Jumat, 27 Februari 2009

SEPULANG MENGAJAR NGAJI


Brak !

Sesosok tubuh terkapar tak berdaya di tengah jalanan sepi saat gelap malam mulai merayap. Di sekitarnya berserakan bungkusan plastik hitam berisi entah apa sudah dalam keadaan tidak beraturan. Bisa dipastikan seluruh isinya hancur berantakan. Mungkin makanan. Sementara itu motor tanpa lampu depan yang menabraknya langsung melaju ke arah utara.

Tabrak lari !

Beberapa orang di sekitarnya, santri-santri kecil yang baru pulang mengaji memburu sosok tubuh itu. Sebagian merentangkan tangannya menghentikan kendaraan yang lalu lalang di jalan itu. Yang lainnya memapah tubuh tua ringkih ke pinggiran jalan, ke trotoar.

Ada apa ! Ada apa ?

Darah berceceran di jari kaki pemilik wajah sayu berpeci lusuh itu. Erangan kesakitannya hampir tanpa suara. Orang-orang masih bertanya-tanya. Sebagian mengucap sumpah serapah pada pengendara motor tak berperikemanusiaan yang sudah berada entah di mana. Seorang dari mereka mengambil obat merah pereda luka. Yang lainnya mengambil air minum lantas memberikannya kepada bapak tua itu.

Glek...glek !

Sekejap air bening hangat di dalam gelas berpindah ke tenggorokan lalu ke perut. Nampak wajah sayu itu sedikit demi sedikit mulai membiaskan kelegaan. Tak lagi debaran jantung berpacu cepat. Telah agak ringan keterkejutan. Lalu berceritalah dia, siapa dari mana hendak ke mana.

Luka itu kini telah diobati seadanya. Ditutupi kapas putih yang sudah tak putih lagi karena darah dan obat merah. Agar kuat perbanan sederhana itu diikat dengan karet gelang berwarna merah. Terima kasih ! Ucapnya parau. Seseorang memapahnya menyeberang jalan. Mobil angkutan berhenti didepan mereka. Pak tua masuk dengan susah payah. Masih ada pegal, masih ada kepedihan lain yang harus disembunyikan. Mereka tak boleh tahu.

Hati-hati, pak. Jangan lengah lagi ! Hanya anggukan lalu diam.

Ngeeng...!

Segera angkot berlalu meninggalkan tempat itu. Meninggalkan orang-orang yang menatapnya penuh kasihan. Meninggalkan bungkusan makanan yang tak sempat dinikmati. Meninggalkan cerita sepulang mengajar mengaji.

Malam masih di tempatnya, masih setia membagikan sepi dan gigil dingin.

Tidak ada komentar: