Kamis, 19 Februari 2009

OBJECT IN THE REARVIEWMIRROR MAY APPEAR CLOSER THAN THEY ARE

Panjang banget ya judulnya ? Artinya tahu kan. Iya kalau dibahasaindonesiakan kira-kira begini, " objek di dalam kaca spion mungkin lebih dekat dari sebenarnya". Maksudnya apa ya? Kalau ngomong-ngomong kaca spion pasti pikiran kita langsung ke mobil atau motor kita (boleh juga punya orang lain). Nah, perhatikan deh kaca atau cermin yang digunakan pada spion itu. Dalam ilmu fisika cermin demikian disebut cermin cembung. Keistimewaan cermin cembung itu diantaranya bisa menangkap/memantulkan objek (benda) seberapapun jauhnya (bener nggak, sih). Makanya dia ada di kendaran-kendaraan sebagai alat bantu biar kita tidak perlu menengok ke belakang untuk lihat kondisi atau situasi. Cukup memandang dari kaca spion ini.

Ketika kita mengamati objek dari spion ini, maka bayangan nampak di cermin. Berbeda dengan cermin yang biasa kita pakai, yang mana besar bayangan sesuai besar benda aslinya. Begitupun jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin. Pada spion maka berlaku sifat-sifat pemantulan cermin cembung. Salah satu di antaranya jarak bayangan ke cermin tidak sama dengan jarak benda ke cermin. Mungkin lebih dekat. Seperti disebutkan oleh judul di atas.

Namun demikian ternyata ada makna filosofis dari ungkapan di atas. Bisa beda-beda tergantung orang yang memaknainya. Kalau menurut saya ungkapan panjang (dan bikin bete) di atas mungkin bisa diartikan semacam ini, bahwa apa yang tampak di mata kita atau di pikiran kita belum tentu benar. Atau belum tentu demikian adanya. Sering kali pikiran kita atau persangkaan kita mendahului apa yang akan terjadi. Dalam islam, kita mengenal istilah suudzon atau persangkaan buruk. Tanpa terasa seringkali kemudian kita terhanyut dengan persangkaan buruk itu. Karena otak kita membentuknya demikian, maka seluruh sangka kita mengatakannya demikian. Padahal belum tentu, malah mungkin sebaliknya.

Misalnya begini, ketika kita akan bertamu ke seseorang, lalu terbersit pikiran mungkin orang yang akan kita datangi sedang pergi. Biasanya perasaan kita membenarkan bahwa mungkin betul orang itu sedang tidak ada. Akhirnya kitapun tidak jadi bertamu ke orang itu. Atau bisa juga kita berpikiran,.... Ah malu ketemunya, nanti dia tidak senang...., maka akhirnya niat kitapun kalah oleh prasangka kita tadi. Padahal belum tentu orang tadi tidak mau kita tamui. Bisa jadi setelah bertemu dia malah senang disilaturahmii.

Banyak contoh lainnya dalam kehidupan yang intinya ketergesa-gesaan berprasangka sering kali mematahkan niat kita semula. Hal-hal tersebut sebaiknya dihindari yakni dengan keyakinan penuh dan rasa optimis. Mungkin sesekali perlu juga nekad bila pikiran buruk mulai menggoda. Dalam hal ini tentu saja kita harus proporsional atau rasional. Kalau memang sekiranya suatu pemikiran datangnya setelah melalui pertimbangan yang jitu dan pengalaman-pengalaman yang teruji, maka ada baiknya kita menghentikan niat itu sejak mula.

Sudah mengerti atau tambah bingung ? Atau tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan dari tadi ? Tidak apa-apalah. Kunyah saja dulu tidak perlu langsung ditelan, nanti malah keselek. Anggap saja lagi nyimak tukang obat di pinggir jalan. Cuma sebuah pemaparan tentang ide yang lewat dan saya tuangkan lewat tulisan. Makanya maafkan saja saya kalau situ tidak setuju.

Tidak ada komentar: