Selasa, 24 Februari 2009

Toko Merdeka

Bicara pengkolan tahun 80an, ingatan kita pasti tak lepas dari toko Merdeka. Inilah the one and only mall Garut era 80an. Letaknya di jalan Ciledug dekat simpang tiga jl Ahmad Yani, di sebelahnya ada toko obat hen ho tong yang juga khas Garut 80an. Sebenarnya toko Merdeka masih punya saudara lagi, yakni Warung Merdeka yang letaknya masih di jalan Ciledug juga. Secara, warung merdeka ini mengkhususkan jualannya berupa kebutuhan pangan sehari-hari, termasuk sayur-sayuran. Sementara itu toko Merdeka ada di jalur penjualan barang kelontong, pakaian, mainan, sepatu, peralatan rumah tangga, jenis-jenis kain, gorden, alat-alat tulis, makanan ringan, dll.
Toko merdeka, berdiri di atas areal seluas sekitar 500 meter persegi dan merupakan bangunan tiga tingkat. Di pelataran luar toko dekat kaca berjajar pot-pot tanaman. Konsep pelayanannya mirip borma-borma atau griya-griya di jaman sekarang. Barang-barang jualan masih di simpan di etalase-etalase, seperti alat tulis, alat kecantikan, mainan. Bayangin aja, toko-toko konvensional yang barangnya di simpan di etalase dan pelayannya melayani di dalam, jadi tidak ada konsep swalayan. Apa-apa dilayani pelayan. Kalau mau barang ini itu kita tunjuk dan pelayan mengambilkan. Memang sih ada juga barang yang bisa kita lihat-lihat secara langsung.
Di lantai pertama berjejer etalase-etalase jualan makanan, kain-kainan, perabotan rumah tangga. Juga kasir. Setiap pembayaran mau-tidak mau harus bayar di sini, pembeli tinggal ngasihin bon sama uang. Barang yang dibeli diantarkan ke kasir oleh pelayan. Kadang-kadang kita ngantri untuk membayar. di dekat kasir ada etalase jualan kaset, hanya jumlahnya tak banyak. Yang saya ingat di sana ada jualan kaset ceramah bahasa sunda KH AF Ghazali.
Kemudian di lantai dua ada etalase alat tulis plus mainan, kain-kain rumah tangga, serta alat kecantikan. Yang unik, untuk 3 tempat lantai 2 tersebut tangganya berbeda-beda dan lantainyapun terpisah. Jadi kalau mau ke tempat alat tulis dari tempat kain rumah tangga kita harus turun dulu ke lantai satu. Oh, ya Garut 80an belum mengenal tangga berjalan. Jadi tangganya masih tangga semen dengan lantai keramik jadul yang tebel-tebal. Di pinggirnya ada pegangan yang sering dipakai perosotan kalau turunnya mau cepat sampai.
Barang-barang seperti sepatu dan tas diletakkan di lantai tiga. Sepatunya banyak jenis dan harganya tidak terlalu mahal. Ada tempat duduknya juga kalau orang mau nyobain sepatu yang hendak dibeli. kalau diizinkan kita boleh main ke balkon lantai tiga yang langsung menghadap ke jalan dan melihat-lihat keramaian jalan Ciledug. Itupun kalau kebetulan pintu keluar balkom sedang dibuka.
Kalau dilihat dari sudut pelayanan, toko merdeka ini mengambil konsep semi swalayan. Ya, karena ada yang dilayani oleh pelayan untuk barang tertentu dan ada juga yang kita bebas menentukan sendiri barangyang dibeli. namun dalam hal pembayaran tetap kita harus menyerahkan bon pembayaran. Gak ada cerita kita langsung bawa barang dan membayarnya di kasir. Makanya ada juga yang iseng, barang yang dibawa pelayan ke kasir tidak jadi dibeli.
Dari segi harga, barang yang dijual tidak bisa ditawar lagi. Sudah ditentukan dari sononya harga sekian. Jadi tidak ada acara tawar menawar seperti toko konvensional yang longgar. Konsep harga mal-mal kota besar sudah digunakan oleh pengelola toko Merdeka. Namun, yang namanya barcode, sistem harga dengan komputer tentu saja belum ada. Meskipun kasir menggunakan alat hitung yang semi modern, yakni mesin hitung gabungan dari kalkulator dan mesin ketik dan pakai listrik (he he saya gak tahu namanya).
Para pelayannya memakai seragam. Sistem kerjanya pakai shift. Jadi toko buka dari jam delapanan sampai jam satuan. Lalu toko tutup dan buka lagi selepas ashar hingga jam delapanan malam lebih. Kalau toko merdeka sudah tutup, dipastikan kawasan pengkolan akan segera sepi. Toko Merdeka ini memang termasuk trendsetter pada jaman itu.
Di bulan-bulan Ramadhan hingga Lebaran toko ini rame banget. Para pembeli yang mau berlebaran sering berbelanja di toko ini karena barangnya lengkap. One stop shopping, hanya di sini gak ada restoran siap saji. Kalau mau makan, maka kita tinggal jalan sedikit lalu nyebrang ke jalan Mandalagiri atau biasa disebut kawasan jagal. Sebelum pasar makanan malam Ceplak dipindah ke di jalan Siliwangi, maka disinilah tempatnya dulu. Kalau gak salah di tahun 90an ceplak dipindahkan ke jalan Siliwangi. Insya Allah seri di seri Pengkolan akan kita bahas pasar Ceplak Jagal (wah, saya harus ngumpulin memori-memori lalu nih).
Begitulah sekelumit tentang toko Merdeka di jaman 80an. Sebuah toko yang terintegrasi yang mungkin masih banyak dikenang orang-orang Garut. Saya yakin orang-orang Garut yang mengalami masa 80an masih kangen untuk ‘shopping’ di toko Merdeka ini. Namun toko Merdeka sekarang sudah hampir punah (hus, memangnya hewan langka). Tempat itu sekarang (mungkin) sudah dijual sama pemiliknya (atau disewakan) karena kalah bersaing dengan toko lainnya terutama dengan jaringan mall-mall yang barangnya lebih up to date, lengkap, dan tentu saja pemiliknya punya modal gede.
Yang saya tahu, toko Merdeka sekarang sudah dibagi dua tempatnya. Salah satunya ada yang jadi toko pakaian obralan. Sementara itu di depannya berjejer kaki lima. Toko Merdeka memang hanya tinggal kenangan saja. Tentu saja kenangan yang indah, setidaknya bagiku.

Tidak ada komentar: