Rabu, 11 Februari 2009

DIA

aku mengenal dia empat tahu silam di suatu keramaian. berkat seorang teman dekat. putih dan imut kesanku, tapi belum ada rasa waktu itu. tidak ada rasa malah. karena rasaku sedang ada di suatu tempat di suatu rindu. aku sedang bercengkrama dengan sebuah hati lain. sebentuk keramahan yang tiba-tiba muncul setelah lama aku disepikan masa. sehingga semua gelegar itu membanjiri degup-degup yang tak pernah kualami
dia, tak pernah kuperkirakan waktu itu.
dalam empat tahun itu dia melakukan pendekatan kepadaku, sementara aku malah mencoba penjauhan darinya. aku menyibukkan diri dengan wajah lain. aku benar-benar dimabukkan wajah lain itu. aku benar-benar dijangkiti penyakit oleh wajah itu. aku berlari-lari mengejar dia ke semua sudut. aku menyangka ini cinta.
dia, masih saja sering menelpon ke tempat singgahku saban malam.
wajah itu ternyata semakin bersembunyi dariku. aku seperti hendak menangkap bayang. tapi selama itu masih saja aku tak ingin menyadarinya. aku seperti ektase oleh tampilannya. hatiku telah terlanjur diletakkan di dadanya. sementara hatinya entah di orang yang mana. dan itu kuketahui kemudian bukan untuk aku.
dia, mulai sering menyambangiku mencoba meluluhiku
bertahun, kemudian aku tahu wajah itu , tampilan itu, senyum itu bukan untuk aku. kalaupun kupaksakan, itu bukan cinta. persahabatan istilahnya. dan aku sedikit tersadarkan karenanya. cinta tak mesti harus memiliki. aku masih sering memimpikan wajah itu kadang-kadang.
dia, masih saja mencoba meraih tanganku. persahabatan kutawarkan kepadanya
wajah itu tidak benar-benar terlupakan. tampilan itu sering melintas bila membuka catatan-catatan lama. senyum itu memang pernah menyekapku tanpa syarat.
dia menangis, mengaburkan diri dariku.
***
dia tak pernah bisa melupakan aku walaupun aku mengabut darinya. dia masih saja menyimpan banyak cerita untukku. dia mencintai aku dengan sejati. dia mencintai aku diam-diam. dia menyimpan seluruh duka gembiranya untukku.
dua tahun sudah dan dia masih mencoba menyusuri jejakku. menandai bekas-bekas perehatanku. aku sibuk dengan udaraku. nafasku yang membeku dan menghangat bergantian.
dia tak peduli. diciuminya setiap nuansaku. dikaguminya semua ucap bicaraku.
tiba-tiba dia tersadar. dia merasa telah tersamarkan. dia merasa tertipu mentah-mentah dalam pencariannya itu. dia berlari dariku. menjarakiku sejauh-jauhnya. bersembunyi setungkup-tungkupnya dariku. dia menghilang.
aku tersentak karena sepi juga kiranya ketika dia tak ada.
***

(mungkin) cinta selalu menjalari pijakannya sendiri. dia tak pernah benar-benar pergi. bagaimana mungkin pudar bila gravitasi masih menarik-narik dan menolak-nolaknya ke arahku. tapi dia lain kini. akupun telah beda.
adalah suatu suasana yang membuat aku membutuhkan dia. meski dia pasrah oleh ketidakpedulianku. adalah suatu kekosongan yang membuat aku merasa ingin dia sebagai pengisinya. maka akupun membuka hati untuknya.
tidak serta merta. tapi sebuah perjalanan panjang. sebuah perjalanan mengalahkan rasa ragu dan ketakutan. dia mendekapku erat. dia memelukku penuh sayang. dia menuntunku sembari membisikkan kata-kata mujarab. aku tertidur di pangkuannya.
ketika terbangun dia masih di sana. menungguiku sambil menyaji teh. aku terpesona mendengarkan semua cerita dia. aku takjub dengan kepribadiannya. ada tegar tersirat dari kata-katanya.
begitulah, lambat-lambat aku meyadari mencintai dia. kemudian rindu. entah apa lagi nanti. malam dan siang , pagi dan petang.
***
hingga kini aku masih juga saling bergandengan tangan dengannya. entah kemana tujuan kami. hanya doa dan sabar yang kini sedang kami resapi. entah sampai kapan.

Tidak ada komentar: