Kamis, 19 Februari 2009

DOEL SUMBANG, PKL, TUKANG BECA, DAN 'PEDAGANG DAGING'.

Pernah dengar lagunya Doel Sumbang yang berjudul 'genah merenah tumaninah'?. Atau setidaknya pernah tahu lagu tersebut ?. Sayang sekali kalau anda belum kenal dengan lagu tersebut. Saya mungkin terlalu berlebihan, tetapi lagu berlirik bahasa sunda tersebut memang keren habis. Saya tertawa ngakak ketika pertama kali mendengar bait-bait lirik segar sususan kang doel itu. Lucu sekali gaya bernyanyi kang doel di lagu sepanjang sepuluh menitan itu. Bagi para orang tua mungkin bakal mesem-mesem saja apa lagi di seputaran lirik tentang 'pedagang daging'.

Lagu ini bercerita tentang pemahaman slogan kota bandung 'genah, merenah, tumaninah' dari sudut pandang para 'wirausahawan kecil' penghuni kota dan pemerintah kodya bandung dalam hal ini walikota. Memang sepertinya latar belakang penulisan lagu ini adalah ketika pak walikota bandung waktu itu memperkenalkan semboyan bandung yang baru sesuai dengan visi misi kepemimpinannya. Dan untuk memasyarakatkan semboyan ini di beberapa tempat di sekitar kota tulisan-tulisan gmt (genah merenah tumaninah) bertebaran. Kang doel yang jeli menangkap fenomena ini dan dari pergaulannya dengan masyarakat kecil, lahirlah karyanya ini.

Gaya bahasa bercerita dalam lagu sepertinya sudah menjadi 'trade mark' setiap lagu ciptaan kang doel. Monolog dan dialog yang diselipkan di sela-sela lagu sering kali membuat para pendengarnya tersenyum. Gaya ini terutama di lagu-lagu berlirik bahasa sunda, ingat saja lagu 'polisi no ban' dan 'sono ka kodim' di album ema. Hal ini diulangi lagi di lagu gmt dari album bong abong. Sementara iringan musik yang cuma gitar akustik memang ciri khas doel sumbang sejak dulu di pertama kemunculannya ketika kang doel mencipta lagu berlirik bahasa indonesia. Ini dapat diamati pada lagu 'aku', 'didi benjol', dan 'gendut bandel' yang menurut pengarangnya 'sangat doel soembang' banget.

Sebagai mantan penyanyi jalanan, kang doel masih konstan menciptakan lirik-lirik yang mengkritisi keadaan masyarakat sekitar dan juga penguasa. Namun beberapa tahun belakangan, mungkin karena faktor komersialisme, kang doel mambawakan lagu pop berduit dengan penyanyi wanita dan wara-wiri berlip sinc ria di sejumlah stasiun tv swasta. Menurut saya saat itu doel soembang sedang keluar dari khittahnya. Bisa jadi invasi penyanyi-penyanyi baru membuatnya agak bercabang antara idealisme dan kebutuhan dapurnya.

Kritik yang dilontarkan kang doel dalam 'genah merenah tumaninah' tidak hanya ditujukan untuk pemerintah saja tapi juga terhadap pengusaha kecil yang dianggapnya kurang begitu paham tentang pentingnya kebersihan dan keindahan kota.

Odoy obarna, seorang pedagang kaki lima sangat 'reueus' (salut) pada pak walikota bandung yang baru karena telah memperbolehkankan para pkl berjualan di alun-alun. Dia tidak perlu gelisah lagi kalau sedang berdagang karena tidak ada lagi tibum yang akan megobrak-abrik jualan mereka. Padahal dahulu pada jaman walikota yang lama pkl tidak bisa berjualan di tengah kota. Sekarang, katanya bisa membawa uang lebiht ke rumah.

Seorang tukang becak, ojay sumpena, asli orang leuwidulang, juga mengungkapkan hal yang kurang lebih sama tentang kekagumannya pada walikota yang baru. Saat ini dia bisa narik beca hingga ke kota, ke alun-alun, 'ngaleor' ke cikapundung hingga ke jalan braga. Dia merasa income nya menjadi bertambah dengan banyaknya penumpang yang naik becanya. Dulu, kalau sedang narik beca mang ojay selalu resah karena takut ditangkap polisi. Tetapi sekarang kalau sedang parkir beca dan malahan tertidur lelap di depan pendopo tidak ada seorangpun yang mengusiknya. Lewat kang doel, mang ojay sempat juga titip salam untuk pak walikota yang sangat baik terhadap wong cilik itu

Sementara itu seorang 'pengusaha daging', ceu sari item, juga merasa terbantu ekonominya dengan diperbolehkannya berusaha di alun-alun. Sebelumnya dia berjualan di jalan gardujati belok sedikit agak ke dalam, yakni gang sari, sesuai dengan namanya yang sudah populer. Ceu sari mempunyai langganan yang banyak, dari mulai duda hingga mahasiswa. Usaha dagingnya yang sudah lama dan berpengalaman itu mendapat pujian pelanggan, para pelanggan menyebutnya 'pelem'. Namun belakangan ini ceu sari merasa bahagia sekali karena di tempat jualannya yang lama didirikan pesantren, tempat menimba ilmu agama katanya menambahkan. Tetapi yang lebih membahagiakannya lagi adalah akibat tempat jualannya dibersihkan, ceu sari kini bisa berjualan di alun-alun dan langganannya menjadi bertambah, tidak hanya duda dan mahasiwa tapi juga pns. Menurutnya harga jualnya tinggi dan incomenya meningkat.

Nah, menurut odoy sobarna, ojay sumpena, dan sari iteum keadaan mereka sekarang ini sesuai dengan slogan pemerintah yakni 'genah merenah tumaninah'. Mereka tidak peduli apakah keadaan kota bersih atau tidak, itu bukan urusan mereka. Kebersihan kota tergantung pada siapa yang membersihkan, demikian pendapat ceu sari. Sementara 'genah merenah tumaninah' menurut pendapat warga lainnya adalah bandung yang aman tertib indah bersih lancar sehat.

Akhirnya disimpulkan bahwa 'genah merenah tumaninah' versi warga kota (usahawan kecil) dan pemerintah/walikota berbeda. Yang menjadi masalah adalah bagaimana caranya agar perbedaan itu bisa menghasilkan sesuatu yang positif. Dan yang pasti pemerintah harus terus berupaya keras agar bandung menjadi indah. Tetapi warga kota juga harus berpartisipasi dan bertanggung jawab dengan keadaan kota bandung tercinta. Demikian kira-kira isi dari lagu 'genah merenah tumaninah' ciptaan doel sumbang

Doel sumbang sangat pintar mengangkat tema sederhana menjadi sebuah lagu yang bermutu. Karya-karya doel sumbang patut disejajarkan dengan karya-karya iwan fals yang telah menasional. Kelebihannya, kang doel ini juga bermain di wilayah lokal (sunda) meskipun mereka berdua sama-sama beranjak dari bandung. Jumlah album lagu berbahasa sunda dan lagu berbahasa indonesia doel sumbang seimbang. Setidaknya dua tahun sekali kang doel menelurkan album baru. Pemunculannya di televisi saat ini sepertinya diatur, tidak terlalu sering. Mungkin ini strateginya agar pendengar tidak cepat bosan. Manggung-manggung dengan sponsor perusahaan swasta juga dijajakinya terus, di samping kadang-kadang berbagi pengalaman di berbagai forum kebudayaan sebagai pembicara.

Tidak ada komentar: