Brak !
Tabrak lari !
Beberapa orang di sekitarnya, santri-santri kecil yang baru pulang mengaji memburu sosok tubuh itu. Sebagian merentangkan tangannya menghentikan kendaraan yang lalu lalang di jalan itu. Yang lainnya memapah tubuh tua ringkih ke pinggiran jalan, ke trotoar.
Ada apa ! Ada apa ?
Darah berceceran di jari kaki pemilik wajah sayu berpeci lusuh itu. Erangan kesakitannya hampir tanpa suara. Orang-orang masih bertanya-tanya. Sebagian mengucap sumpah serapah pada pengendara motor tak berperikemanusiaan yang sudah berada entah di mana. Seorang dari mereka mengambil obat merah pereda luka. Yang lainnya mengambil air minum lantas memberikannya kepada bapak tua itu.
Glek...glek !
Sekejap air bening hangat di dalam gelas berpindah ke tenggorokan lalu ke perut. Nampak wajah sayu itu sedikit demi sedikit mulai membiaskan kelegaan. Tak lagi debaran jantung berpacu cepat. Telah agak ringan keterkejutan. Lalu berceritalah dia, siapa dari mana hendak ke mana.
Hati-hati, pak. Jangan lengah lagi ! Hanya anggukan lalu diam.
Ngeeng...!
Segera angkot berlalu meninggalkan tempat itu. Meninggalkan orang-orang yang menatapnya penuh kasihan. Meninggalkan bungkusan makanan yang tak sempat dinikmati. Meninggalkan cerita sepulang mengajar mengaji.
Malam masih di tempatnya, masih setia membagikan sepi dan gigil dingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar