Jumat, 27 Februari 2009

senjaklasik the prosepoetry 2

niat



sungguh, aku ingin mengatakannya pada waktu itu, tetapi perbincangan kita merampas niatku hingga kita kembali berjalan memutar mencari pintu masuk yang lain dan aku terlampau lelah untuk menjajari langkahmu memasuki ruang-ruang yang selalu menarik perhatianmu. akupun terseret di belakang dan kadang harus berlari agar bisa menggapaimu. tetapi kembali aku tertinggal. hingga suatu saat aku kehilangan jejakmu. tanpa arah, tanpa cahaya, tanpa harum tubuh, aku berjudi dengan waktu mencari-cari kamu di mana.



setiap orang yang kutemui menggelengkan kepala ketika kutanya ikhwalmu dan menyuruhku berhenti mencarimu. sebagian menganggapku gila dan membawaku ke dokter jiwa. aku berontak dan berlari membenci setiap nafas yang menolak adanya dirimu. aku terus saja mencarimu, dan orang-orang semakin tak peduli. aku dianggap tak ada seperti halnya kamu yang tak ada di hadapanku kini. tetapi harapanku semakin membesar dan memuncak karena detak waktu terlampau berharga untuk suatu keputusasaan.



aku melalui hari, meneliti setiap jejak berharap itu adalah sebuah petunjuk yang akan mendekatkan pada tujuanku yaitu kamu. namun setiap kali aku merasa kamu telah dekat seketika itu pula angin berhembus menghapus semua khayal dan semua tapak kakimu. penunjuk ke arahmupun berhamburan, tersapu begitu saja. meski lelah dan sedikit goyah, pencarian adalah pencarian. lebih dari setengah langkah sudah terlampaui. menemukan dirimu terlalu indah untuk dihentikan. aku kini menikmati pencarian jejak baru tentang dirimu yang telah kuanggap sebagai legenda.



ada kesenangan ketika mengingat terakhir kulihat silhuet dirimu di kejauhan. dan juga rasa sesal dan kesal mengenang kebodohan diri. andai saja saat itu aku memenggal saja obrolan kita dan pada jeda yang ada kusampaikan maksud sebenarnya dari pertemuan kita. tetapi ketidakmampuan tetaplah sebuah ketidakmampuan. pesona yang ada padamu menyihirku untuk terus mendengarkan setiap kalimat, kata, huruf, bahkan hembus nafas yang kau lahirkan. dan aku tak ingin tak satupun yang tak terekam.



sungguh, aku ingin mengatakannya pada waktu itu. niat ini sudah sedari dulu, sebelum aku terlahir. aku yakin sekali aku diadakan Tuhan salah satunya untuk mengucapkan hal itu padamu. dan aku sadar aku tak harus menunggu jawaban, aku hanya harus mengatakan saja. hanya mengatakan saja. bila kemudian ada jawaban, itu mungkin hanya basa-basi, atau hiburan, atau memang betul sebuah jawaban seperti yang diharapkan. tetapi sebenarnya aku tak terbebani untuk sebuah jawaban.



hingga akhirnya, hari ini, aku bertemu denganmu lagi. bukan hanya jejak, bukan hanya bayang, bukan hanya harum tubuh, tetapi dirimu senyatanya yang ada. dan ternyata kamu tak lari, kamu tak jauh, kamu tak sembunyi, kamu tak menghilang. kamu hanya sedang istirahat di sebuah telaga, karena letih menunggu sebuah ungkapan yang mungkin memberimu sebuah harapan dan semangat baru.



sungguh, aku ingin segera mengatakannya padamu hari ini juga. menit ini juga. namun aku tak begitu yakin. aku tak siap dengan apapun jawabannya. entah di mana keberanian itu menyembunyikan diri. hingga deretan kalimat sakti itu masih tersimpan rapi, menunggu saat lain datang dan aku kembali tenggelam dalam ketidak pastian waktu.





kenangan akan kamu



...

sebuah kenangan adalah selalu menjadi sesuatu yang berharga. apalagi bila kenangan itu sesuatu yang menyenangkan hati. kenangan bisa melemparkan kita ke masa lalu secara cepat. rangkaian gambar-gambar biasanya tidak begitu saja tersusun dengan rapinya di otak kita, tetapi muncul satu persatu dan saling menyambung. begitu gambar yang satu terpampang, gambar yang lainnya bergiliran terlihat. yang pasti semuanya tidak akan terlihat jelas seperti di layar tipi, tetapi biasanya akan terlihat samar-samar dan buram.



demikian pula kenanganku akan kamu, beruntung saat itu aku sempat menyimpannya lewat tulisan meski sepotong-sepotong tapi benar-benar menjadikan suatu cerita yang utuh. ingin rasanya menangis ketika membaca lagi tentang kisah kita. waktu yang berjalan mungkin telah sedikit mendewasakan aku. yang pasti yang banyak kuakui adalah tumpukan penyesalan yang tak terhingga. melepaskanmu dengan begitu saja sungguh sesuatu yang teramat bodoh bila dipikirkan saat ini.



lalu kaupun jauh. entah ada di mana. hanya kutemui sekali-sekali di mimpi-mimpi yang tak kusengaja. ingin sekali sepertinya berbincang banyak seperti dulu. tapi di mimpi itu kau adalah diam. menyakitkan karena mimpi bukanlah kenyataan, hanya menghibur sesaat kemudian kembali ke realita. untuk mencarimu seperti ada tabir penghalang yang belum berani kusingkap.



yang baru bisa kujalani adalah mendatangi tempat-tempat yang berwarna kamu. segala sesuatu tentang kamu. sungguh, terkadang ada harapan yang melintas sejenak dan cepat-cepat kutabung segera, lalu kukumpulkan. oh, kamu memang terlalu menakjubkanku.



sementara, bagaimana perasaanmu padaku belum pernah terjawab waktu itu. apalagi kini setelah berbilang tahun terlalui. setelah tak ada lagi perbincangan antara kita. dan bila kau telah lupakan semua ingatan tentang aku, aku akan menerimanya dengan nyata. meskipun ku tetap berharap kamu akan menyimpan secuil sesuatu tentangku.



aku kian menyadari bahwa pilihanku padamu waktu itu tidak pernah salah. pandanganku tentangmu pada waktu itu pasti benar. kamu yang ada di mataku pada waktu itu adalah kejeniusanku dalam mencipta khayal. tapi ketololanku dalam keberanian. terlalu banyak ragu waktu itu yang membatasiku.



senyummu yang selalu sembunyi-sembunyi kau kirimkan ketika kita berpapasan di manapun kita bertumbukan adalah darah segar yang mengaliri pembuluh darahku. bahkan melambungkanku. kau selalu menyita perhatianku. akupun cukup bahagia ketika hanya bisa menatapmu dari kejauhan dan bermain-main dengan anyaman angan saja. duh, indahnya kamu.



biar saja sentimentil menjebakku kali ini, tak malu kuakui karena ini adalah tentang kamu. baru kusadari bahwa hati yang gelisah menanti sore ke rumahmu adalah suatu yang menenangkan. berdebar-debar menunggu kau membukakan pintu rumahmu adalah kejutan termesra yang pernah kupunyai. lalu menghabiskan senja setengahnya denganmu, apalagi namanya kalau bukan cinta.



mudah-mudahan, semua itu adalah sesuatu yang tertunda, sesuatu yang bisa dilanjutkan lagi, walau tak tahu kapan. kamu benar-benar telah menempati sebagian besar hatiku kini. tak ada lagi ruang selain untukmu. kupersilahkan pergi semua rasa yang dulu pernah singgah. kuperindah rongga dada ini hanya dan hanya untukmu.



sesungguhnya saja sejak ini aku akan selalu menantimu. pesan-pesan kecil kita dulu akan kutunaikan senantiasa. semoga Tuhan memperkenankan dan menunjuki dengan cahayaNya. aku telah punya jawabannya kini akan semua buram yang pernah mengabut di mata kita. ketulusan, itu yang akan menghiasi dan menemani perjalanan menuju kamu.



ada tekad, bila kau dekat, ah bila kau dekat....





sebuah kesepian terlahir lagi




inginnya, aku menukik saja dari langit ini hingga menjejak kaki di bumi, menembus ke dasarnya, hingga magma dan terbakar panasnya,hingga musnah.

itu akan sangat berarti bagiku, tampaknya

menguap bersama uap, menjadi udara, mengangkasa lagi

menyetubuhi bentuk-bentuk baru

pikiran baru

langit baru





episode




kita ini adalah cerita sekaligus pengarangnya. kita menentukan diri kita menjadi apa, kita memilih alur dan latar mana yang dikehendaki, kita masuki tema dan judul kemudian bergegas menghidupi peran kita sebaik-baiknya. mereka menyebutnya hidup, dan kita lebih suka menganggapnya permainan biasa saja. hanya, kita menambahkan rasa hati lebih banyak di dalamnya. sehingga setiap memasuki sebuah episode, selalu dipenuhi harap cemas akan suatu perjumpaan yang mengejutkan atau pengalaman baru yang belum pernah kita perkirakan di mana kalimat penutup harus diletakkan.



tapi kita tak terlalu peduli hal itu, bagi kita beperjalanan bersama dan sesekali berdebat tentang di mana kita beristirahat, menggelar tikar, lalu berbagi bekal, lebih melancarkan alir darah kita ketimbang saling membisu memikirkan sebuah kalimat yang mungkin tidak akan pernah lengkap karena kita tidak benar-benar menginginkannya.



kita mengalir, membiarkan naskah cerita menempatkan kita. bila seorang dari kita lupa, yang lain mengingatkan. bila kau jenuh dengan peranmu, aku menunjukkan motivasi dan improvisasi. bila aku terbentur buntu, kau menjelma semacam inspirasi menawarkan ramu-ramu dan juga rambu. itulah kita, cerita dan pengarangnya yang membuat suatu episode menjadi baru dan baru lagi.



kita tak sendiri



percayalah, meskipun suatu saat kamu merasa tikaman kesunyian dan keterasingan hingga terasa belenggu itu erat mengikatmu, ada seseorang yang sedang mencari-cari celah untuk menemuimu dan membebaskanmu, mambantu lepas semua jerat. sekian panjang waktu dan gumpalan kesedihan akan segera sirna begitu bayangnya kau rasakan, bagaikan titik cahaya di kegelapan akan semakin terang begitu dia mendekat dan mendekapmu penuh lembut.



kamu tak sendiri, di saat gerimis di waktu itu, di saat kamu merasa bekunya hati tak mungkin tercairkan oleh ribuan fahrenheit derajat panas. karena ada yang tengah berjuang untuk ikut merasakan kebekuan yang sama, kesendirian yang sama. dan dengannya mungkin kamu bisa bersama-sama meruntuhkan dinding angkuh yang selalu menjegal langkahmu. kamu akan menyadari bahwa menggenggam tangannya dan menghayati senyum tulusnya adalah nafas segar seperti pagi sehabis hujan semalaman yang pernah membuatmu terbuai mimpi hingga bangun dan bertanya-tanya gerangan apa makna bunga tidurmu.



kita tak sendiri, percayalah. meskipun di dunia yang lain, yang jauh, tanpa orang-orang yang mengenal dan mengharapkan kita. selalu ada satu bilik di balik hatimu yang seseorang sedang mengendap-ngendap ingin selalu tahu dirimu hingga bisik dan getar. dan sesegera itu pula doa-doa dan jaga mengalun berharap tak sedetikpun waktu berhargamu tercuri dan terbengkalai.



percayalah, kamu tak sendiri, kita tak sendiri.





kecepatan cahaya




tiba-tiba kamu datang, cahayapun malu kecepatannya dirasa telah mengurang. tak lagi ada kebanggaan bahwa dirinya terbaik selama waktu membentang. tak lagi ada selancar menjelajah ruang. yang ada hanya tafakur di pojok malam sambil membersihkan sisa-sisa perjalanan tadi siang.



kecepatan cahaya yang tiga kali sepuluh pangkat delapan itu kalah cepat dibanding kamu yang langsung menyusup hatiku sementara ia berbilang tahun mencari celah hanya untuk diam terpaku kebingungan mencari kalimat tepat setelah salam.

majnun

.


tidak seperti majnun yang menciumi dinding rumah laila, maka cukup bagiku dengan hanya bersepeda di depan rumahmu sambil berharap kamu kebetulan sedang menikmati senja menyiram bunga. ya, tidak seperti majnun yang menciumi dinding rumah laila, maka terasa hebat bagiku dengan melihat genteng rumahmu dari kejauhan karena takut kamu memergoki kepengecutanku yang akan segera gugup salah tingkah seandainya harus menatap matamu. sungguh, tidak seperti majnun yang menciumi dinding rumah laila, aku hanya berani berlama-lama menatap jendela kamarmu di ujung malam, saat kamu mungkin tengah terlelap dibelai mimpi dan aku akan puas sekali setelahnya lalu buru-buru berlalu sebelum derit pintu terdengar.






untitled



belum ada lagi kata untuk dibicarakan, saat ini. diam saja dulu dan pejam mata. jangan berpikir ! itu hanya membuat resah tergugah tidakkah ingat, saat pertimbangan akal terlalu mendominasi otak kiri kita, kita akan terburu-buru menutup buku, merapikan bangku, dan begitu saja berlalu. padahal sesampai di rumah kita merasa ada yang terlupakan. sesuatu yang kita siapkan sebelum bertemu.



diam saja dulu. biarkan sepi-sepi ini beradu dan saling mengadu. sementara kita, diam saja dulu.





sepi



semua sepi yang pernah tercipta dalam hidupku, biarlah kamu saja yang menjadi alasannya. kumohon tak kamu tertawakan ungkapan kelewat bodoh ini. hanya ini obat kesunyian satu-satunya yang bisa menghiburku dan menyemangatiku menjalani hidup. di tengah kegalauan hati yang tak menentu, wajahmu yang melintas ibarat infus yang menambah cerah langit hati yang sebelumnya pucat pasi.



segala rindu yang pernah tercipta di keramaian waktuku, biarlah kamu tempat aku menuju. tempat aku berharap seseorang menyediakan senyum hangat yang menyegarkan dan mau mendengar cerita tak penting di perjalanan pulang tadi. semoga ini bisa menjadi pengantar tidurmu nanti.



seluruh malam yang pernah menjadi teman baikku, yang sering kusalahpahami sebagai deraan tak bertepi biarlah kamu saja yang menyederhanakannya menjadi sebuah taman, di mana aku kan selalu merenung mengenang pengalaman. ini lebih menyejukkanku ketimbang menjadikannya suatu pertarungan tiada henti. ini lebih menentramkanku daripada meraba-raba pembenaran untuk menghentikan perjalanan ini.







message sent



terkirim, dan tak perlu menunggu balas, tak perlu ada cemas, tak harus menyiapkan hias. semua pesan hanyalah untuk penanda bahwa aku selalu ada untuknya. bahwa dia senantiasa menjadi pusat pikiranku di sepanjang waktu. tentu saja aku mesti menyadari untuk tidak mengharapkan lebih dari ini.



message sent, sekarang aku boleh bernafas lega, terima kasih pulsa, terima kasih teknologi, terima kasih telah mengantarkan aku pada kekasihku meski aku hanya bisa menatap dari kejauhan saja sambil membayangkan apa kira-kira reaksinya saat membuka kata-kata tanpa makna yang kulayangkan.



terkirim, saatnya mematikan hp. saatnya memasuki mimpi lagi, mengenyahkan kenyataan yang harus disisihkan dari duniaku. menjadikannya mimpi adalah kenyataan terbaik seperti yang diinginkannya dan aku telah berjanji untuk itu.



message sent, tidur saja ! dia tak mungkin sedang memikirkan kata jawab. agar tenang, bayangkan bahwa dia telah terlelap dan hanya mungkin membaca pesanmu esok shubuh ketika kamu telah melupakan apa rangkai kalimat busa semalam tadi. bukankah sudah janji untuk berhenti berharap ?



terkirim. angin, tolong lampirkan juga : "tak perlu dibaca, delete saja langsung....!"

Tidak ada komentar: