atas kan aliran airnya nanti dipake mereka yang ada di cfurug utama bawah. soalnya sempet sebel ke orang-orang yang datang belakangan yang membuang sampahnya di mana-mana. lalu dengan tanpa sopan berteriak-teriak seenaknya. emangnya ini di hutan ? kan, memang. tapi gak usah gitu-gitu amat dong.

" kan, tiap orang beda-beda tingkat intelektualnya..." a firman menengahi
" lagipula kalau kita kencing di atas... berarti nyampe juga dong ke sungai dekat tenda kita... mau minum kotoran sendiri...? " sambung a asep.
iya juga. makanya kami mengurungkan niat untuk membuang hajat di curug atas. biarlah orang-orang yang mengotori hutan dan gunung dihukum sama alam sendiri.

***

apakah wildan yang bohong atau kami yang kurang gigih mencarinya? yang jelas di atas curug utama kami hanya menemukan sebuah curug yang kapasitasnya lebih kecil. lalu kami menelusuri lagi ke tempat lebih atas dan atasnya lagi. bela-belain kena duri dan berkali-kali terpeleset.
" nanti bakal ditemukan, air yang keluar dari dalam pasir... bagus banget !" masih teringat ucapan wildan waktu itu. mungkin itulah mata airnya. akupun jadi penasaran karena pada saat pertama kali mendaki gunung ini beberapa waktu lalu tidak sempat berkeliling lebih jauh. wildan memang jurignya citiis karena dia sering main ke gunung ini. makanya aku percaya benar dan meneruskan 'amanat' wildan ke anak-anak hingga anak-anak yang lainpun penasaran juga.

tapi hingga sejam lebih kami mencari dan menelusuri hulu sungai tak juga kami temukan. air curug yang ke bawahnya deras banget ternyata semakin disusuri ke hulu semakin hanya berupa aliran sungai kecil saja dengan semak belukar dan batu kecil di sisinya. airnya kelihatan semakin jernih.
" kalau air ini aku berani minum langsung....!" ujar ombi sembari mengambil air dengan tangannya dan meminumnya. kamipun mengikutinya. airnya memang seger.
" kayak air akua, ya....!'"
air seger itupun kami masukkan ke dalam botol air mineral masing-masing. kami melanjutkan perjalanan menusuri aliran sungai ke arah hulu. namun ternyata jalan setapak semakin sulit. mungkin jalan ituy belum ada artinya belum ada orang yang nyampei ke sini. kalaupun ada mungkin sudah lama sekali. suasana hutan terasa sehutan-hutannya. sepi dan sesekali suara binatang hutan saja.

" istirahat dulu, yu..." a asep mengajak kami berhenti. cape juga, naik turun gunung.
" kayaknya mah, air keluar dari pasirnya gak bakal ketemu, yan...!" kata ombi sambil minum air akua alami.
" iya.... kita turun aja.... kasihan si ijo....."

kamipun memutuskan untuk kembali ke tenda. hati-hati menuruni bukit di atas gunung. jalan turun lebih licin dan susah. harus ekstra waspada. kata sebagian pendaki, jalan menurun saat pulang lebih berbahaya daripada jalan saat mendaki. ini disebabkan kondisi kita yang sudah cape saat mendaki sebelumnya.

memang demikian. makanya segala yang bisa dipegang untuk membantu turun kami pegang. rumput alang, pohon, bahkan batu kami jadikan pegangan agar tidak terpeleset. tak lupa kami saling memperhatikan teman di depan atau di belakang.

kalau pas berangkat tadi kami menggunakan jalur ilalang, maka pas kembali ke tenda kami menelusuri aliran sungai. beberapa kali berpapasan dengan orang-orang yang hendak ke curug. lalu saling menyapa basa-basi seadanya
" di atas rame, a...?
" rame....!"
" terima kasih..."

tempat-tempat yang kami rimbun oleh pepohonan sehingga mirip goa. tiba-tiba saja teringat dengan tempat syutingnya film-film silat indonesia. ya, gak jauh beda lah. makanya kami harus siaga juga. siapa tahu, kapaknya wiro sableng nyasar.....

Rabu, 16 September 2009

pintu 17, hidup itu kemping bagian 2

hidup itu kemping
perjalanan serba sementara
perjalanan mengira-ngira
belajar dari tenda ke tenda
belajar dari angka ke angka
belajar dari lupa ke lupa

..............

hujan ternyata rada lama turunnya meskipun tidak besar. rencananya kalau tidak hujan kami mau langsung bikin perapian dan masak di situ. maksudnya biar irit parafin bahan bakar yang mirip lilin itu. takut di gunung parafinnya tidak cukup karena belinya terbatas. harganya ternyata sudah naik lagi.

ya, kemarin aku, ijo, dan opik membeli parafin di toko sumatra jalan a yani sepulang sekolah. toko sumatra adalah toko-toko yang jaman itu menjual berbagai macam keperluan kepramukaan. termasuk tanda-tanda lokasi sekolah atau lambang-lambang yang biasa dijahit di seragam baik seragam sekolah ataupun seragam pegawai.

dari sekolah kebetulan toko ini tidak terlalu jauh. hanya beberapa kali nafas dan nyebrang dua kali. makanya kami berjalan santai saja di tengah terik matahari. langsung menyeberang di depan gerbang sekolah yang berhadapan dengan toko citra, sebuah toko yang menurut ugun aneh sekali. tokonya nggak rame padahal terletak di tempat yang strategis. ruangannyapun luas seperti toko merdeka jaman itu. ada tingkat satu dan tingkat duanya. konsepnya swalayan. pelayannyapun teteh-teteh yang manis-manis. sepengetahuanku sejak dari pertama dibuka hingga sekarang toko ini selalu saja sepi.
" menurut aku, toko ini sepi gara-gara pelayannya ", ujar ugun suatu ketika sepulang kami diklat basket sore-sore di sekolah.
" emang kenapa?"
" lihat aja, pelayannya pada berdiri di muka toko... kita baru datang aja udah langsung dilayani ini itu..."
" kan malahan bagus..."
" tapi pembeli jadi segan, yan. apalagi yang niatnya cuma mau lihat-lihat dulu....toko-toko kan biasanya rame bukan karena banyak yang beli. tapi banyak yang lihat-lihat. cuci mata. window shopping !" jelas ugun panjang lebar.
" ya, terus...?" aku belum ngerti juga.
" kalo banyak pengunjungnya, walaupun gak beli sering disangka barang-barangnya bagus atau murah... makanya orang pada berdatangan ke situ...dan kadang-kadang yang mulanya gak niat beli bisa jadi beli"
iya, juga ya. pengalaman aku juga gitu. keluar masuk toko cuma lihat-lihat harga saja. beli mah kapan-kapan.

tapi kalau sekarang aku, opik, dan ijo sedang termangu di sebuah kios pedagang kaki lima emang beneran cuma berniat lihat-lihat saja. dasar opik, di tukang jeroan ( daleman ...daleman... buat cewek !) yang mangkal di depan toko sinar timur. diajaknya kami bertukar pendapat.
" koleksinya nambah, jo....!" kata opik
" iya, kayaknya yang di atas itu bagus, pik!"
sialan ! opik dan ijo kini malah mengomentari bh yang digantung si mang tukang jeroan di rak kayu sederhana itu.
" yang itu unik... ada rendanya..."
" ini dong.... ukurannya jumbo...."
lalu ketawa-ketawa. tuh, kan. iseng banget.
" sok, mau beli yang mana jang...?" sebuah suara mengagetkan. ternyata si mang jeroan udah ada di samping kami.
" nggak...nggak... cuma ngecek aja...!" sahut opik antara malu dan menahan tawanya. aku juga jadi ingin ketawa tapi ditahan, takut si mangnya malah kesinggung.
" hebat lah si mang...koleksinya nambah terus...!" sambung ijo
" eh, jangan ngehina...!" si mang malah kesinggung beneran.
" nggak kok..mari mang, makasih....." tukas anak-anak langsung cabut

kamipun berjalan lagi. anggap saja hiburan, kata opik tadi. hiburan apaan ? malu nih malu. kasihan juga tukang dagangnya dilecehin gitu. tapi ijo dan opik masih ketawa aja hingga sampai di toko sumatra. membeli barang yang diinginkan yaitu parafin.
" harga pas...!" sahut pelayan toko saat kami menawar.
akhirnya kamipun harus rela dengan harga yang ditawarkan karena toko yang menjual parafin memang hanya itu satu-satunya.

***

dan kini dua buah balok kecil parafin sudah terpakai untuk memasak nasi di dalam tenda. karena hujan belum reda maka kami memasak nasi di dalam tenda. panci ijo yang sudah hitam pantatnya jadi andalan utama saat itu (nb : perhatikan cara baca dan jeda tiap kata, tahu kan, maksudnya bukan pantat ijo yang hitam, tapi pantat panci...maklum, itu emang khusus panci kemping, kata ijo). kamipun berharap-harap cemas menunggu kematangan nasi liwet cap kemping itu. mungkin inilah makan sore pertama di tengah gunung.
" pake garam jo....!" usulku.
" gak usah, ..enggak enak !"
akupun diam aja. membiarkan ijo sendirian memasak nasi. a firman dan ombi udah ketiduran. mungkin terjebak di antara cape dan lapar. ugun sibuk memutar-mutar gelombang radio. a asep sedang di luar dengan jas hujan yang dibawanya membetulkan tenda yang tadi sempat kena angin serta air hujan yang terkumpul di atas tenda. dia juga mengencangkan tali-tali pengikat tenda. kini tenda lumayan nyaman ditempati meskipun kami harus berdesak-desakan. ya, dipas-pasin dan dienak-enakin aja. namanya juga kemping.
" udah berhenti hujannya...!" a asep berseru dari luar.
aku keluar tenda. hujannya sudah berhenti. hanya tinggal kabut dan dingin saja. tapi udara jadi segar.
" yan, cari ranting....!" perintah ijo yang juga keluar dari tenda. nasi dalam panci yang belum matang dibawanya keluar. lalu kompor parafin yang masih nyala. kini dia memasak nasi di luar tenda.
" ayo gun, nyari ranting....!"
ugun mengambil golok yang tergeletak di tanah. aku dan ugun menembus semak-semak di sekitar kami mendirikan tenda. ya, yang dekat-dekat aja. kalau kejauhan mah takut juga.
" yang kering, ya....!" ijo berseru lagi
" yang kering ? nggak ada atuh jo.. pada basah nih...." sahut ugun
" seadanya ya...?"
tapi ijo tidak menjawab. kini dia sibuk menutup perapian kompor parafinnya dari angin yang menghembus. ah, bentar lagi masak nih nasinya. habis ini bikin perapian.... bikin kopi. sambil ngerokok, pikir ijo.

***

meskipun dalam urusan naik gunung ijo sudah setengah profesional, tapi dalam masak memasak ilmunya masih belum seberapa. terbukti, anak-anak tadi cuma disuguhi nasi liwet setengah jadi. istilahnya masih 'gigih'. mungkin kebanyakan air. ijo juga sempet mikir, kenapa airnya gak kering-kering. jadinya gitu deh, atasnya belum matang sementara bawahnya gosong. itulah pencapaian maksimal seorang ijo dalam hal masak nasi di hari pertama kemping bersama kami.

untungnya ijo gak hilang akal. nasi yang setengah matang itu langsung ditaburi supermi kering yang diremes-remes plus bumbu plus minyaknya. seterusnya ijo dengan kalap mengaduk-aduk nasi aneh itu. eksperimennya tak berhenti di sana. ikan asin yang dibawanya dari rumah ditaruh di atas nasi ajaib itu. setelah dirasa cukup, barulah ijo menghidangkan kreasinya yang entah diilhami acara tivi mana itu.

kini anak-anak sedang berusaha mencerna makanan itu. namanya juga kelaparan, makanan seancur apapun masuk ke perut dengan tidak mempedulikan bagaimana nantinya.
" pingin yang enak-enak mah , di rumah aja....!" selalu begitu alasan ijo saat anak-anak tadi mengkritik habis kreativitasnya.
" gak apa -apa sih, minimal masih ada rasanya....," a asep sedikit membela ijo. tapi, enak juga pikirnya. dan dengan tanpa dosa dia menghabiskan sisa nasi yang berupa kerak gosong di atas panci.

aku membereskan alat-alat makan tadi : panci yang bawahnya tambah hitam, piring plastik yang tak seragam, dan beragam ukuran sendok. bersama ugun aku turun ke bawah untuk membersihkannya. udara dingin tak kami hiraukan. yang penting perut sudah terisi nasi. sebentar lagi magrib akan datang. langit beranjak gelap.
" sekalian ambil air bersih...!" seru a firman dari atas.
" tempat airnya....!!" sahut aku dan ugun.
" awas.... tangkap...!" a firman melemparkan botol air mineral kosong ukuran satu liter.
ugun dengan sigap menangkapnya. ugun bergegas mengisinya dengan hati-hati agar tidak ada kotoran atau pasir yang masuk.

air sungai yang kami gunakan merupakan aliran dari curug citiis. airnya masih jernih. kata wildan bisa diminum langsung tanpa direbus. hanya saja kalau sudah ke hilir seperti tempat kami berkemah ini agak riskan juga. siapa tahu di hulu, di dekat curugnya telah digunakan orang untuk berkegiatan. ya, meskipun kelihatan bening dan menyegarkan mungkin saja telah dikotori manusia-manusia yang kemping di atas. makanya kami gak berani minum air itu secara langsung tanpa merebusnya. kecuali ijo, " kalau mau yang yang mateng mah di rumah aja...!" dan langsung meminumnya tanpa keraguan. lalu, " seger...!" sambungnya dengan mimik kayak iklan-iklan minuman di tivi swasta. mungkin kalau dari mata airnya langsung atau dari air terjun kami masih mau meminumnya langsung. berhubung air ini sudah mengalamai perjalanan cukup panjang dan tidak dijamin di perjalanan tidak kena kotoran manusia maka kami waspada dengan cara merebusnya. biarlah ijo saja yang jadi korban sakit perut dengan kenekadannya itu.

"Allohu akbar..allohu akbar....!" tiba-tiba terdengan orang beradzan. fals dan seadanya dengan tanpa mikropon. ternyata a asep sedang berdzan karena waktu magrib telah tiba. sayup-sayup memang terdengar suara dzan dari kampung terdekat dengan kami berkemah.
" sekalian wudhu aja, gun....!"
anak-anak lainpun pada turun ke air sungai untuk berwudhu. hanya a asep dan ijo saja di atas. a asep meneruskan adzannya hingga selesai, sementara ijo sibuk membuat perapian lain, untuk membuat air panas dan juga api unggun. sayangnya, ranting-ranting yang dibakarnya masih basah. makanya agak susah juga dia membuat perapian bahkan hampir lupa shalat magrib kalau tidak diingatkan.

**
tim ekspedisi nasi liwet remes mie instan.... dalam hujan... terasa nikmat semuanya

setelah shalat berjamaah secara sederhana, kamipun berkumpul di depan api unggun sambil menunggu air panas yang belum mendidih. rencananya mau bikin kopi. wah, asyik pisan. tapi, berhubung rantingnya basah, apinya susah naik. untungnya kami cukup bersabar. sempat juga ombi nanya ke ijo, " kenapa gak pakai parafin aja biar cepet, jo...?"
" harus irit, mbi....parafin nanti digunakan kalau darurat...!" sahut ijo.

orang sabar memang biasanya berhasil. seperti kami yang saat itu akhirnya bisa juga menyeruput kopi dengan rasa yang lumayan untuk ukuran gunung. jangan disamakan dengan kopi butan rumah deh. pasti jauh. tapi yang lebih penting kan suasana. tujuan kami berkemah di tempat yang jauh dari rumah kan salah satunya membeli suasana seperti ini : hening sepi, dingin, gelap di sekitar, cemas kalau-kalau turun hujan lagi, kerja sama tim, dan sedikit tegang.

dengan kemping juga kami sedikit beban pelajaran yang dirasa-rasa semakin sulit. lupa dengan omelan bu marni kalau ada anak yang tak buat pr yang kadang merembet ke semua anak. lupa dengan ulangan-ulangan yang bikin kelimpungan. lupa dengan suasana kelas yang sering bikin suntuk. pokoknya dengan kemping kita lupakan status kita sebagai pelajar, hari ini dan dua hari ke depan kita posisikan diri sebagai pelarian yang sedang mencari kebebasan di alam liar.

juga mencoba hal-hal yang baru. yang belum 'begitu' boleh. seperti,
" isap dulu...., baru minum kopinya... jadi gak pahit....!" ijo membagikan ilmunya. kali ini pelajaran bagaimana caranya agar tidak kedinginan di gunung secara praktis : merokok.
" ah, pahit...!" jawabku. ugun dan ombi juga merasakan hal sama. secara cuma kami bertiga yang sedang belajar smoking. maka ijo melanjutkannya ke sub bab 'bagaimana agar merokok di gunung tapi tidak pahit untuk pemula'. pelajarannya ya itu tadi.
" coba... isap yang dalam..... keluarkan asapnya dari idung...., langsung minum kopinya....enak kan....gak pait....!" ijo kembali mengajari.
kamipun mencobanya. uhuk..uhuk... aku batuk. ombi dan ugun lancar. lali menyeruput kopi yang masih panas itu. sruuttt... enaknya kopi manis.

" kalo di gunung jarcok lebih cocok..." jelas ijo sambil mengeluarkan asap rokok.
kami para amatiran merokok cuma ngangguk-angguk aja. jarcok adalah nama merek rokok yang kami isap di gunung ini. sayangnya ijo tidak menjelaskan lebih lanjut kenapa jarcok yang pas untuk di gunung. apakah karena ijo adalah seorang salesman rokok jarcok?
" harganya murah,....jadi bisa beli banyak...!" a firman yang menjelaskan.
" kalo gitu, kenapa tidak bakao sama pahpir aja jo...?" tanyaku
" itu juga bawa..... tapi nanti kalau darurat..."

sambil merokok dan ngopi kami memandang ke bawah, ke arah kota yang sudah bermandikan cahaya lampu. indah sekali dengan kelap-kelip seperti perhiasan. konon bung karno menamai kota ini kota intan di tahun enam puluhan karena kerlipnya yang menakjubkan ini. kamipun, meski jauh dari rumah dan beberapa puluh meter di atas permukaan laut dengan melihat kota yang bercahaya merasakan dekat sekali dengan rumah. apalagi sambil mendengarkan radio siaran request lagu-lagu.

" lihat, yang warna merah itu...!" a asep menunjukkan sesuatu di arah kota.
" itu apa a..!" tanya kami penasaran.
" itu toko asia...!"
" kalau yang merah ?"
" itu mah masjid agung....!"
malam itu kami lalui dengan ngobrol-ngobrol segala macam. termasuk rencana esok hari yang katanya mau menuju ke curug citiis tingkat tiga. tempat yang paling ramai dikunjungi orang-orang yang piknik. kalo sempet mau naik lebih atas lagi. nyari edelweiss liar.

" tidur ah......" ombi masuk.
" isya dulu mbi...! seru a asep.
" tadi udah di jama...!"
" emang bisa kitu....? ini mah bukan perjalanan...."
" ah, udah tanggung..." ombipun dengan selimutnya yang dari tadi dipakainya untuk menahan dingin meneruskan niatnya. capek juga ya, tidur pasti enak. dia langsung merebahkan tubuh.

ya, semua merasa cape. tubuh kumayan pegel-pegel. ijo mengambil cempor dan dinyalakannya. lalu dia menggantungnnya dengan hati-hati di bambu penahan tenda. a firman dan ugun juga udah masuk ke tenda. di susul ijo. posisi menentukan prestasi. dengan tenda yang sempit memang harus berbagi tempat dengan yang lain. tapi biasanya yang tidur duluan tak bisa diganggu gugat.

makin lama makin dingin. tak ada alasan berlama-lama di luar tenda. akupun gabung dengan anak-anak berdesakan dalam tenda. hiih... dingin uy....

" aduh... kakiku keinjek...."
" sorry mbi...sory..."
" tidurnya gak enak uy... keras..."
" pingin enak mah.... di rumah aja...."

***

pintu 16, hidup itu kemping bagian 1

pintu 16, hidup itu kemping bagian 1

hidup itu kemping
menyusuri jalan setapak
menyibak belukar dan semak
mencari tanda-tanda dan jejak
dengan beban di pundak
tetaplah berjalan tegak
tetaplah mengabai jarak
meski masih tanya : bilakah kita di puncak
....

" lewat mana, jo.... cemara atau menyusur sungai?"
" cemara....lewat sungai mah, pulangnya aja...!"
" hayu, barudak....!"

enam pasang kaki itupun meneruskan langkah kaki. memilih melanjutkan perjalanan di antara batuan besar kasar bekas letusan gunung ketimbang berbelok kanan ke tanah yang lebih rata. tadi sempat istirahat sekitar 3 menit di antara persimpangan jalan setapak setelah berjalan lebih dari sejam mulai dari belokan jalan cipanas. tujuannya citiis di gunung guntur kawasan cagar alam kamojang.

sempat pula turun hujan gerimis. namun tak menyurutkan langkah untuk terus ke tujuan. dengan ransel seadanya mereka terus saja berjalan. ada ijo, aku, ugun, ombi, a firman, dan a asep yang akhirnya mengikuti ekspedisi kempingnya ijo kali ini. ya, ekspedisi ijo yang sebelumnya kan napak tilas yang gagal jadi juara. ceritanya ijo ingin menebus kesalahan perhitungannya dulu di napak tilas dengan mengajak kami kemping di tempat yang berhawa dingin ini.

dan seperti pernah diceritakan mula bahwa tujuannya adalah citiis gunung guntur yang saat itu masih banyak hutan cemaranya. masih menawarkan kesegaran dan kalau rajin bisa nemu edelweiss.
" itung-itung latihan sebelum ke himalaya, gunung yang cetek aja dulu...!" kata ijo saat menawarkan proposal ekspedisinya beberapa hari lalu. ya, citiis emang cukup gampang didaki dan ditelusuri. bahkan kalau gak niat kemping, cuma piknik aja juga bisa. pagi berangkat, ashar juga udah nyampe rumah. yang ditawarkan di citiis selain gunungnya yang unik, serta hutan cemara yang masih rimbun, juga ada air terjunnya yang bertangga-tangga.

"ada tujuh air terjun, besar dan kecil..." kata wildan ketika pertama kali memperkenalkan gunung guntur dan citiisnya. dulu, waktu kelas dua aku bareng wildan, nurdin, dan yuyus yang terhitung teman sekelas pernah mendaki gunung guntur meskipun tidak kemping. seumur-umur, baru kali itulah aku mendaki gunung secara mandiri. berempat kami memulai langkah dari rumah wildan di tarogong. namun saat itu ucapan wildan belum sempat terbuktikan karena waktu yang terbatas. hanya sekitar empat air terjun yang ukuran standar aja yang sempat ditemui. namun itupun tak mengurangi keindahan yang ada.

dan kini, i'm back again. kesampaian juga niat ingin kemping di gunung ini. makanya proposal ijo kuterima dengan baik dan kusampaikan kepada teman yang lain. tadinya the thinker mau ikut semua. lagi-lagi eka gak bisa ikut. opikpun menjelang keberangkatan membatalkan rencananya karena ada keperluan keluarga. aku mengajak sepupuku, a firman. diapun oke untuk ikut. sementara ombi mengajak a asep, pamannya yang umurnya tidak jauh beda dengan kami. sebenarnya ombi ngajak a asep agar ada yang udah sepuh aja.
" mbi, sama a asep aja... biar ada yang jaga..." kata ibu ombi. dengan syarat itu barulah ombi boleh ikut. secara, ombipun untuk urusan kemping di gunung baru sekali ini. makanya ortunya khawatir kalau tidak ada pendamping yang lebih tua takut ada apa-apa. memang sih, dulu di kegiatan pramuka kelas satu ombi pernah juga kemping. tapi tempatnya di lapangan upacara sekolah. jadi gak ada tantangannya. sementara untuk saat ini tantangannya begitu banyak. alam liar, bo !

" kadang-kadang masih ada meong congkok !" ujar wildan waktu itu. saat kami mendaki lewat jalur berbatu dengan alang-alang cukup tinggi.
" meong congkok teh apa?" tanyaku gak ngerti di antara keringat yang berjatuhan.
" ini, lah... kayak macan nya...?" nurdin mencoba menjelaskan setengah tidak yakin.
" ya, kayak kucing, hitam... tapi rada besar...biasanya muncul di balik alang-alang seperti ini...!" wildan menjelaskan.
" waduh... sekarang bagaimana, takut muncul euy...!" kataku bergidik.
" kalem yan, ada golok...!" sahut yuyus yang dari tadi menghunus golok buat memapas alang-alang yang menghalang sepanjang jalan setapak.
" nggak apa-apa di sekitar sini mah gak ada. jalan ini mah sering dilalui orang.... biasanya mereka lari ke atas. sekarang tinggalnya di kawasan yang masih belum banyak dilalui orang" jelas wildan menenangkan.

alhamdulillah. selama dua kali ke sana belum sekalipun menemukan yang dikhawatirkan tadi. namun kali ini kami agak ragu-ragu memasuki hutan cemara yang lebat. tadi masih sempat bercanda-canda dan berfoto di jalanan yang agak rata dan cukup terang. bahkan sambil berjalan ijo memainkan gitar akustiknya. lagunya 'bis kota' franky and jane dimodifikasi bebas olehnya :

" berjalan di hutan cemara, di gunung guntur yang dingin. keringat mengucur sekujur tubuh. tapi semangat tak runtuh..."

gitar digenjrengnya bolak-balik aja tadi dengan kunci-kunci standar: C, D dan G. seolah tidak mengenal cape. padahal di pundaknya beban dia paling besar. ranselnya paling standar PA. tenda sederhana yang dipinjamnya dari 'kak haris' mengantung di bawah ransel. di sisi kiri ransel ada cempor yang diikatkan ke gantungan-gantungan ransel. di kanan ada botol bekas air mineral besar berisi minyak tanah.
" minyak tanah untuk apa, jo...? kan ada parafin...!" kataku sebelum berangkat tadi.
" untuk bikin api unggun, dong....biar kelihatan dari pengkolan bahwa di gunung guntur ada yang sedang kemping...!" sahut ijo seenaknya.

bukan apa-apa sih, aku takut ijo berbuat aneh-aneh dengan minyak tanah itu. mabok drunken master seperti dulu misalnya. atau membakar hutan. naudzubillahimindalik... ah, gak mungkin. meskipun semenjak perjalanan ijo kelihatan sumringah, tapi aku yakin bukan karena hal-hal negatif. mungkin dia terlampau senang karena rencananya yang disusun beberapa waktu lalu sekarang bisa terwujud.

ya, ada tanggal merah di hari sabtu. sempurna. bisa dua hari di gunung bercengkrama dengan alam.
" berangkatnya hari jum'at. kira-kira jam satu. setelah shalat jumat. biar nyampainya gak terlalu sore..." ujar ijo memaparkan rencananya. jadinya dua hari dua malam di gunung. kamipun setuju. pas hari H-nya, tadi siang kami berkumpul di basecamp. dasar anak-anak jamnya terbuat dari karet, baru pada ngumpul jam duaan lebih.

dua hari sebelumnya kami saling berbagi tugas barang-barang apa aja yang dibawa. saat jam istirahat kami mematangkan rencana itu.
" ada yang punya tenda ?" tanya ijo yang lagi-lagi didaulat sebagai pimpinan ekspedisi.
anak-anak semua menggeleng. kecuali aku, semua emang minim jam terbang dalam hal kemping.

" ya udah... aku usahakan...!" kata ijo akhirnya. " sleeping mat?... tikar, tikar...", lanjutnya sambil mencatat data-data barang yang diperlukan buku panduan pramuka miliknya.

kembali anak-anak menggeleng

" dari aku aja, ada di rumah...!" kata ijo lagi.
" panci ?" ijo mendata lagi
" ada sih, tapi dipake kayaknya...!" sahut ombi.
" sama, aku juga dipake jo....!" jawab ugun.
" ya, udah...dari aku lagi....! cempor ?"
yang lain diam. ombi pura-pura menulis sesuatu.
" dari aku aja lagi... golok, pisau, tambang, lampu senter ?.... "
kali aku ikut-ikutan ombi mencorat-coret sesuatu. ijo menatap teman-temannya yang gapkemp 'gagap kemping' ini satu persatu. tak ada tanda-tanda memiliki peralatan dimaksud.
ijo meneliti catatannya. atas ke bawah, bawah ke atas.
" ah, ini mah semuanya dari aku.....!" katanya garuk-garuk tak gatal.
"eunggeus we aing kemping sorangan....!"

he he... anak-anak pada ketawa. habis ngajak kemping ke orang-orang yang gak ngerti sama sekali. jadi rada gak nyambung juga. akhirnya anak-anak ditugasi membawa keperluan pribadi masing-masing aja. juga bawa bahan makanan sebangsa beras dan mie instan. sementara yang bersifat umum semua ditanggung ijo. aku sendiri rencananya mau bawa radio agar malam-malamnya tidak terlalu sepi. bisa denger teman-teman kirim salam dan lagu di sore-sore menjelang magrib.

" patungan buat beli parafin !" kata ijo.
" berapa...?"
" seribU..."
uang terkumpul. dipegang sama ijo yang secara illegal merangkap bendahara juga.
" yan, nanti antar ke toko sumatra, beli parafin....!"
" siap, bos..."

***
hidup itu kemping....

kalau bawaan ijo kelihatan PA dengan ransel yang kelihatan kokoh di pundak. maka aku sekelas di bawahnya. masih ransel PA juga. cuma yang lebih kecil. ini dapat minjam dari weni, teman sekelas yang anak pramuka juga. segala macam barang bawaan dimasukkan. pakaian seperlunya. sarung dengan sajadahnya, beras dengan mi instan, termasuk radio kecil 2 band, serta alat-alat makan dan air mineral dalam botol plastik.

ombi lain lagi. dia bawa tas model travelling bag. sepanjang perjalanan kelihatan paling repot. salah sendiri sih, ini kan ke gunung bukannya bepergian antar kota. untungnya dia ngajak a asep, jadi bisa gantian bawanya.
" kelihatan penuh banget mbi, bawa apa aja...?" aku iseng nanya karena kelihatan tasnya ombi padat banget.
" sama, bawa pakaian... anduk.... selimut..."
" selimut ?" aku dan ijo hampir berbarengan nanya.
" iya... eh, jangan salah di gunung mah dingin.... jadi perlu selimut !" jawab ombi.
" he..he he... pingin enak mah, di imah we....!" sahut ijo
" masih jauh, jo....?" tanya ugun yang kelihatan udah ngos-ngosan
" setelah hutan cemara ini.... masih harus menyusuri ilalang...!" jelas ijo.
" walahh.... jauh banget uy !" seru ugun.
" nanti sehabis hutan cemara ada gubug derita, tempat peristirahatan. istirahat dulu di sana sebentar...!"

memasuki hutan cemara semakin terasa suasana hutannya. menjelang sore dengan suasana sepi mencekam. ijopun udah gak main-main gitar lagi. kini semuanya lebih konsentrasi di jalan setapak yang ditutupi jatuhan-jatuhan daun cemara berbentuk jarum yang sudah layu kecoklatan. kadang-kadang harus menyibakkan daun yang menghalangi jalan atau malah membabatnya dengan golok yang kini jadi senjata utama ijo. sesekali terdengar binatang hutan entah burung entah apa. kami saling membantu kalau ada jalan yang susah dilalui. aku berjalan di belakang ijo yang jadi komandannya. meneruskan pesan-pesan komando ke teman-teman di belakang yang berturut-turut : ugun, a firman, ombi, dan a asep.
" awas, ada lobang...!"
" awas... lobang...!!"
"lobang, uy...!"
" Lobang...!!!"
saling memperingatkan memang penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan juga sebagai bentuk komunikasi. atau bahkan saling menyemangati di tengah suasana lelah agar cepat tiba di tujuan. selain itu agar tidak terlalu sepi karena masing-masing memilih diam.
" awas uy, tanaman berduri....!"
" hati-hati tanaman berduri....!"
begitulah sepanjang hutan cemara yang rimbun dan gelap. tidak ada yang berani menengok ke kiri ke kanan. he he he pada takut ada macan atau bianatang buas, kali. maklumlah baru kali ini mereka menghadapi suasana gunung menjelang sore. tapi, asli... meskipun tegang kayak gitu asyik juga. adrenalin terpacu sedikit. padahal mah gunungnya juga masih cetek.

setelah perjalanan setengah jam di hutan cemara. menyibak-nyibakkan daun yang menghalangi jalan sampai juga mereka di ujung hutan yang ditandai dengan tebing terjal. ada jalan setapak untuk naik ke atasnya tetapi sepertinya bekas terjadi longsor. mungkin akibat hujan yang mengguyur sebelumnya. anak-anakpun dapat berhenti sejenak. sementara ijo mencari cara agar bisa menaiki tebing tersebut. dikeluarkannya tali tambang pramuka. ranselnya diletakkan begitu saja di tanah.

lalu dengan gaya spiderman dia merayap di tebing. mencari-cari celah untuk menjejakkan kaki. aksinya sudah mirip dengan yang di film-film petualangan itu. wajahnya serius. tapi sepertinya dia menikmati tantangan ini. sementara kami melihatnya dengan tegang. berpacu dengan waktu takut keburu sore dan mendung yang dari tadi menggantung. di lihat dari segi yang beginian ijo cocok menjadi adventurer atau petualang. ijo memang pernah cerita bahwa dia berniat mendaki seven summit di dunia.
" baru dua yang udah dijajal, yan...!" katanya suatu ketika.
" gunung mana aja...?" tanyaku gak percaya. masa, sih ?
" gunung cikurai, cuma sampai yang ada pemancar tvri, dan kedua gunung guntur... cuma nyape air terjun citiis...!" jawabnya nyantai.
" ah, di sini sini juga.. itu mah...!"

dan kini ijo tengah berpacu dalam melodi ketegangan tebing setinggi 15 meteran dengan kecuraman 60 derajat. "uh, sedikit lagi......." katanya dalam hati. nanti tinggal digusur satu-satu dengan tambang ini, pikirnya. rencananya emang kayak gitu. setelah ijo sukses di atas, dengan tambang itu ijo menarik kami satu persatu.
"yan, pingin pipis uy...!" ujar ombi yang kelihatan udah gak tahan ingin buang air. dia memang sepanjang perjalanan tadi minta berhenti buat nyari wc. tapi mana ada wc di tempat seperti ini. mau di sembarangan tempat takut sompral atau kualat seperti pernah ijo wanti-wanti sebelumnya. tapi sekarang udah gak tahan lagi.
" iya atuh, cari tempat yang rimbun...." jawabku sembari menyerahkan air mineral dalam botol buat nyuci 'burungnya'
" maksud saya,... temani..... takut !" jawab ombi malu-malu
aku melihat ke yang lain. semua sedang pada selonjoran dengan wajah ' aku gak bisa temenin'. akhirnya dengan terpaksa aku menemani ombi mencari tempat rimbun. kembali 'kukusrukan' i hutan cemara.
" sebelum pipis, minta izin dulu, ya mbi....!"
" minta izin ke siapa..?'
" ya, pada yang mendiami tempat ini...!"
" ah, jadi takut, gak jadi ah....!" ombi bergidig dan sempat mengurungkan niatnya.
" eh... udah tanggung... tuh di sana kayaknya aman...!" aku menunjuk sebuah tempat yang agak 'nyingkur'.
" ayo temenin...!" jawab ombi sambil menuju tempat yang dimaksud. aku mengikuti dari belakang. tapi, sueerr aku enggak mau lihat proses yang terjadi kemudian.
" udah, yan...."
" ayo..."
" eh, yan...kayaknya ke sebelah sini ada jalan setapak... tuh...!"
" heueuh...." aku mengamati jalan yang ditunjukkan ombi. sepertinya ini jalan lain menuju ke tebing tadi tapi lebih landai dan mudah cuma agak memutar.
" ayo... kasih tahu yang lain...!" bergegas kami menuju ke bawah tebing tempat anak-anak mengaso sembari melihat atraksi spiderman dengan tambang pramuka alias ijo.
" jooo.... ada jalan alternatip, uy...!" seru aku.
" apa...?" ijo menyahut dari atas. dia sedang mengikatkan tambang pramukanya ke sebuag pohon.
" ada jalan lain.... kita mau muter aja... tungguin nya...!" seru kami dari bawah.
" iya.... sekalian atuh bawain ransel aku....!"
aduh, kenapa gak sekalian naik aja tadi ransel PA ijo ini. nyusahin ! akhirnya beramai-ramai bawaan ijo kami gotong. untungnya jalan setapak yang ini lebih mudah. tak lama kami udah nyampei di atas tebing.
" tuh si ijo... di sana ..Jo !!" tunjuk a firman sembari memanggil ijo yang celingukan.
ijo menoleh. setengah berlari dia menuju ke arah kami. lompat-lompat di antara batu bekas letusan gunung ini berpuluh tahun silam. dalam hatinya kesel juga, udah cape-cape manjat tebing tahunya ada jalan lain. rurusuhan sih jo.....

gunung guntur dipenuhi material alam bekas letusan di jaman lampau. konon, akibat letusan ini kawasan gunung menjadi gundul dan kering. hingga saat ini susah untuk ditanami dan dijadikan hutan hijau lagi kecuali bagian bawah gunung yakni dengan masih tumbuhnya pohon-pohon. gunung guntur akhirnya hanya bisa ditumbuhi ilalang-ilalang saja karena tanahnya menjadi keras dan berbatu. dari kejauhan kelihatan gunung guntur kuning kecoklatan padahal itu adalah ilalang-ilang yang tumbuh liar memenuhi gunung. tapi jadinya unik. di dunia kayaknya cuma gunung inilah yang unik kayak gitu.

" istirahat dulu di gubuk itu...." seru ijo sambil menunjuk sebuah gubuk sederhana. sebuah gubuk beratap genting berdinding bilik setinggi satu meteran dengan beberapa bangku bambu. kami melepaskan lelah lagi di sana sambil membuka bekal makan dan ngobrol-ngobrol.

akhirnya diputuskan untuk membangun tenda di dekat-dekat situ aja. kalau meneruskan langkah hingga ke curug citiis takut keburu gelap. belum lagi kondisi yang sudah lelah. padahal kalau diteruskan menelusuri padang alang-alang ada sekitar setengah jam lagi. apa daya sudah ingin beristirahat.

alhamdulillah, kami menemukan tempat yang bagus untuk berkemah. tempat yang agak luas dan landai cukup untuk mendirikan tenda dan membikin perapian buat malam nanti. dekat pula ke air, tinggal ke bawah aja. dan yang mengasyikkan kami bisa melihat ke arah kota yang katanya kalau malam berkelap-kelip seperti kemilaunya intan. itupun kalau kebetulan tidak ada kabut yang menhalangi. sepertinya kemping itu memang mengasyikkan.
" langsung masak, jo...?" tanya ombi begitu nyamoe di tempat itu..
" eee... dirikan tenda dulu....! bakal turun hujan...." sahut ijo yang langsung mengeluarkan tenda dan perangkatnya. ijo yang pengalaman kempingnya udah banyak dengan cekatan mendirikan tenda dibantu a firman dan a asep.
" yan, radionya nyalain...!" kata ijo " biar gak sepi !", lanjutnya
" siap bos...!"

kukeluarkan radio dan memutar-mutar gelombang. antares.... dongeng, keresek-keresek...rugeri..... iklan, keresek-keresek...sturada.... dangdutan,keresek-keresek....nbc...sandiwara radio. mendung yang tadi mengintai mulai menjadi hujan rintik.
" hujan uy.... masuk tenda..!" seru ijo. kami berebutan masuk tenda yang tidak terlalu besar itu. untungnya tenda sudah berbentuk meskipun tali-tali pengikatnya masih kendor. barang-barang bawaanpun belum sempat dibereskan langsung saja ditumpuk tidak beraturan di dalam tenda yang setengah jadi itu. maklumlah dalam keadaan darurat yang penting terhindar dari hujan. gak asyik dong kalau kemping-kemping malah sakit. dengan berdesakan di tenda seperti ini jadinya memang hangat. masing-masing pada mikir, kok kemping gini sih...
" kalo hujan justru bagus,... malamnya gak akan terlalu dingin" jelas ijo sok berteori.
anak-anak pada mengangguk. untung tendanya tidak tembus air. ah, cape juga ya....

kembali aku memutar-mutar gelombang radio. antares... masih dongeng, rugeri... masih iklan, sturada...iklan, balik lagi ke rugeri......intro akustik lagu yang udah begitu akrab....

"udah itu yan.... itu aja....! pinta yang lain setengah berseru. aku pas-pasin gelombang radio sampe gak ada kereseknya.

........wake up to the sound of polring rain,
the wind would whispers and i think of you
and all the tears you cry that call my name
and when you needed me i came thorugh..........

i remember you !! nyampe juga skid row di atas gunung. a firman mengikuti dengan gitar ijo yang lebih rendah setangah nada. dan kami berbarengan membantu backing vocals saat sebastian bach nyampe di bagian reff...

remember yesterday...walking hand in hand
love letters in the sand... i remember you !!

oh hujan cepat dong berhenti.... super mie rebus... will be nice !

Jumat, 04 September 2009

pintu 15, poison... tidak okay, poison !




rasa-rasanya aku menyenangi musik sudah sejak lama sekali. mungkin sejak tk atau awal-awal sd. bapak dulu sering memutar lagu-lagu sebelum beliau berangkat bekerja sebagai pns biasa di suatu instansi. biasanya sudah rutin, setelah mandi bapak memperdengarkan ceramah basa sunda pa gozali dari radio lokal atau ceramah lainnya yang jaman itu disiarkan langsung dari masjid agung dan terkadang di radio lainnya dari masjid lio. setelah selesai menjelang jam enam pagi dilanjutkan bapak dengan menyetel lagu-lagu koes plus koes bersaudara atau kaset iwan fals ' sarjana muda'

koleksi kaset bapak tidak banyak. kebanyakan musik pop dan ada juga kaset dangdut oma irama. biasanya bapak menyetel koes bersaudara yang entah membelinya di toko kaset atau di pinggir jalan. yang jelas di sampul kaset tertulis harganya seribu rupiah. karena bapak terus memperdengarkan kaset itu, lama-lama akupun senang lagu-lagu koes bersaudara. bahkan bapak pernah menuliskan teks lagu tersebut. jaman itu jarang teks lagu ada di kaset-kaset. setel, stop... tulis di kertas. setel lagi....stop, di-rew ketika kurang jelas kalimat dalam lagu. begitu seterusnya sampai selesai. dengan play stop rew - play stop rew jadilah teks lagu 'angin laut' di selembar kertas. akupun di kemudian hari meniru cara bapak kalau ingin sebuah teks lagu. bahkan aku punya buku kumpulan teks lagu dengan tulisan tangan. saat smp dan mulai bisa main gitar serta ngeband buku kumpulan itu sudah lebih dari beberapa biji. di atasnya ditambahkan chord-chord gitar sederhana hasil belajar mengulik sendiri.

kalau koes bersaudara mulai bosen, bapak menyetel iwan fals 'sarjana muda'. kalau yang ini aku yakin bukan kaset bapak. mungkin kaset bi ade, adik ibu yang saat itu sudah kerja di jakarta. secara waktu itu, kami masih numpang di rumah nenek. jadi kadang-kadang ada barang penghuni lain yang mampir-mampir ke ruangan keluarga kami. bapak paling suka menyetel lagu 'umar bakri' hingga kasetnya pernah kusut,pitanya harus dipotong, dan agar bisa disetel lagi disambung dengan lem. tapi jadinya ada bagian lagu yang melompat. di lain saat, bapak juga sering memutar kaset oma irama. kalau tak salah ada sekitar tiga kaset oma milik bapak. salah satunya adalah kaset 'begadang 2 dan 135 juta'. akhirnya senang juga mendengarkan dangdut oma yang penuh lirik sosial dan nasehat.

mungkin juga darah senang musik bapak menurun kepadaku. atau memang fitrah manusia senang mendengarkan musik. maka akupun menaikkan tingkat kegemaran musik dengan senang bernyanyi-nyanyi, bermain gitar dan membentuk the thinker. tidak lagi sebagai konsumen tapi juga produsen musik. minimal untuk diri sendiri. dan semenjak bisa main gitar mulai mencoba-coba menciptakan lagu. tentunya bersama teman-temanku.

" gripnya dari C ke B ke Am ke F ke G....", jelasku ke ugun yang memposisikan gitarnya sebagai bass. ada dua gitar bolong, aku dan ugun, sementara opik memegang pulpen dan buku tulisan kumpulan lagu. tadi sudah bermain gitar dan nyanyi-nyanyi lagu yang ada di buku tersebut. setelah bosan kepikiran buat lagu sendiri.
" ayo musiknya bikin dulu, ini lagi mikir liriknya.....!" ujar opik sembari tulas tulis.
akupun ber-na na na sambil memetik gitar seenak mungkin. ugun main basnya. asyik juga membuat lagu.
" ah, itu mirip lagu anu !" sesekali di antara kami protes kalau ternyata na-na na na yang dilagukan mirip sama lagu tertentu. ganti lagi, nyari melodi lain, nyari na na na na yang lain lagi sampai merasa bahwa lagu yang dibikin itu belum ada. sampai akhirnya jadilah sebuah bagian yang kami anggap layak disebut lagu

....
dunia ini milik siapa, sepi tanpa penghuni
ku berjalan, aku bernyanyi
dalam keheningan pagi'

menyambut hari tinggalkan malam
lupakan semua impian
hari ini kusimpan harap
kan datang keajaiban

langkahku telah jauh menyusuri hidup
namun belum berarti
....


"lumayanlah, lebih beradab daripada lagu pertama yang kita bikin kemarin-kemarin .." komentar ugun puas.
" setidaknya yang ini lebih filosofis....!" tambah opik senang
" setuju, ayo kita coba lagi.... takut lupa...!" ajakku dan memainkan intro lagu tadi. sekarang intronya agak dimodifikasi. metik Chordnya pakai variasi melodi. iya dong biar tidak terlalu biasa. dan harus selalu diulang-ulang, biar ngingatnya gampang.
" eh, judulnya apa ya.....?" tanya ugun
" dunia tak bertuan..." jawabku asal.
' setitik debu di angin....!" ugun juga usul.
" hmmm, dunia tak bertuan aja, kayaknya lebih cocok... tapi sementara, nanti bisa kita cari yang lebih pas...." sahut opik. " ayo, ...please welcome, dunia tak bertuan by the thiker prok prok prok.."
" aku...seorang kapiten.... kalau berjalan prok-prok prok!" aku langsung motong
" yan, yang bener dong, udah semangat nih..... "
" sorry...sorry....poison...okay, poison ?"
" tidak ah, tidak okay..."
" ha ha ha..., nyanyi pik.....!"

.... masih hanya, setitik debu di angin
yang tak terkira, tak bermakna, dan terlupa....

**


ada dua guru di kelas 3a yang dianggap galak. sebenarnya bukan galak sih. lebih tepatnya mungkin tegas dengan volume suara'bebeledagan' kayak meriam. namun anak-anak mengkategorikan keduanya sebagai dua guru galak bila dibandingkan dengan guru-guru lainnya yang cenderung kalem dan 'kalah' sama anak-anak. guru pertama yang dimaksudkan di sini adalah bu marni (semoga Allah SWT meridhoinya). beliau mengajar matematika. semenjak kelas satu nama bu marni emang sudah kukenal sebagai guru 'galak'. apalagi kakak-kakak kelas waktu itu dengan bangganya menerangkan kegalakan bu marni sampai ke titik komanya. aku yang kelas satu langsung ciut nyali dan berdoa mudah-mudahan guru yang dimaksud tidak mengajar di kelasku nantinya. atau jikapun harus mengajar di kelas kami semoga selalu ada halangan untuk itu. sebuah doa yang tidak patut dikabulkan.

dalam mengajar memang bu marni termasuk berbeda dengan guru lainnya. guru yang paling senior dengan pengalaman seabreg-abreg ini suaranya lumayan kerasbayangkan saja, matematika featuring guru galak. pas banget untuk membuat anak-anak kelas gak ada yang berani ngelawak di depannya. pas jam itu dipastikan suasana belajar mengajar tertib terkendali. sesekali terdengar juga tawa anak-anak padjam mengajarnya. tapi bukan karena salah seorang penghuni tetap kelas ada yang ngelawak, tapi karena bu marni menghukum salah seorang teman kami yang tidak bisa mengerjakan pr di papan tulis atau tidak mengerjakan pr sama sekali lalu ketahuan sama sang guru dan menceramahinya habis-habisan di depan anak-anak. saat itulah anak-anak bagaikan 'kuda lepas dari gedogan' tertawa sepuas-puasnya karena bu marni kalo marah menggunakan kalimat-kalimat retoris yang membuat sang anak tidak berkutik. kadang-kadang beliau juga mencubit si anak terhukum tersebut hingga kegelian. itulah yang membuat kelas tertawa riang di tengah ketegangan, melihat cara bu marni menghukum dan ekspresi si anak yang dihukum antara pasrah dan berkelit dari cubitan bu marni.

langganan dimarahi di depan kelas biasanya adalah sarif yang rumahnya cukup jauh dari sekolah. sarif tinggal di perbatasan kota dan selalu telat nyampe di kelas sehingga telat pula mencontek pr dari teman lainnya yang selalu rutin diberikan bu marni tiap kali mengajar. pengalaman sarifdalam hal telat juga seabreg-abreg. sejak kelas satu dia bisa dipastikan dalam seminggu ada satu atau dua kali terlambat ke sekolah. padahal jamannya kelas satu masuk siang. sampai-sampai bu eti, guru olah raga kelas satu berujar , " udah, kalau telat melulu kamu sekolahnya pindah saja....!". tapi bukannya mikir sarif malah menjawab sambil cengar-cengir, " mendingan sekolahnya aja bu yang dipindah...!". sebuah lawakan garing yang pernah ada dan tidak membantunya dari hukuman push up 20 kali. untungnya sarif cukup tabah dan hingga kelas tiga ini nggak tergoda untuk pindah sekolah maupun pindah rumah.

lawakan garing lainnya juga pernah kudengar dari sarif. misalnya ketika sempat pulang bareng melewati jalan cikuray.
"yan, sebenarnya ini bukanlah tiang listrik, tapi pulpen..." kata sarif dengan serius sambil memegang tiang listrik yang kami lewati
" iya ? "
" iya.... karena dipasang dan ditanam di sini maka jadilah pulpen itu tiang litrik....".

atau saat naik angkot bareng ketika hujan deras sepulang sekolah, sarif berbisik :
"yan, sebenarnya ini bukanlah angkot, tapi roti...!"
" kenapa bisa gitu?"
" ini dikarenakan ada sopirnya, ada penumpangnya, dan ada bannya..maka orang-orang sepakat menyebutnya angkot. sebenarnya ini, roti yan..." jawab sarif dengan tampang meyakinkan. biarpun gak lucu aku menyempatkan diri tertawa. yang, kasihan dia udah mikir. tapi idenya orsinil juga ya, kalau jadi pengarang bakal bagus tuh.

yang kedua langganan kemarahan bu marni adalah agus. nih anak emang bengal. bukan lagi telat tapi memang jarang masuk kelas sama sekali. pun pada pelajaran-pelajaran lainnya. yang sering ikut terkena getahnya adalah sang km ijo. berkali-kali ijo diminta menasehati agus agar rajin-rajin masuk sekolah. apalagi kelas tiga sudah mendekati ujian dan ebtanas. berkali-kali ijo menasehati dan berkali-kali agus tak peduli. makanya berkali-kali agus kena marah bu marni dengan berbagai alasan. agus juga termasuk manusia yang tabah. seperti syarif, dia hanya cengengesan di depan meski jadi tontonan anak-anak selama pelajaran berlangsung.

bisa dipastikan dalam menghadapi mahluk macam ini bu marni mengeluarkan quotenya yang terkenal, " harus mikir dari sekarang.... jangan gimana nanti... tapi nanti gimana !". sebagai guru yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya, wajar saja kalo bu marni selalu 'streng' saat mengajar. tujuannya kan baik, agar anak-anak berdisiplin dan berprestasi baik di sekolah.

guru kedua yang dianggap galak oleh murid-murid adalah pak udan (semoga Allah SWT merahmatinya). beliau guru pelajaran bahasa indonesia yang juga tegas dan rajin memberi pr. dengan kumis melintang pak udan sudah memiliki modal dasar yang baik untuk dianggap guru galak. apalagi volume suaranya selalu high level, selevel dengan bu marni. anak-anak nakal di sekolahan selalu meledeknya di belakang seperti ini," a, e, i, u dan o adalah hurup vokal". jahat banget kan. bukannya menghormati guru tapi malah mempermainkannya. tapi mereka malah berkelit, " nggak ngeledek kok, lagi menghapal apa bedanya hurup konsonan dengan hurup vokal". he he dasar anak bandel, bisa aja ngejawabnya.

dan di tengah-tengah pelajaran pa udan inilah the thinker nekad briefing sambil bisik-bisik. setelah di jam pertama bahasa indonesia pa udan memberi ulangan dadakan, maka ditingkerpun secara dadakan rapat gelap di jam kedua pelajaran pa udan. temanya, apalagi kalau bukan ngbrolin rencana buat latihan nanti siang. hari ini memang jadwalnya capcay. ya, karena latihan yang kemarin gagal total oleh hadirnya preman rocker di pak tulus. meskipun jumlah lagu yang dimainkan belum nambah tapi semangat dalam merental studio tak berkurang.
" sekarang mah jangan mau kalau digeser-geser, yan....!" bisik opik dari belakang. aku yang nyender di sandaran mengangguk,
" tapi kamunya jangan diem aja, kayak kemarin....!"
" he he...kemarin kaget banget, takut juga ketang...." sahut opik cengar-cengir
" heueuh, aku juga ngajak ngobrol malah dibentak...gondok pisan !" kata ombi di bangku sebrang.
" namanya juga orang mabuk, mbi,... "
" eh, kalau nanti ada yang seperti itu lagi, lawan oleh semua ya...!" ujarku.
" iyalah, setuju... sok aja kamu yang maju..." eka ikut nimbrung.
" ngomong aja baik-baik... kita juga mau manggung, gitu..." jawab opik
" iya... iya... Sssttt... pa udan ngelihat kita uy..." kataku ngasih tahu. lantaran terlalu bersemangat anak-anak jadi gak kontrol brifing underground nya. agak-agak heboh dikit. rupanya pa udan sudah selesai meneliti lembaran-lembaran kertas ulangan anak-anak dan sempat melihat ada mudrid yang ngobrol melulu.
" yan, ke depan....!" seru pa udan. anak-anak sekelas terdiam. ada apa nih ? wah, ketahuan, deh.... ngobrolnya terlalu keras sih. akupun berjalan ke depan dengan muka terdakwa. pasrah. anak-anak ditingker hanya mendoakan dalam hati, moga-moga nggak ikut-ikutan tersangkut.
" yan, kamu ngajak bapak berantem ya!" kata pa udan.
walah, aku langsung kaget. gentar dan takut. tapi tetap mencoba tenang.
" nggak atuh pak... mana berani !"
" bener ?"
" iya pa...., tapi saya ngaku tadi di belakang agak ribut....maaf pak"
" ah, biasa ribut mah... bapak udah tahu. bukan itu!"
" lalu apa pa..?" aku jadi penasaran
" nih, kamu ngajak berantem bapak karena ini!"
kertas ulangan? aku makin gak ngerti.
" kamu nulis nama dan kelas pakai spidol warna merah ! artinya ngajak gelut !" jelas pa udan.
" oh... tapi saya nggak bermaksud gitu, pa !" elakku. da emang gak merasa ngajak berantem guru. apalagi pa udan.
" tulisan warna merah itu punya makna, tantangan !" kata pa udan lagi.
" oh, gitu, pa... maaf atuh... tadi mah saya bermaksud gaya aja" kataku jadi gak enak hati.
" ya udah, balik lagi ke bangku... jangan diulangi lagi...!"
" iya pak...." akupun kembali ke bangkuku dengan rasa yang gak jelas.

jadi gitu toh, warna merah berarti ngajak bertarung. bukannya, warna merah gak boleh jalan atau warna merah artinya satu lagu lagi kalau di pak tulus ?. ah, makin gak ngerti aku, bah...

***

lagi-lagi 'seek and destroy'. siapa ya yang kali ini yang bawain ? meskipun permainannya tidak sebagus yang pernah didengar di studio ini sebelumnya. tapi lumayan rapi. sayang gorden-gorden studio ditutup rapat. jadi gak bisa ngintip untuk lihat siapa yang main seperti biasanya

ya, the thinker sudah di depan studio rental pak tulus. setelah meneliti kiri kanan depan belakang atas bawah luar dalam bahwa preman rocker sedang tidak di sekitar barulah the thinker merasa lega dan duduk-duduk di bangku panjang sembari mendengarkan metallica cover version dan cukup terhibur dengan seek and destroy dan wherever i may roam diulang-ulang oleh band sebelum thinker. opik malah ikut-ikutan nyanyi di bagian reff, "...seciiii, sik en destroy....!!". dulu memang dia pernah pinjem kaset ini ke opik ocoy, teman sekelas. dan katanya dia juga senang lagu lainnya, seperti 'metal militia'

tak perlu diceritakan bagaimana the thinker nyampe di studio pak tulus lagi. kayaknya udah klise : lewat sawah, terjebak di lumpur pematang sawah, ketemu anjing yang sama, keluar masuk gang, menghindari preman dan sampai deh. paling juga tadi pas di bagian 'anjing ngagogog' semua pada inget nasihat pak abdul majid, guru agama kelas tiga yang sempet bilang :

" kalau ketemu anjing di jalan, sebelum dia menggigit.... duluan kita gigit anjingnya...!" anak-anak sekelas pada ketawa waktu itu. cuma itu aja, dan gak ada yang bermaksud mengamalkannya, meskipun kata opik tadi, " sok yan... gigit buntutnya...!" sialan, emangnya aku apaan ? tapi tak urung terkekeh juga membayangkan bagaimana kalau buntut anjing keduluan digigit manusia.

setengah jam menunggu sambil meluruskan kaki yang pegel-pegel, akhirnya band metallica cover version itu berhenti juga. lagu-lagu yang dibawakannya meskipun cuma dua dan diulang-ulang menurut kami udah bangus banget. bisaan lah, bawain lagu metal beneran. ditingkerpun segera bersiap-siap. stik opik sudah dikeluarkan. sudah gak sabar ingin menghajar drum sekeras-sekarasnya hari itu. asyik, jadi juga latihan...........

satu, dua, tiga....pintu dibuka, ternyata wajah-wajah yang kami kenal yang nongol.
" eh, ada the thinker....!" kata seorang dari mereka, erik ongoh. lalu berturut-turut nongol: opik ocoy, tedi 3b, dan roni 3c. surprise ! sejak kapan mereka tergabung band?

" latihan..latihan ?" tanya ongoh. anak-anak the thinker jadi sedikit sungkan mau latihan. ya, soalnya ada band lain di kelas yang lebih bagus mainnya. dan selama ini tidak terdeteksi oleh radar mata-mata the thinker. padahal mah, biasa we atuh nya. tapi waktu itu entah kenapa the thinker mendadak tidak suka kehadiran mereka saat ini di sini. the thinkerpun masuk studio dan bergegas ke peralatannya masing-masing. setem gitar, stem bas, cek sound ini itu dan lain-lainnya yang biasa dilakukan sebelum latihan.

bandnya ongoh cs juga bukannya pada langsung pulang. tapi malahan ikut masuk ruangan studio dan melihat latihan the thinker. karuan saja, ditingker jadi tidak konsentrasi dan grogi. tidak bisa gila-gilaan seperti biasa. memang setelah mendengar seek and destroy mereka, kami jadi minder. orang lain udah bagus dan rapi mainnya. sementara the thinker belum kompak-kompak juga, padahal lagunyapun masih yang slow dan mudah-mudah. never say goodbye lewat begitu saja tanpa spirit bon jovi. don't cry sepertinya malahan mencerminkan suasana gak enak the thinker saat itu. berkali-kali melodi yang kumainkan terpeleset di nada-nada aneh.

"mbi, mau nyobain drum?" kata opik saking gak semangatnya setelah dua lagu tadi. ombi senang, biasanya kan diusir melulu dari set drum. meskipun sedih juga, latihan hari ini kok gak seperti biasanya. kayaknya hari itu ombi doang yang paling semangat. nyobain drum, bosen. nyobain gitar listrik memainkan efek metalzone. lalu nyoba-nyoba metik bas. gitu aja bolak-balik.

sampai lampu studio menyala merah.
" yan, selagu lagi tuh....", ongoh cs mengingatkan.
" nggak ah, cape...!" jawabku kesel, tapi gak jelas kesel ke siapa. tiba-tiba inget simbol merah yang tadi dijelaskan pa udan seakan mewakili perasaan kami pada ongoh cs : mengajak berantem ! astagfirullah, kok jadi su'udon....

sampai waktu habis hanya memainkan masing-masing dua lagu dan itupun kacau semua. ya, seperti ada beban psikologis. gugup segugup-gugupnys. padahal baru ditonton teman sendiri. padahal nanti rencananya mau manggung dan ditonton orang sesekolah. padahal di kemudian hari ingin konser ke amna-mana sebagai band pembuka the changkilung. ternyata main band juga harus siap mental. pelajaran lagi, bahwa rencana-rencana dan mimpi-mimpi itupun beresiko. bahwa semangat saja belum cukup. jadi inget lagu yang kemarin baru saja dibikin bahwa kami : 'meski sudah jauh melangkah tapi belum berarti dan masih setitik debu'. ya, dipas-pasin aja kalau kurang nyambung mah.

" hayu balik, ah. duluan nya...!" kata ongoh cs akhirnya. dan langsung cabut begitu latihan kami usai. kami membiarkan mereka duluan. ya, rasanya males jalan ke depan bareng mereka. tanpa saling berbicara kamipun pulang dengan lesu. latihan hari ini kacau lagi dengan beban perasaan lebih parah ketimbang digeser latihan oleh preman rocker. oh, poison... hari ini tidak okay, poison !

semenjak itu, semenjak itu sodara-sodara,..... ada aroma kompetisi di antara kami. di antara the thinker dan ongoh cs. kompetisi band yang sebenarnya wajar saja terjadi. dan bagi kami ini serius. apalagi tujuannya sama : manggung saat perpisahan. meskipun di dunia sekolah masih pren-prenan namun di dunia band kami beda sikap. untungnya, masih ada waktu untuk terus berlatih, masih banyak lagu yang harus diulik dan dimainkan. ya, nyantai aja gimana nanti... quote bu marni tidak usah terlalu dibawa-bawa dalam hal ini. so,... go go the thinker, go go...bumi membutuhkanmu !!

begitulah, katanya.....