Jumat, 27 Februari 2009

SORE DI ALUN-ALUN GARUT


sepulang kerja, katakanlah begitu, sekitar jam limaan, singgahlah di alun-alun garut. sore yang tidak cerah, tapi tidak juga mendung. tidak usah bingung karena memang seperti itulah sore itu. sebenarnya kadang-kadang cerah, kadang-kadang hujan, tidak pernah konsisten, apalagi di musim seperti ini.

garut, belakangan ini sering diguyur hujan, seperti dua hari silam. sehabis dluhur sampai malam jalan-jalan aspal seputar garut pasti sudah basah, atau malah banjir, luapan dari got di bawah trotoar yang tak mampu menampung air dari mana-mana itu.

hari ini, hujan dimulai sejak shubuh, mungkin sejak dini hari tadi dan baru berakhir sekitar jam enaman. matahari juga tak bersinar, maksud saya bersinar tapi ketutup awan-awan. Tidak seperti kemarin, ketika saya sempat-sempatnya bersepeda sejak jam lima , abis shalat shubuh. menunggu sunrise di balik gunungsebelah timur, di jalan baru suci.

sampai jam sebelasan hujan gerimis-gerimis kecil halus masih ada. jemuran yang dicuci pagi itu saja sampai menyerah, dibiarkan numpuk di dalam rumah.

untunglah menjelang dluhur, hujan itu berhenti, meski tanpa disertai matahari yang hari itu tak kelihatan tertutup awan-awan. sampai sore tak ada hujan yang berarti singgah di garut.

duduk-duduk di sebuah kursi beton di salah satu sudut alun-alun sore itu, ada sepasang kekasih mungkin, sedang mengobrol di pinggiran alun duduk di tembok taman. ada remaja yang bermain bola dengan gawang dari dua buah batu sebesar kepalan tangan orang dewasa, asal saja digeletakkan begitu saja. mencoba menikmati sore itu ada abg cewek yang lagi ngobrol di pojok satunya lagi ada tulisan kebersihan sebagian dari iman di pojok lainnya

saya duduk menikmati tahu goreng murahan yang rasanya gurih sekali plus cabe rawit yang pedes. melihat mereka yang main bola lapangan alun-alun yang dulu jaman saya kecil beralaskan tanah dan di beberapa tempat rumput yang jelek. tapi kini semenjak dua tahun silam lapang itu sudah ditutupi dengan paping blok (buatan ucu pedes) seluruhnya sehingga bila hujan turun jarang lagi terjadi genangan air yang berarti. di beberapa tempat muncul rumput liar yang tak merata.

lapangan alun-alun cukup luas. lapangan yang biasa digunakan shalat hari raya ini mungkin mempunyai luas 50 sampai 70 untuk panjang dan lebar. anak-anak atau remaja yang main bola tidak mempergunakan sampai seluruhnya lapangan untuk main bola. ada sekitar tiga 'pertandingan ' biasanya. sore itu yang bermain ada dua pertandingan secara bersamaan. di sebelah barat dekat tangga masjid agung dua tim berlaga. saya hanya memperhatikan remaja yang main bola dekat saya duduk ini. satu tim mungkin tujuh atau delapan orang, kurang begitu jelas, karena kedua tim tidak mengenakan kostum yang dapat membedakan dua tim. beberapa anak ada yang pakai sepatu, sandal, atau malah tak beralas kaki. cuek aja karena mungkin sudah biasa.

main bola, mungkin iseng saja tapi menyegarkan, juga menyenangkan. kelihatan dari seringnya anak-anak itu pada ketawa-ketawa sambil main bola. bila ada yang jatuh atau yang salah tendang mereka ketawa-ketawa, mungkin itu sesuatu yang lucu bagi mereka. bagi saya juga yang lihat meskipun nggak pada kenal kadang-kadang bikin senyum-senyum, melihat orang tersenyum. beberapa orang yang lihat juga pada tersenyum.

lapang alun-alun disekelilingnya ditanami pohon-pohon yang sudah rindang dan taman-taman kecil. ada ayunan untuk tempat tong sampah di beberapa sudut, kecuali di pojok saya duduk ini. besi penyangganya masih ada tetapi tongnya entah kemana, sehingga plastik bungkus tahu saya tidak saya buang, saya simpan ke tas selendang saya. ada sampah organik menumpuk di sana, yakni sisa-sisa lepat dan daun-daun busuk. di pinggir-pinggir lapangan itu juga ada tempat duduk santai dari beton seperti yang sedang saya duduki atau yang dari batangan besi di beberapa tempat.

lapang alun-alun adalah satu-satunya taman kota yang saya pikir sangat menakjubkan di garut ini. mungkin berlebihan kata itu, tapi itulah menurut saya. multi fungsi. bisa lapang bola, bisa tempat bersantai, bisa kegiatan abri, upacara tujuhbelasan, tempat parkir haji, tempat shalat hari raya, dan seterusnya. kalau pagi-pagi sering saya lihat orang-orang berolahraga jalan santai di sini. biasanya para orang tua. sering iri lihat seorang tua bareng istrinya berjalan di sini menghirup udara pagi sambil ngobrol. semangatnya itu, menakjubkan seperti alun-alunnya.

mesjid agung adalah sesuatu yang tak dapat dipisahkan dengan alun-alun. berdiri dengan angkuhnya di sebelah barat, agak menyamping menghadap kiblat. dibangun sekitar tahun sembilan enam dan selesai tahun sembilan tujuhan (saya lupa lagi) menjadi salah satu tempat bersantai yang enak. ada beberapa tukang dagang di pelataran parkirnya. menjelang magrib, dari pengeras suara masjid diperdengarkan orang mengaji, saya pikir itu bukan dari kaset.

ada babancong di sebelah selatan, tempat pidato biasanya . di bawahnya ada ruanganterbuka dengan tinggi kira-kira semeteran. biasanya anak-anak kecil sering main sembunyi-sembunyian atau kejar-kejaran di sana. tangga naik ke babancong dihalangi oleh tanaman di pot. tanaman itu berduri sehingga babancong itu jarang disinggahi. takut kena durinya. tapi saya besama adik dan ponakan sering nekad naik ke sana, sekedar ingin tahu.

di sekitar babancong sering dipakai anak-anak main sepeda atau beratraksi dengan skateboard. pernah ada pengendara mobil hijet nabrak bagian bawah babancong. padahal di ujung jalan kabupaten ada larangan mobil masuk area pendopo atawa alun-alun. tapi pengendara yang konon lagi mabuk itu main selonong saja. aturan dilarang masuk itu memang tinggal aturan karena tetap aja ada yang melanggar, meski nggak banyak.

oh, ya masjid agung garut memiliki empat buah menara yang diatasnya ada empat buah minoret berwarna perak dan sekarang sudah kusam. tinggi menara sekitar tigapuluh meteran. beberapa kali saya naik ke atas menara yang belum beres bagian dalamnya itu serta nyaris tak terurus. ada beberapa kelelawar dan mungkin sarangnya ada di sana. dari atas menara kita bisa melihat pemandangan seputar alun-alun dan wilayah kota. jalan naik ke atas menara setelah loteng masjid pertama adalah dengan tangga besi sederhana. asik aja naik ke atas, tapi pas melihat-lihat ke bawah agak takut juga soalnya tinggi sekali.

sore di alun-alun lebih indah lagi kalau sedang cerah. sambil menunggu adzan magrib, membaca buku atau sekedar ngobrol, atau nongkrong, atau apa sajalah mengasyikkan. orang yang 'sadar' pasti tak akan melewatkan sore dengan duduk-duduk di alun-alun. sesekali saya pikir tak salah melewatkan waktu di alun, jangan cuma bengong di depan tv membiarkan diri dibohongi telenovela dan berita.

para remaja biasanya bermesraan dengan kekasih di salah satu bangku di sana. murah meriah tapi menyenangkan daripada harus nonton di intan plaza yang makin nggak menarik karena terkesan apa adanya. dengan film-film yang ketinggalan jaman. (padahal pas peresmiannya bupati garut ikut serta) dulu pernah ada remaja yang nekat pacaran di beranda mesjid agung, dan dibiarkan begitu saja oleh petugas masjid. tapi ada pedagang kakilima jualan media islami di beranda masjid malahan diusir, nggak boleh berjualan di sana. akhirnya si pedagang itu jualan agak di luar masjid dan rela kepanasan di sana. sementara orang-orang yang jelas-jelas mengotori kesucian masjid dibiarkan begitu saja.

untunglah kini mesjid itu sudah tidak begitu lagi. paling-paling di beranda ada remaja yang berdiskusi entah apa dan saya pikir bukan pacaran. menurut saya memang kalau mau pacaran (ngobrol dengan lawan jenis, tapi kitanya diam-diam menyukainya) jangan di masjid. biar tidak mencemarinya. lebih baik seperti kawan kita yang pacaran di bangku-bangku alun-alun saja. bukan berarti saya menganjurkan agar pacaran di sana, tapi ya biar bangku-bangku itu ada yang pakai, daripada dibiarkan nganggur begitu aja. yang penting orang yang diam di masjid atau berandanya harus membersihkan hatinya. karena seperti pengalaman yang saya alami , kalau mata kita tak terjaga hati sering tak terjaga juga. dan kadang-kadang pikiran kita sering ke mana-mana tiba-tiba sudah ada di mana gitu.

begitulah, alun-alun di mana-manapun pasti tak jauh dari yang saya saksikan selama ini. dan itu wajar saja. sayang kalau tempat atau fasilitas satu-satunya yang murah meriah ini tidak dimanfaatkan oleh penghuni kota.

alun-alun juga tempat yang netral. maksudnya kalau seseorang ingin ketemu seseorang tapi malas atau malu untuk menemuinya di rumahnya, sementara yang mau di temuinya juga demikian, maka alun-alun ini sering dijadikan tempat bertemu. misalnya dulu waktu ada reuni sma garut, ya bertemunya di alun-alun ini, di pendoponya. atau teman saya orang sedahurip ketika ingin bertemu temannya yang di ciledug janjiannya di masjid agung. atau ketika tempat itu dijadikan acara shalawatan satu muharram orang-orang nu dari berbagai tempat, silaturahmian sahabat lama.

belakangan di alun-alun ada seniman asyik yang memajang karya lukisannya. disandarkannya sekitar lima belas lukisan besar dan kecil di pagar alun-alun. beragam lukisannya dari lukisan pemandangan, orang, atau binatang. dia juga menerima pesanan lukisan foto dengan media potlot di atas kanvas. baru kali inilah sepanjang pengetahuan saya ada seniman yang nekat jualan di sana. baguslah, siapa tahu jadi genre, karena toh tidak ada larangan jualan di sana. pemda juga selama ini cuek-cuek aja. orang-orang yang kebetulan lewat di sana banyak yang berhenti sekedar untuk melihat. dari yang pecinta seni asli sampai yang sok pengamat meluangkan waktunya berdiri memandang lukisan yang ada. meskipun sedikit yang seperti itu, tapi lumayanlah, setidak-tidaknya masih ada yang memperhatikan seni di garut ini. ya di garut ini, karena menurut saya penduduk kota ini kurang intelek versi saya. beberapa yang intelek kabur ke kota lain karena keterbatasan fasilitas penampungan ide-ide. salam buat seniman alun-alun tadi, bertahanlah meski nggak laku dan jangan kalah, kecuali kalau hujan turun.

sekian dulu tulisan saya tentang alun-alun garut ini, karena saya merasa sudah mulai ngaco. mohon maaf, kalau ada waktu disambung lagi.

Tidak ada komentar: