Rabu, 11 Februari 2009

CERITA TEMAN SEBANGKU

I
..........
Ini tentang seorang teman saya . Pertama kali melihatnya ketika saya bersekolah di SMAN 1 Garut dulu, tepatnya ketika saya baru kelas satu. Oh, ya SMAN 1 Garut sekarang namanya telah berubah menjadi SMUN 1 Tarogong (lalu berubah lagi menjadi SMAN 1 Tarogong Kidul). Waktu kelas satu sekitar tahun sembilan duaan saya bertempat kelas di satu delapan. Kelas saya tepat menghadap ke lapangan upacara dan lapangan basket. Ini saya kemukakan karena ada beberapa kelas yang letaknya di belakang kelas saya sehingga letaknya tidak menghadap ke lapang basket. Dan juga kelas saya menjadi tempat perlaluan anak-anak yang akan menuju kelasnya terutama pada pagi-pagi ketika masuk kelas. Kebetulan pula kelas saya termasuk ada di bagian depan.
Teman saya yang akan saya ceritakan itu nggak sekelas dengan saya waktu kelas satu dulu. Dia kelas satu-satu. Waktu itu saya sedang duduk-duduk di teras depan kelas sambil menunggu bel masuk berbunyi. Saya baru saja menyelesaikan PR matematika di kelas. Keadaan sekolahan mulai rame waktu itu. Kebiasaan di sekolah itu memang nongkrong-nongkrong di depan kelas serta menggoda cewek-cewek yang lewat. Ada teman saya Dedih yang preman sekali tetapi jalannya geboy. Rambutnya disisir rapi dan duran-duran dikit. Dia biasanya menjadi kepala geng satu delapan. Konon di kampungnya di Bayongbong dia mempunyai pacar seorang penyanyi dangdut. Biasanya kalau ada Dedih acara nongkrong itu lebih bersemangat. Saling ledek-ledekan dengan anak yang lainnya. Dedih memang punya keberanian yang lebih, kan dia preman. Tapi walaupun begitu hatinya baik. Dialah yang pertama kali mengistilahkan warung jajan dengan sebutan kantin yang membuat Ombie teman dekatku beda kelas terbahak-bahak, pasalnya istilah kantin nggak ada di sekolah kami. Paling-paling anak-anak sekolahan menyebutnya warung mang Udin atau Mang Ade. Selain itu ada juga Ali yang hitam banget kulitnya dan preman juga kelihatannya tapi dia baik hati juga, ngajinya bagus.
Biasanya kalau nongkrong kami juga sering gabung dengan anak-anak kelas lainnya yang kebetulan kenal. SMAN 1 Garut dikenal sebagai tempat penampungan anak-anak dari SMP 1 dan SMP 2 Garut, selebihnya buangan dari SMP-SMP lainnya dan mereka tentu aja pilihan di sekolahnya dulu. Jadi satu sama lain pasti mengenal karena berlatar SMP yang sama. SMP 1 dan 2 biasanya bersaing, tapi setelah beberapa lama sudah bersatu.
Saya yang lagi nongkrong melihat si calon teman saya itu berjalan dengan jumawa. Rambut rancung dan dengan gagahnya berjalan menebarkan senyum. Pasti dia SMP 2 (saya SMP1), karena kelihatan PDnya. Sepatunya sepatu kulit mirip-mirip yang saya kenakan. Melihat gayanya itu saya langsung nggak suka dan ingin sekali menonjoknya. Tapi kelihatannya dia baik juga karena orang-orang menyapanya. Dalam hati saya tidak ingin kenal dengan anak ini, pasti dia sejenis orang-orang yang 'sok iye'. Pikir saya mentang-mentang anak satu-satu, bahihi (barudak hiji-hiji) gayanya begitu nyebelin. Pada jaman saya memang sepertinya ada aturan tidak tertulis bahwa anak-anak satu-satu itu lebih bagus dari anak-anak kelas nomer berikutnya. Jadi bila itungannya lebih kecil dia lebih bagus (seperti ketika smp saya ada di kelas tiga a, dan merasa lebih baik dari kelas b c dst). Dengan begitu kelas satu delapan saya paling tertinggal. Padahal kenyataannya enggak begitu. Mungkin saja itu perasaan saya aja.
Ketika pulang naik angkot, saya sering ngelihat dia pulang jalan kaki ke arah jayaraga. saya penasaran, anak mana sih sok jago banget. Gaya jalannya itu, melambung-lambung bikin saya sebel (padahal tidak beralasan). Setelah diselidiki ternyata dia memang anak jayaraga. Pantesan sok banget, rumahnya deketan sih. Saya sedikit cemas juga kalau berurusan dengan dia, jayaraga kan terkenal dengan kesangarannya. Akhirnya saya melupakan dia, dan bersikap biasa saja. Untungnya dia belum mengetahui bahwa saya amat sangat sebel pada gayanya. Dengan demikian saya segera menghapus kekesalan saya padanya dan bersikap lebih objektif.
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, di kelas dua saya dan dia bersekelas. Sayapun kemudian tahu nama dia. Lama-lama saya jadi tahu karakter sesungguhnya orang itu. Pikiran saya kelas satu nggak benar sama sekali, karena dia orang yang benar-benar bersih. Sayapun akrab dengannya meskipun kadang-kadang masih sebel dengan gayanya yang sok itu. Saya beda geng ama dia. Saya ikutan geng nakal dan dia ikutan geng OSIS. Kemudian dia memang jadi anak OSIS di kelas kami. Artinya dia sering-sering punya alasan untuk tidak ikut belajar karena ada rapat OSIS. Tapi dia emang anak pintar, di kelas dia mendapat rangking lima. Konon waktu kelas satu dia selalu masuk lima besar.
Kebekuan yang saya rasakan berteman dengannya emang gak lama. Kecairan kemudian datang karena dia memang bisa gaul di semua kalangan. Di geng nakalpun dia dapat diterima meskipun dia tetap baik. Seorang teman saya pertama kali malahan menyangka pasti dialah yang akan memegang peranan dalam kenakalan-kenakalan yang ada di kelas kami. Tapi anak itu tetap seorang yang menjaga kelakuannya. Pada awalnya saya juga menduga-duga siapa yang akan jadi mafia di kelas kami. Saya perhatikan wajah mereka satu-satu. Yang saya kenal nggak ada yang cocok jadi kandidat penjahat. Muka-muka polos saya dapati. Muka-muka anak baik-baik semua. Dan akhirnya sampai akhir cerita kelas saya memang dikenal sebagai tempat kumpulan orang baik-baik. Saya bersyukur karena itu.
Setelah lama bergaul dengannya memang kami menjadi akrab. Istilahnya, bagi saya nggak ada masalah dengan orang-orang kelas. Kekompakan bisa kami rasakan. Kelas kami yang dekat warung memacu semangat kami dalam bergaul. Kalau tak ada guru, nongkrong di warung adalah pilihan utama. bahkan mengimpor makanan-makanan kecil ke kelas di saat ada guru juga tak jarang kami kerjakan. Bagi-bagi makanan dengan tetangga bangku sudah menjadi kebiasaan. Di situlah serunya di kelas yang tak saya lupakan. Nyanyi-nyanyi di sela pergantian pelajaran sungguh mengasyikkan. Kadang-kadang pula ada yang main tebak-tebakan atau kuis-kuisan. Yang rajin tentunya lebih banyak lagi. Anak-anak di bangku belakang biasanya bukan golongan ini. Di bangku belakang semuanya didominasi cowok.
Kelas kami dua fisika tiga adalah kelas yang sempit. Ada tiga kelas berjajaran di blok itu. Masing-masing kelas dibatasi dengan sekat berupa bilik bambu, sehingga keributan kelas kami sering terdengar di kelas sebelah. Kalau sudah begitu kami dimarahi oleh guru di sebelah demikian juga sebaliknya. Kami jadi pada diam untuk kemudian setelah beberapa lama ribut lagi.

Pernah pada suatu ketika pas pelajaran bahasa inggris seorang anak nekat nyanyi lagunya Tiffany if love is blind sampai kedengaran ke kelas sebelah dan kelas yang jauh lagi saking kerasnya dan dihayatinya tuh lagu. Tapi kali ini nggak ada yang protes karena dia nyanyi atas seizin guru bahasa inggris. Anak itu, anak laki-laki itu memang hobi berat menyanyi. Dia jugalah yang sering mewakili sekolahan kami dalam perlombaan lagu-lagu perjuangan dan sering menang.
Kekompakan kelas kami semakin menjadi-jadi ketika anak-anak berekreasi ke gunung guntur. Si teman saya yang saya ceritakan sebelumnya juga ikutan. Anak itu memang asyik juga, pandai ngomong dan pandai memimpin. Dia bisa lebur dengan anak-anak karena dia pandai bercerita dan melawak intelek. Kadang-kadang sindirannya pedas atau bisa juga bikin terbahak-bahak orang-orang yang mendengarnya. Di Gunung guntur kami berfoto-foto, mandi-mandi dan lain sebagainya. Menyenangkan sekali waktu itu. Pulang dari atas gunung berlari ke bawah sambil tertawa-tawa. Seorang teman saya sampai BT dan tertinggal di atas. Tapi kami semua cuek aja. Pas di kaki gunung hujan menyergap kami. Kami berteduh di sebuah warung pada pesen kopi dan merokok. Si anak bekas satu-satu tadi including di dalamnya.
Si anak tadi rupanya tipe seorang aplikator kalau nggak boleh disebut sebagai peniru. Pernah saya pinjamkan sebuah novel remaja kepadanya, dan besoknya dia bikin cerpen mirip dengan semua yang ada di novel itu. Dia menjadi tokoh utama di dalamnya, nama si tokoh jadi aku-lirik. Katanya kisah dalam novel itu mirip-mirip dengan kisah cintanya, cuma endingnya masih belum ada. Dan memang saat itu dia sedang jatuh cinta dengan seseorang. Seorang cewek adik kelas. Menurut ceritanya dia sudah melihat cewek itu ketika SMP dulu. Sejak itu dia tertarik pada cewek tersebut. Tetapi berhubung beda sekolahan dan masih malu-malu, keinginan tersebut dia pendam. Untunglah kini dia sudah sesekolah dengan cewek itu sehingga banyak alasan dan cara untuk mendapatkan cintanya.Hmm.
Di OSIS dia termasuk anak yang hiperaktif, malahan sok aktif. Saya nggak ingat pegang jabatan apa di sananya. Dia lumayan terkenal. Pas ada acara semacam Opspek untuk anak baru, dia sangat memanfaatkannya sekali. Si cewek adik kelas itu dia kecengin habis-habisan. Itulah enaknya jadi pengurus OSIS, organisasi siswa incer siswi, bisa nyuri start naksir adik kelas. Tentu saja dia banyak beraksi di depan si cewek yang ditaksirnya semenjak smp itu. Hingga pada akhirnya si cewek tersebut mengenal kakak kelasnya yang kecentilan ini. Tapi dia nggak hanya mengeceng si cewek tadi aja. Cewek-cewek yang lainnya juga dia kecengin meski nggak sedasyat yang ini. Keberaniannya itu menjadi salah satu poin yang nggak pernah hilang darinya sampai saat ini.
Singkat kata diapun menjadi kenal dekat dengannya meskipun belum berani mengungkapkan perasaan secara langsung padanya. Maklum masih bingung gimana. Mungkin ini first lovenya. Dia nggak pernah curhat-curhatan kepada anak kelas , kecuali kepada beberapa teman cewek di kelas yang telah mengenalnya, yang kemudian menyarankan agar menembak langsung aja. Tapi dia masih ragu-ragu saat itu. Dan si cewek yang ditaksirnya kelihatan masih adem ayem aja. Keberaniannya untuk mengatakan cinta sepertinya tak tampak saat itu.
Dia cuma berani menyanyikan lagu bersama band OSIS di acara perpisahan kelas tiga. Gayanya norak abis. Saya yang juga manggung ama band kelas memandangnya dari kelas kami. Heran juga kapan berlatihnya tuh anak, kok tiba-tiba jadi vokalis OSIS bareng seorang temannya yang lain, nyayiin lagunya java jive. Tapi salut juga deh, suaranya lumayan juga. Dirasa-rasa banyak juga penyanyi di kelas kami saat itu. Lagu yang dinyanyikannya secara diam-diam dia dedikasikan untuk si cewek kelas satu yang ditaksirnya, meskipun terselubung dibungkus dengan sangat rapi sekali. Cuma beberapa orang kepercayaannya saja yang tahu isi hatinya. Nggak begitu jelas gosipnya saat itu. Setidak jelas perasaan si cewek itu kepadanya.
Oh, ya si cewek itu memang unik banget, salah satu alasan dia menaksirnya abis-abisan. Gayanya tomboy dan cuek tapi tetap manis. Membuat Ef.. eh sorry kelepasan, dia terlena seperti lagunya Ikke nurjanah. Si cewek itu juga sering menjadi sentral di antara teman-teman lainnya yang juga cakep-cakep. Hobinya olahraga. Katanya sih banyak juga yang naksir, termasuk teman-teman seangkatannya, kakak kelasnya atau kakak kelas dari kakak kelasnya. Sebenarnya saya tahu cewek itu, karena dia adik kelas saya di SMP tapi berhubung cuma tahu saja, nggak kenal sama sekali jadi saya nggak bisa bantu banyak teman saya tersebut. Maafkan saya teman, meskipun di SMP saya ngeband dan main basket tapi tak mampu menembus pasaran sekolah. Single band saya waktu itu cuma dua, never say goodbye dan mawar merah, hi hi hi.

II
.......
Untunglah beberapa saat kemudian kami semua naik kelas. Yang tinggal kelas cuma bangku-bangku dan kursi dan teman-temannya. Beramai-ramai kelas kami pindah ke depan, dekat gerbang keluar pertama, dekat koperasi dekat ruangan piket guru, lebih dekat ke WC dan Mushola, lebih dekat ke warung, dan lebih dekat-lebih dekat lainnya. Kelas tiga fis tiga berada di persimpangan yang strategis.
Tempat duduk anak-anakpun berubah total. Semua anak bebas menentukan siapa teman duduknya, mau nyontek dengan siapa, dan nyobatan dengan siapa saja. Kan kelas baru. Nah, tanpa disengaja saya bersebangku dengan anak tadi. Sayapun makin mengenalnya. Ternyata dia walaupun pandai ternyata nyontek juga . Tapi tetap aja lebih pandai dari saya yang sudah terkontaminasi dengan musik. Kadang-kadang saya dan dia nyontek bareng, lihat ke buku catatan ketika ada ulangan. Lebih banyaknya saya yang nyontek ke dia.
Saya jadi tahu rumahnya di mana. Dia mengenal saya sebagai pemain band amatiran di sekolah ini. Dia tahu saya bisa main gitar. Diapun belajar main gitar kepada saya, belajar mainin lagu-lagu. Di rumahnya dia punya gitar rongsokan yang senarnya sudah karatan dan cuma lima buah senar, karena senar e bawah sudah putus. Katanya itu gitar pamannya makanya dia nggak peduli. Tetapi berhubung sekarang dia lagi jatuh cinta abis, dan perlu kompensasi, jadilah gitar itu teman sejatinya menjelang tidur.
Saya senang-senang aja ngajarin dia mainin lagu-lagu. Dianya juga serius sekali pingin bisa mainin lagu-lagu trend dengan gitarnya. Saya saranin untuk mengganti semua senar dan melengkapinya. Dia nurut. Saya saranin untuk menulis kunci-kunci gitar di kertas. Dia nurut juga. Saya ajarin cara menggenjreng gitar dan memetik gitar yang bener (meskipun saya juga belum bener). Dia begitu bersemangat sehingga tak lama kemudian sudah bisa dibilang dia sudah bisa bener main gitar. Tiap dia menemukan gitar di rumah seorang teman, tetangganya atau di sekolahnya dia bersemangat memainkannya. Semangatnya mengingatkan saya pada saat belajar main gitar dulu.
Karena sebangku, saya dan dia jadi kenal karakter masing-masing. Dia sudah mempercayai saya dan sayapun sebaliknya. Dia kadang curhat tentang si cewek adik kelas yang belum juga didapatkannya. Saya nggak bisa ngasih banyak saran karena saya sendiri sangat kuper dalam hal begituan. Saya cuma mendorongnya dari belakang agar dia lebih bersemangat, meski saya sebenarnya sedikit nggak yakin. Dia tenggelam dalam kebingungannya. Dia ngambil keputusan untuk mengatakan cinta pada suatu 'saat yang tepat'. Ya, dia menunggu saat yang tepat. teman-teman curhatannya yang lain menyarankan 'sekaranglah saat yang tepat itu !'. Hampir semuanya bilang begitu.
Namun sejauh itu dia kelihatannya masih ragu-ragu. Masih menunggu saat yang tepat itu. Dia begitu percaya pada kata hatinya. Saya pikir sebetulnya dia belum ada keberanian untuk mengungkapkan perasaan pada orang yang disayangi saat itu. Dan memang terkadang semakin banyak pendukung malahan semakin berat beban yang ditanggung oleh seseorang. Perasaan harus menang dan takut kalah menjadi salah satu kendala. Padahal teman-teman pendukungnya melihat dia sudah cukup dekat dengannya dan cukup boleh untuk menembak langsung.
Selain saya yang berperan sebagai teman sebangkunya, dia juga ditemani oleh geng barunya, geng bangku belakang. Yakni sekumpulan penghuni bangku belakang di kelas yang waktu itu eksis di kelas. Dia yang nggak lagi aktif di OSIS kini berkecimpung di dunia kelas tiga fis tiga. Aktif nakal dengan anak-anak di pojok belakang. Selain kumpul-kumpul di kelas kini saya dan dia bareng teman-teman lainnya yang cowok sering ngumpul di rumah salah satu teman yang rumahnya paling deket ke sekolah. Yang jelas kekompakan kelas kami semakin bertambah menjadi. Demikian juga dengan anak-anak ceweknya. Maklumlah masa-masa indah sekolah cuma sebentar lagi.
Si tokoh kita ini, masih juga seperti dulu masih pintar bicara. pelajaran agamanya juga lebih baik dibanding saya atau anak-anak belakang lainnya. Terbukti dia menjadi anak kesayangan guru agama kami waktu itu. Sedikit-sedikit dia yang jadi andalan bapak guru agama. malahan suatu ketika guru agama pernah memberikan bocoran soal-soal ujian agama kepada dia yang dengan baik ditransfer di antara anak-anak belakang.
Karena kepintarannya dan keluwesannya dalam bergaul, seorang adik kelas lainnya yang cewek ada yang merasa tertarik dan naksir kepadanya. Di antaranya seorang cewek yang bernama titik-titik. Kebiasaan di sekolah kami kalau ujian akhir itu di gabungkan dengan kelas lain atau adik kelas. Tujuannya jelas bukan untuk memasangkan jodoh, tapi biar nggak pada nyontek antara anak satu dengan lainnya karena beda soal ujian dan sebagian besar nggak pada kenal. Hari itu kami disekelaskan dengan anak kelas dua bio. Beberapa anak merasa beruntung karena disebangkukan dengan anak cewek adik kelas, beberapa BT karena sebangku dengan laki-laki lagi (kalau untuk kakak kelas yang perempuan, saya kurang begitu tahu ceritanya. Mungkin nggak jauh beda juga, ya). Kakak-kakak kelas yang keganjenan, biasanya pada sok pintar, dan memanfaatkan kesempatan yang terjadi jarang-jarang ini. Mereka menjadi kakak kelas yang baik dengan memberitahukan jawaban kepada adik kelasnya, biar dianggap baik dan pintar. Atau setidaknya mentransfer jawaban dari anak lainnya. Segala cara pokoknya dihalalkan. Yang penting bikin adik kelas yang kita suka jadi tertarik kepada kita.
Salah satunya, ya tokoh kita tadi. Perlu diinformasikan bahwa teman saya ini playboy kecil-kecilan, dalam artian naksir ke siapa aja yang dianggap bening di matanya. Si Titik-titik yang juga bening sering dikasih tahu jawaban oleh teman saya itu. Teman si titik-titik juga sering kecipratan rejeki dapat jawaban gratis. Bila pekerjaannya sudah selesai kadang-kadang mereka terlibat obrolan satu sama lainnya. Bila kebetulan guru pengawas memperhatikan mereka, mereka pura-pura menulis atau apa saja. Teman saya tadi tanpa sadar telah tebar pesona, sehingga si adik kelas suka kepadanya. Suatu hal yang wajar. Keadaan itu berlangsung selama seminggu, ketika ujian akhir berlangsung. Benih-benih eceng bersemi di situ bagendit, sehingga terjadilah yang namanya eceng gondok liar di danau itu. Teman saya tadi begitu menyadarinya, tapi dia cuek aja terus menyemaikan pesonanya di antara rimbunnya hutan tropis.
Kata sebuah sumber yang layak dipercaya, sejak saat itu si titik-titik memendam perasaannya kepada teman saya tadi. Tapi berhubung sesuatu hal dia nggak berani berterus terang. Wallahu Alam.
Sementara teman saya tadi setelah kejadian itu memang makin PD aja. Dia juga sedikit banyak tertarik pada si titik-titik. Namun perasaan sesungguhnya ada pada si adik kelas taksirannya yang pertama, yang masih membuatnya penasaran. Teman-teman saya yang lainnya, begitu mengetahui dia di taksir si titik-titik, jadi terpecah dua suaranya. Sebagian mendukung yang baru, sebagian masih mendukung yang lama. Mereka yang mendukung yang baru, berpendapat bahwa yang baru lebih bening dan masih bersih. Di samping ada kabar dari burung bahwa si lama itu ada yang menaksir juga. Dan yang menaksirnya itu lebih agresif dibanding teman saya. Tambahnya lagi, si agresif ini temannya sekelasnya si lama jadi lebih banyak kesempatan mendapatkan si lama.
Teman saya tokoh kita ini akhirnya menjadi bingung juga. Mikir beberapa lama. Bersemedi di kamarnya, minta petunjuk kepada orang-orang pintar, maksa mimpi biar dapat petunjuk. Untunglah waktu itu menjelang liburan sehabis ujian sehingga dia punya banyak waktu. Dan pada akhirnya dia berkesimpulan bahwa 'saat yang tepat' itu adalah saat ini, saat liburan semesteran.
Begitulah, pada hari itu, di saat orang-orang sedang berlibur, di saat saya bersama teman-teman band smp sedang kemping di citiis, di saat pikiran pelajar-pelajar sedang shutdown, tokoh kita ini nekat mendatangi si lama, si cewek adik kelas yang di taksirnya, si cewek yang dilihatnya pertama kali di kala smp dulu, cewek uniknya, dan bermacam julukan lainnya.
Dengan membawa tekad yang bulat, hati yang persegi, keberanian yang segitiga, dia sudah berada di depan rumah cewek itu. Nggak begitu jauh dari pusat kota. Rumah yang baru kali ini berani didatanginya. Sekaranglah saatnya, sekaranglah saatnya, seperti itulah benaknya. Deburan keras di dadanya mungkin bisa mengalahkan deburan ombak di pantai selatan. Semangat empat lima yang sengaja dibangunnya semalaman menjelang tidur.
Lalu apakah dia berhasil ?
Sabar dulu.... kita baca file berikutnya !

III
...
Seperti diceritakan sebelumnya, dia sudah berada di depan rumah cewek itu, bersiap-siap untuk mengetuk pintu rumahnya. Saya yang nyeritain jadi tegang jua nih, minum dulu yah. Tuk tuk tuk, pintu kayu diketuknya dengan deg-degan. Eh itu bel, dipencetnya bel yang bertombol biru di kusen pintu dengan hati-hatinya. Teettt...., suara bel menjerit nyaring. teman kita ini menunggu dengan harap-harap cemas. Sore ini begitu cerahnya, tapi seakan hujan badai bergelora di hatinya. Terdengar seseorang di dalam rumah menuju pintu depan, menengok di balik gorden kaca, seorang cewek juga, mirip bidadarinya cuma agak dewasa. Pintu dibuka.
"Cari siapa ?" Katanya.
"#@$# ada ?"
"Ada, silakan masuk, tunggu sebentar ya saya panggilkan..."cewek dewasa tadi pergi ke balik ruangan.
Teman saya masuk dengan agak lega. Duduk di sofa yang tersedia di sana. Hatinya masih berdentum-dentum seperti meriam. Melihat ke sekeliling ruangan sambil mengusir degdegan yang masih mengganggunya. Bukan teman saya kalau tidak cepat menguasai keadaan. Sambil menunggu, mulutnya berdoa melebihkuatkan lagi tekadnya dan hatinya. Apapun yang akan terjadi nanti saya mesti tabah, begitulah kata hatinya saat itu.
Tak berapa lama, seraut wajah yang dikenalnya dilihatnya. Sedikit terkesiap teman saya itu. Menurutnya wajah itu jadi semakin cantik, kalau kata jamrud mah ada pelangi di matanya. Kebetulan si pujaan kelihatan baru mandi setelah bangun dari tidur siangnya. Untung nggak terlalu lama melongonya karena si pujaan bersay hai kepadanya. Teman saya membalasnya. Bukan teman saya kalau kemudian dia sudah benar-benar memerintah keadaan dan berbasa-basi dengan si cewek. Demam panggungnya kini sudah benar-benar sirna. Kelihatan mereka akrab mengobrol. Sepertinya keadaan senja di luar masih cerah juga meskipun mataharinya sedikit-sedikit mulai condong ke barat.
Sayang sekali saya tidak bisa mengisahkan apa yang kemudian terjadi. Ada apa dengan teman saya ? saya betul-betul nggak tahu karena saya kan waktu itu sedang kemping. Atau mau dengar cerita saya yang lagi kemping ? kayaknya nggak perlu. Tapi saya benar-benar nggak tahu kejadian waktu itu, berhubung siaran telivisi yang merelay acara itu mendapatkan gangguan.
Lalu ?
Lalu yang terjadi adalah seminggu kemudian di sekolah. Hari yang menyenangkan bagi saya karena bisa bertemu dengan teman-teman sekelas untuk menghias kelas yang sebentar lagi akan kami tinggalkan. Hari-hari yang akan semakin pendek seiring waktu yang kejam bergulir.
Seperti biasa hari senin itu menggembirakan kami anak sekolah karena hari pertama masuk kelas biasanya jadwal pelajaran baru lagi. Jadi belum ada perencanaan mau ngajar apa guru ini dan di kelas mana mengajarnya. Suatu kondisi yang bagus bagi kami yang masih menikmati ekor-ekor liburan. Walaupun pa Kepsek memerintahkan kami untuk tetap berupacara bendera, kami cuek aja bercanda-canda di bawah terik matahari pagi. Tak peduli dengan wejangan Pa kepsek tentang ujian akhir dan UMPTN yang bakal menyergap kami pelan-pelan.
Dan hari itu, teman saya, tokoh kita itu, menceritakan sebuah kisah yang kita tunggu-tunggu. Kami yang penasaran berkeliling di sekitarnya. Kata-kata sambutan pendek dan basa-basi dia mulakan. Iklan-iklan juga sepertinya dikumpulkan di awal acara agar pengkisahannya tidak terganggu. Dia juga minta agar jangan ada interupsi sebelum dia mengakhirkan ceritanya. Semuanya pada menuruti karena penasaran, walaupun kesal juga karena terlalu banyak ini itunya. Tapi okelah.
Mulailah teman saya menceritakan segalanya kepada khalayak. Istilahnya jumpapers lah. Mengalirlah kata-katanya seperti air di pegunungan. Gaya penuturannya yang khas memaksa para pendengar untuk tidak beranjak dari tempatnya duduk. Yang ingin pipis ditahan, yang sudah lapar memilih puasa barang sejenak (karena kebetulan waktu istirahat telah tiba, hari itu belum ada pelajaran yang serius, guru-guru masih pada malas mengajar, dan ampir tiap kelas kosong, jadi hari itu kegiatannya cuma saling menceritakan pengalaman liburannya).

Teman saya terus saja bercerita. Beberapa yang nggak pantas diceritakan disensornya dengan hati-hati. Beberapa yang lucu dibikinnya hiperbolik. Dan beberapa yang sedih dibuatnya melankolis. Ceritanya agak berkelok-kelok dan naik turun seperti jalanan ke Pameungpeuk. Tempo-tempo berhenti seperti bis bandung garut yang menaikturunkan penumpang seenaknya di tengah jalan. Untunglah hal demikian nggak berlarut-larut, karena beberapa pendengar protes bahwa inti cerita belum tersentuh juga. Teman saya akhirnya sadar juga dan serta merta meluruskan ceritanya.
Pada bagian klimaks, bagian yang ditunggu-tunggu, nggak ada musik latar, semua hening, anginpun seakan berhenti sejenak ikut menguping pembicaraan teman saya tersebut. Saya juga ikut degdegan cerita terusannya. Ternyata....
" Dia memang suka kepada saya, tetapi dia bilang saya terlalu lambat untuk berterus terang dan mengungkapkan isi hati kepadanya. Padahal dia menunggu saya untuk mengatakan cinta kepadanya. Dan ketika ada orang lain yang menembaknya dia langsung menerimanya begitu saja, sehingga boleh dikatakan saya telah kedahuluan oleh orang itu. Dan kalian tahu siapa orang itu ? Dia adalah si agresor yang sekelas dengannya juga......"
Dengan tegar dia mengakhiri ceritanya.Semua yang mendengarkan pada diam. Beberapa langsung merenung, dan beberapa meninggalkan kelas dengan lesu menuju ke warung. Yang ingin pipis dengan lesu menuju ke WC. Anginpun yang tadi ikut menyimak, dengan mengendap-ngendap pergi meninggalkan kelas tiga fisika tiga. Satu per satu teman-teman yang menyimak meninggalkannya tanpa komentar, Kelaspun berangsur sepi.
Hingga tinggal saya saja yang masih menemani teman saya itu. Mata teman saya kelihatan berkaca-kaca. Kebetulan dia memang berkaca mata minus satu setengah. Akhirnya saya mengajaknya ke warung Mang Ade untuk jajan pada saat bel masuk kelas berbunyi lagi. Dan kami berdua tak begitu menghiraukannya. Langit sepertinya penuh awan-awan kelabu. Ke mana matahari,ya ?
..........
nb : cerita di bagian II dan III saya reka-reka saja, saya pantes-pantesin biar seru, mungkin saja ada kejadiannya ada yang mirip.
Terima kasih kepada semua teman sekelas dulu yang mau ikutan tampil di cerita ini tanpa mengharapkan imbalan, sekali lagi terima kasih. Kalian di mana ya .....
(ngomong-ngomong, pasti udah tahu kan saya bercerita tentang siapa ?)
IV
.....
inilah cerita bagian empat yang sempat tertinggal selama empat bulan, maklumlah saya mau ikut-ikutan film-film serial di barat sana yang dibuat berdasarkan musim-musiman. dan kebetulan sekarang di daerah saya sedang musim layangan.
....
kemarin pagi, pagi sekali seperti biasanya karena pagi itu gak ada kerjaan, sehabis mendengarkan ceramah aa gym di radio, saya berkeliling kota dengan sepeda biar nggak ngantuk. kebetulan saya yang lagi 'dibebastugaskan' dari kerja (baca : dipecat) jadi banyak waktu luang di pagi hari, kalau menurut kata hati sih inginnya tidur lagi, tapi malu kepada ibu saya, jadinya setelah pamitan saya sudah bergagah-gagahan di sepeda melawan angin dingin kota ini.
pagi-pagi merayapi kota sangatlah menyenangkan, udara kota yang masih bersih suci murni bebas dari polusi benar-benar menyegarkan rongga dada saya dan juga pikiran. meskipun dalam kondisi unemployment saya mesti memanfaatkan banyak hal. jalan ahmad yani yang biasanya ramai saat itu masih lenggang dan saya melewatinya dengan santai. malahan kadang-kadang saya berlepas tangan dari stang sepeda. beberapa orang juga ada yang bersepeda ria dengan riangnya, beberapa lagi berjogging menuju alun-alun. oh, ya ini hari sabtu yang cerah, biasanya para pekerja pada liburan.
mata saya seperti biasa jelalatan ke mana-mana. habis pagi hari kalau kita menyadarinya pastilah sangat mengagumkan. cewek-cewek yang berlarin pagi atau sekedar jalan-jalan berseliweran menghias kota. ada juga yang sekedar jalan-jalan bersama kekasihnya meskipun belum pada mandi. tanpa sengaja saya melihat sesosok wanita yang sepertinya saya kenal. dia sedang mendorong kereta bayi. ada beberapa orang pelari yang menyapanya ramah, dan dia menjawab sekenanya. saya penasaran dengan diam-diam saya tilik-tilik dia dari kejauhan. memang dia, ya memang dia , nggak salah lagi ! wah sudah punya baby rupanya. saya jadi teringat teman saya yang dulu saya kisahkan itu. wah berita baru nih. eh, teman saya sudah tahu juga kali ya ? dan sayapun berlalu dari jalan ahmad yani yang dekat gedung kesenian itu melanjutkan acara susur kota yang terbengkalai disertai benak penuh tanya.
***
seperti diberitakan di episode lampau, teman saya sedang berduka cita karena pernyataan cintanya yang tulus (menurutnya) telah bertepuk sebelah tangan. lagu pupusnya dewa sepertinya terjadi pada dirinya, meskipun pada jaman itu lagu pupus itu belum ada. ada sekitar tujuh hari dia bersepi di kamar atasnya sambil memetik gitar rongsokannya, menyanyikan lagu cengeng, hati yang luka.
teman-teman dekatnya termasuk saya telah berusaha menghiburnya dengan mengatakan bahwa semua itu mutlak kesalahan dia karena terlalu lambat dan terlalu percaya bahwa pengungkapan rasa itu harus menunggu waktu yang tepat. yey, itu sih bukannya menghibur tapi menyalahkan, kata dia, tapi saya dan teman-teman betul-betul berniat menghiburnya. caranya saja kali yang salah itu.
ya sudahlah, soalnya sepuluh hari kemudian teman saya itu sudah kelihatan segar bugar lagi. itu ditandai dari senyum yang pagi itu terpancar dari wajahnya. saya dan teman-teman gembira juga dengan perubahannya itu, di samping penasaran juga apa penyebab keceriaannya itu. selidik punya selidik ternyata kemarin dia bertemu dengan kecengan baru lagi, masih anak sesekolah, adik kelas, kelas dua, dua bio. pantesan playboy ini sumringah sekali kelihatannya.
baguslah, akhirnya suasana kelas kamipun reda kembali. dan percaya diri kami pulih kembali, karena konon kalau dia mendapatkan reputasi jelek dalam percintaan, semua orang sekelas bakal terkena imbasnya. menurut saya sih itu terlalu dilebih-lebihkan. tapi yang jelas pagi itu kami tengah nongkrong di jendela kelas sambil ngebahas. pelajaran ? bukan jangan husnuzon dong, kami tengah membahas kecengan barunya temen saya itu. pembicara utamanya temen saya itu, saya cuma jadi peserta biasa saja, sedangkan nara sumber lainnya teman saya lainnya yang badannya super gede. oh ya teman saya dan si super geda memang sobat karib banget. mereka berteman semenjak di kelas dua dulu karena sama-sama anggota OSIS. biasanya si super gede mempunyai banyak informasi tentang orang-orang bening sesekolahan ini, bahkan katanya dia punya beberapa chanel di sekolah lainnya. maklumlah si supergede ini termasuk anak gaul juga selain dia anggota passus paskibraka. kayaknya untuk cerita si supergede ini nanti saja di lembaran tersendiri.
tapi cerita tentang anak-anak nongkrong di bibir jendela memang betulan. orang-orang kelas hobi sekali merenung di tempat ini sambil memandangi anak-anak kelas satu yang mau ke kelasnya dan merasakan hangatnya matahari pagi yang menerobos ke kelas lewat jendela itu.
seperti pagi itu, sekitar lima anak terlibat pembicaraan tentang kecengan baru. teman saya yang sedang jatuh cinta lagi itu bersemangat mendeskripsikan kecengannya. selidik punya selidik ternyata kecengannya itu tak lain dan tak bukan ternyata adalah si titik-titik yang dulu pernah sebangku dengannya di kala ujian semester ganjil. ol la la pantas, dia begitu percaya dirinya.
lalu, seperti yang sudah-sudah, temen saya ini mengadakan pendekatan. kali ini dia tidak ingin mengalami kegagalan lagi. makanya dia begitu agresif pada si titik-titik. meski belum ada proklamasi yang resmi, dia udah berani mendatangi beberapa kali rumah si titik-titik di kaum lebak sana.
cara purbakala yang masih trendpun digunakannya, meminjamkani teksbook-teksbook yang diperlukan si titik-titik. teman saya sampai bela-belain meminjam buku yang gak dia punya ke saya sekedar untuk bisa menyenangkan hati si titik-titik. atau pinjam ke teman lainnya juga. yang jelas dia kelihatan royal banget. apalagi otaknya yang lumayan encer itu sering banget dipergunakannya untuk membantu si titik-titik mengerjakan pr matematikanya. semakin muluslah kelihatannya jalan di depan teman saya ini.
terbukti dari seringnya dia jalan bareng sepulang sekolah untuk mengantarkannya ke halte dekat lapang merdeka kerkof untuk menunggu angkot. atau dia kadang-kadang ikutan naik angkot dengan si titik-titik agar bisa mentraktir bayar angkot buat si titik-titik. padahal kan biasanya juga teman saya ini sering jalan kaki ke rumahnya di jayaraga sepulang sekolah agar bisa ngirit (maklum belum berpenghasilan). begitulah kalau cinta sudah bicara, kerkof - jayaraga serasa paris - daccar, he he he perumpamaan yang maksa ya.
semakin fiksi saja cerita saya tentang teman saya kali ini, makanya biar seru ceritanya diputus dulu sampai di sini, silakan minum kopi atau gerakkan kaki ( sementara saya mikir-mikir dulu).
V
....
dari curhat-curhat kelompok yang sering kami adakan dengan teman saya itu diketahuilah bahwa kami semua saat itu lagi pada jatuh cinta. makanya acara semacam curhat-curhatan ini lazim diadakan di rumah seseorang teman di antara kami. kebanyakan dilaksanakan di rumah temen saya yang dekat sekolah sepulang bimbel (bimbingan belegug) di karumasa.
memang fantastis masa-masa itu, nothing's like it, saya pikir semua orang pasti pernah merasakan keindahan masa sekolah, kecuali yang nggak saja. kelas tiga, suatu posisi yang menguntungkan bagi yang pinter memanfaatkannya. dianggap sudah dewasa, iya juga, kan sudah kelas tiga, sudah gedean, sudah boleh punya pacar beserta segala kontroversialnya. dianggap masih anak-anak atawa remaja, iya juga, kan baru anak sma.
dan nothing's like cerita cinta teman saya ini. dia begitu menikmati kebersamaan dengan si titik-titik, tanpa perlu mengucapkan proklamasi cepat-cepat, biar tidak terikat, katanya. meskipun masih katanya pula, suatu ketika dia akan mengatakannya , ' i love you'. teman-temannya termasuk saya , juga teman-teman cewek sekelas menyuruhnya buru-buru melamarnya. biar kejadian semester ganjil nggak terulang lagi. tapi kelihatannya dia tidak peduli. biarin aja, nothing to lose katanya yang sudah merasa nggak terlalu mikirin diterima apa ditolak. rada kaget juga kami mendengar pernyataannya itu. mungkin ada sesuatu yang kami nggak tahu.
malahan dia malahan sibuk ngeledek temen lainnya yang baru aja falling inlove lalu falling beneran yaitu si super gede. katanya, si super gede baru aja ditolak seperti dirinya dulu oleh kembang sekolah yang wajahnya mirip model, yang digilai anak-anak se sekolah, anak sos. tapi si supergede masih sering juga menyapa si kembang sekolah ini dengan berani, meskipun ditolak juga.
selain itu teman saya ini sedang sibuk jadi keynote speaker pada curhat-curhat harian yang sering diadakan selepas sore di rumahnya sambil menanti magrib. maklumlah pengalamannya ditolak telah mematangkan pengetahuannya dalam hal percintaan sesekolah. teman-teman saya, termasuk saya sering bertandang ke rumahnya di kamar atas untuk berkonsultasi gratis tentang masalah cinta. termasuk beberapa teman cewek yang biasanya cuma bisa menghubungi dia via telepon neneknya.
ada juga kebisaannya yang lain, yakni ramal-meramal via kartu remi. dia 'sok dukun', meramal jodoh kami teman-teman terdekatnya. kami yang diramalnya kadang-kadang percaya kadang-kadang nggak dengan hasil ramalannya itu. karena kadang-kadang hasil ramalannya beda untuk kondisi yang sama. tapi kalau yang serius suka dipikirin terus, di pas-pasin dengan kisah cintanya, lalu dengan tololnya kami mengangguk-angguk.
bosan diramal, kami satu per satu belajar meramal juga, ternyata mudah juga cuma membaca kartu yang muncul sedikit ingatan tambah banyak bohongnya dan wajah serius, percaya deh anak-anak kelas pada ramalan kami. kepandaian kami ramal-meramal diamalkan di kelas. ke kelas pada bawa kartu remi, terutama rombongan anak belakang. jadinya di sela-sela jam kosong atau jam istirahat berdirilah stand-stand ramalan liar gratis. anak-anak sekelas minta diramalin tentang jodoh mereka masing-masing. malahan sampai ada anak-anak kelas lain juga yang juga ikut diramalin jodohnya. paling banyak dari orang yang jadi pasen ramalan ini adalah anak-anak ceweknya. ya, entah kenapa anak cewek pada suka aja hal-hal kayak ginian, pada demen saja dibohongin dengan ramalan jodoh, zodiak, dst. sementara itu teman saya cengar-cengir saja telah berhasil meracuni orang sekelas dengan ramalan kartunya.
hingga suatu hari dia membawa kabar buruk bagi teman-temannya. di suatu minggu sore yang gerimis, sehabis mengerjakan tugas soal-soal fisika dari pa said, di kamar seorang teman yang rumahnya dekat sekolahan dia dengan serius bercerita tentang malam mingguannya di si titik-titik. apa dia ditolak lagi waktu menyatakan sikap ? ternyata nggak juga.
" gua gak bilang apa-apa waktu itu...." katanya sungguh-sungguh.
"lantas ?" sahut yang lain serempak. oh, ya waktu itu kami sedang berlima meladeni curahan hatinya dia.
"dia bilang sesuatu ke gue, sambil nangis...."
" bilang apa ?" kami nggak sabaran lagi.
" dia bilang dia suka gue semenjak sekelas di ujian waktu itu..."
kami diam.
"tapi dia tahu gue lagi ngincer si tomboy..."
"terus...."
"malahan dia nyangkanya gue udah jadian sama si tomboy...."
"lalu ?"
"akhirnya dia mundur secara teratur karena tahu diri, si tomboy kan temannya juga..."
Ngengnggg, ada sepeda motor yang lewat di depan rumah teman kami.
"setelah itu jalan ceritanya berubah, dia mindahin suka dan sayangnya ke orang lain, teman sekelasnya juga..."
"kemudian ?" kami makin nggak sabar.
"ya, itu. sebenarnya ketika ama gue selama ini, dia sudah jadian agak lama dengan temannya itu, dan dengan memohon-mohon sambil nangis dia minta gue jangan marah, untung pacarnya belum tahu masalah ini, dan berhubung dia nggak mau terus menerus menghianati pacarnya, dia minta dengan sangat agar gue jangan pernah lagi menemuinya...."
kami belum berkomentar. teman saya menuju jendela kamar, bukan mau ngejatuhin diri ke luar, tapi biar rada dramatis aja suasananya, matanya sedikit berair sambil menatap rintik-rintik hujan di luar. mungkin hatinya sedang dia tegar-tegarin sebisanya. dia mengambil gitar yang tergantung di dinding dekat almari, menggenjrengnya, menyanyikan sebuah lagu sendu, empty-nya cranberries.
sorepun semakin tua, tapi hujan di luar hampir berhenti. kamipun memutuskan untuk pada pulang ke rumah masing-masing, karena nggak enak sama maminya teman kami yang punya rumah. bukan apa-apa saking baiknya maminya ini sering menawari anak-anak makan malam bareng jadinya kami sering malu sendiri. kamipun berpisah jalan raya depan rumah karena tujuannya pada berbeda-beda. masih teringat cerita duka teman saya tadi di benak kami semua. sebuah cerita sendu yang cukup memilukan. berarti, besok-besok ada objek dan bahan ledekan untuk orang-orang sekelas, begitu pikir kami kompak, he he he...
(nyambung terus.....)
VI
...
hari-hari selanjutnya memang teman saya tadi jadi bahan ledekan anak-anak belakang di kelas kami. tapi yang bersimpati juga cukup banyak. dan ledekannya juga nggak dalam-dalam amat, lagian cuma sebentaran aja, nggak sampai di hati. teman sayanya juga udah lebih tegar lagi, kan udah punya pengalaman sepahit itu dulu.
malahan, dia sekarang lagi kelihatan gembira ria bersiul-siul sambil menebarkan senyum ke sana kemari. lalu bergabung dengan rombongan anak belakang yang sedang mengerjakan pr dari seorang teman. syukurlah, kata batin saya. berarti kalau dia sudah pulih kami bisa nyontek bareng lagi.
oh ya teman saya ini juga selain jadi pemain utama dalam banyak kisah cinta, dia juga sering menjadi peran pembantu atau penulis skenario untuk kisah cinta orang lain. misalnya, seorang teman kami, teman sekelas yang kebetulan seorang bekas pejabat tertinggi OSIS disatukan tali kasihnya kepada seseorang berkat usaha dia. ceritanya ada adik kelas naksir abis ke si pejabat OSIS. akhirnya teman saya ini rela dijadiin comblang oleh si adik kelas. mulai dari titip-titipan salam hingga janji ketemuan diatur serapih-rapihnya oleh dia. karena usahanya itu, jadilah si pejabat OSIS ini jadian dengan adik kelasnya. dan dia dapat hadiah dua batang coklat dari si adik kelas.
suatu hari dia curhat-curhatan sama saya, ketika pelajaran agama sedang berlangsung, tanpa mempedulikan pa opan yang sedang menerangkan masalah zakat. ternyata dia baru saja jadian dengan seorang adik kelas lagi. duile, nih anak nggak kapok-kapok juga, pikir saya. dan katanya lagi yang sekarang ini berhasil tanpa perlu pendekatan-pendekatan segala, karena rumah mereka memang sudah dekat. si adik kelas itu adalah tetangga rumahnya, bekas anak ketua rw, eh, anak bekas ketua rw di lingkungannya. dan katanya lagi curhatan ini baru aku saja yang tahu. jadi ini masih tersebar, dan rencananya hanya akan beredar di antara teman-teman dekatnya di bangku belakang saja.
makanya di suatu jam istirahat, saya yang penasaran ingin tahu siapa yang terkena sial digilai dia kali ini, ditunjukinya ke seseorang. seorang cewek putih manis berkerudung putih pula. sayapun pernah melihat cewek baru teman saya itu di daerah jalan merdeka atau jaya raga, berarti memang benar dia adalah tetangga teman saya itu. dan katanya juga, kali ini dia tidak gagal lagi karena dia sudah jadian jadi dia berhak untuk tidak diledek seperti dulu-dulu. Eitt, nggak bisa, walaupun sudah jadian kalau ada yang perlu diledek tetep saja diledekin.
belakangan saya tahu, bahwa ketika dia sedang dekat dengan si titik-titik dia juga sedang dekat dengan si kerudung. cuma, dia nggak mempublikasikannya kepada kami-kami karena katanya waktu itu dia belum terlalu serius, masih terkonsentrasi kepada si titik-titik. memang pada kami pikirin, kata seorang teman saya. mungkin dia belajar dari pengalaman lampau, jadi dia bikin pemain cadangan agar bila yang satu cedera, yang ini bisa masuk menggantikan, kira-kira begitulah.
dan memang untuk yang kali ini, berlangsung cukup lama juga sampai kegembiraan kami di kelas tiga harus enyah juga, karena selepas ujian kemarin kami dinyatakan lulus oleh pihak sekolah tercinta, artinya kami boleh melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi lagi. hore. teman saya juga saat itu sedang mabuk-mabuknya dengan si gadis kerudung putih, yang selalu memberinya semangat agar dia bisa lulus di umptn di bandung.
memang, teman saya, saya dan beberapa teman dekat lainnya pada ngungsi ke bandung untuk sementara waktu agar bisa ikutan bimbel di bandung, biar lebih dekat ke perguruan-perguruan tinggi di bandung. kami, pada ikutan nginap di rumah seorang teman kami di bandung. kebetulan rumah itu kosong melompong, tapi dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas standar seperti tv, telepon dsb. jadilah kami bertualang selama sebulan lebih di bandung ini sambil belajar untuk berumptn. teman saya tadi terpaksa harus ninggalin si kerudung putih sendirian, eh enggak juga ding, kan si kerudung putih ditemani sama keluarganya, lagian teman saya itu kan sesekali pulang juga ke orang tuanya untuk ngisi amunisi.
begitulah ceritanya teman saya itu.......
(kerasa nggantung dan gak nyambung, ya. Maklumin aja, sayanya keburu kehabisan ide. Maafin, ya !)
THE BASSIST
namanya mhk, tapi keluarganya dan teman-teman dekatnya memanggilnya gg, entah kenapa padahal nggak ada hubungannya.
tadi waktu mau beli korek api ke warung si ona bertemu dengan saya, ngobrol sedikit sambil menuju ke rumah. dia saya ajak ke rumah untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul seperti dulu. tapi berhubung ada keperluan dia menolak secara halus, dan saya nggak memaksanya
dia teman saya sejati, mulai tk kita sekelas, sd sekelas, smp sekelas di kelas tiga, dan sma berpisah sekolah tapi masih ngeband bareng sampai kuliahan meski jarang-jarang. tampil ngeband bareng terakhir waktu ada festival akustik pertama di sttg. sekarang katanya dia sedang berwiraswasta membantu kakaknya berjualan di pasar guntur, setengah nganggur sih kalau menurutnya.

waktu sd saya sudah sohiban dengannya, sebenarnya bertiga dengan riki yang sekarang sudah bekerja di suatu tempat di jakarta. waktu smp kami ngeband bersama tiga teman lagi dia pegang bass, sementara saya maini gitar. kami nol sekali waktu itu, baru saya sendirian yang bisa main gitar, dan sudah nekad bikin band. band pesanan sih sebenarnya karena kita cuma mau main buat perpisahan sekolah. lalu keterusan di sma kami masih barengan ngeband walaupun dua personel lainnya nggak aktif. band kami jadi bertiga, seorang lagi sekolah di sma lain. mainin lagu-lagu minimalis. pernah ngajakin orang lain untuk sebentar. oh ya ketika itu saya berperan juga sebagai vokalis. rujukan kami waktu itu nirvana.
karena pisah sekolah dan kesibukan kami, lambat laun kamipun jarang ketemu apalagi latihan. dia bikin grup band di sekolahannya bareng teman-temannya, sayapun begitu, sementara teman saya yang satu lagi sibuk dengan kegiatan sekolahnya.
tapi karena kami bertetangga, rumah kami cuma terhalang tiga atap, maka kami masih saling bisa berkomunikasi, minimal tukar menukar kaset, atau ngobrol biasa. ketika masanya kuliahan, dia kuliah di bandung. ngambil de satu komputer. kalau tidak salah di lpkig, entah masih ada atau sudah tewas sekolah itu kini. sempat kerja di jakarta sekitar enam bulanan sampai krismon sialan melanda negeri ini. dan dengan tidak rela dia dipecat oleh perusahaannya. dulu waktu masih kerja, uang gajiannya banyak dialokasikan untuk beli kaset-kaset terbaru, he he he begitulah musisi. dan setelah pemecatan dia berdiam diri di garut.
saya juga kuliah di bandung, tapi jarang bertemu dengannya atau malah jarang sekali. saya sibuk dengan urusan saya dan begitu pula sebaliknya. paling kami ketemu di garut kalau pas lagi jumatan itupun sebentar. apalagi ketika saya sudah kerja di bandung , sebulan sekali bertemu saja sudah untung. saya sudah egois, nggak mau mikir orang lain. lebaran saja kami nggak saling bersilaturahmi. sekarang ketika saya sedang menganggur dan banyak waktupun jarang ketemu dengannya, mungkin seminggu sekali saat shalat jumat di masjid kalau kebetulan shalat di masjid yang sama. mungkin sesekali saya akan mengajaknya main di rumah untuk bernostalgia atau malah mengajaknya main band lagi, supaya ada kegiatan yang lebih bermanfaat daripada bengong atau....

Tidak ada komentar: