Senin, 02 Maret 2009

senjaklasik thepoetryprose 4

do you feel the same




perasaan ini. kita harus mulai menipunya, menganggapnya tak pernah hinggap, menjadikannya sebuah kabut saja yang akan segera hilang begitu surya datang.



karena kita harus menguburnya. mengibaratkannya sebuah mimpi saja yang akan terlupa ketika kita terbangun. menyepertikan bahwa tak ada yang pernah terjadi antara kita. berpura-pura itu semua bukan kita yang memerankannya.



lalu kemana aku pergi dengan semua kisah ini ? do you feel the same, saat terasa berat untuk memulai langkah pertama. sementara nafas sepertinya tak rela dan hembus keterpaksaan tak terelakkan juga ? do you feel the same, as i do feel now ? ketika hari-hari sangat rapuh untuk dijejaki, hingga kita harus hati-hati meniti agar tak terperosok seperti yang pernah teralami.



sepertinya, kita harus semakin rajin menipu perasaan ini, hingga kita percaya bahwa kita tak pernah mengalami semua ini. do you think the same ?






di tempat kita bertemu dan berpisah



di tempat kita bertemu dan berpisah ada yang tertinggal dan terlupa kita bawa. kenangan. entah mengapa kita meletakkannya begitu saja di pinggir jalan lalu membiarkannya berserakan disapu angin. lalu lihatlah, udara kita dipolusinya hingga memenuhi langit. namun tak juga lenyap meski malam kian senyap dan langit tertaburi bintang.



kenangan. kenapa tak kamu bawa saja, simpan di saku baju atau kamu sihir dulu menjadi batu biar tak mudah dihempas kerisauan seperti yang sedang kurasakaan saat ini. atau kamu sembunyikan di balik lengan bajumu agar aku tak selalu melihatnya sebagai tugu tatkala harus melewati lagi tempat kita bertemu dan berpisah.





bening





aku menatapmu embun pagi, aku menghirupmu udara murni, aku merasakanmu lekat di hati. langit seri karenanya, bunga semi karenanya, seekor kupu pun sekejap melupa kisah pedihnya yang tiada peri.



mata bening, aku memasuki retinamu, menuju vena, merambati alir nafas, berputar-putar di kedalaman jiwa. berteduh di kehangatan tuturmu.



oh, tak mudah menerka hendak ke mana kamu bawa aku di perahu laju ini. aku pasrah saja, mengikut ke mana arahnya kayuh. biar, di buritan ini aku kan memandang diriku di bening matamu. hingga kamu pejamkan mata saat kita tiba di tempat cerita bermula.





12 tahun



"

apa rasanya, 12 tahun dikagumi diam-diam seseorang di saat kamu ingin ada dia yang menjadi tempat memahami seluruh kata yang tersendat tak sanggup terlontar dan uraian jawab segala tanya, sementara kamu tak mungkin lagi memercayakan diri pada hembus angin di sisimu.



apa rasanya, 12 tahun menanti tangan terhulur untuk mengajakmu berlari dari kesendirian dan keterasingan padahal semua yang di sekelilingmu sangat harap kamu segera membuka jendela, menyapa pagi, meliarkan senyum, berbincang tentang mimpi semalam, dan memenuhi hari ini dengan seluruh warna yang ada.



apa rasanya, 12 tahun melukis potret kehidupan penuh warna, membingkainya seindah mungkin namun tak kamu gantungkan di ruang tengah dan hanya disimpan di sudut kamarmu karena merasa tak mungkin dia yang kau inginkan hadir akan menyukai paduan warna-warna pada kanvasmu.



apa rasanya, 12 tahun memaknai puisi sedemikian tinggi padahal semua kata-kata begitu mudah kamu terjemahkan ke dalam gerak keseharian, ketika segala rasa yang mampir adalah rasa sesungguhnya, bukan lagi metafora yang harus ditafsirkan sehingga kamu tak sempat lagi mengakrabi kesederhanaan dan kepolosan takdir.



apa rasanya, 12 tahun larut dan hanyut terombang-ambing dalam samudera resah, menggapai-gapai pegangan, berharap ada biduk yang akan menyelamatkanmu dan membawamu ke suatu pulau terdekat.



apa rasanya, 12 tahun menimbun cinta hingga ke lapis bawah tanah karena khawatir durinya menggores hatimu dan membuatmu jatuh padahal merah mawarnya lebih elok untuk kamu pandangi dan selami.



apa rasanya, 12 tahun berkelana mencari jejak, menyusur pantai, menerobos hutan, memanjati gunung kehidupan padahal kamu tahu bahwa kembalimu ke kota yang itu lagi, tempatmu mengawal perjalanan.



apa rasanya, 12 tahun tak menikmati tawa dan tangis sewajarnya karena selalu kesedihan dan kegembiraan itu kamu simpan di balik awan kelabu hanya sekedar biar ia lebur bersama hujan yang selalu mengganggu senja yang kau impikan.



apa rasanya, 12 tahun duduk di bangku taman, memandang bocah bermain bola sementara kita memainkan perasaan dan endap semua khayal karena prasangka diri kita tak punya daya untuk sekedar berjalan pulang.



apa rasanya, sendiri di tengah malam, di tengah hutan, di tengah gelap, di tengah hujan deras, di tengah senyap.



apa rasanya, dipenuhi rindu, dijejali rasa, disesaki angan, dihujani keingintahuan....



apa rasanya, 12 tahun memuja penantian dan tiba-tiba semua pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya,

apa rasanya ?





pelan-pelan aku mencintaimu




seperti evolusi, maka aku pelan-pelan mencintaimu, tanpa suara, tanpa kata, bahkan nafaspun kutahan. aku tak ingin kamu mendengarnya ataupun merasakannya. aku hanya ingin menjadi bayangan dirimu, merayap mengikuti langkahmu, menjadi teman sejatimu mengawani kemana pergi.



begitu pelannya aku mencintaimu. hingga tanpa gerak, tanpa kedip mata. hanya getar yang terus merambat menuju pusat.



begitu pelan, dan aku sekejap menjadi udara di sekitarmu, yang tak terasa namun ada.





peuting ieu




peuting ieu kuring hayang ngimpikeun anjeun. da anjeun mah ngan bisa diimpleng dina impian. di alam nyata mah hese kacida ngararasakeun anjeun teh. kaburu dulagna hate tatalu manten. kaburu jadi gempa, geter rasa teh.



nya peuting ieu impian teh rek disorang wae. meungpeung euweuh bentang nu nyeraban nu ngahalangan ieu pikir ti ingetan ka anjeun. anjeun mah sing anteng weh di dinya, da moal lila ieu impian teh. lamun geus kapunahan ieu gerentes hate, jig we indit deui. bral, teangan kasuka anjeun teh. ngan, isuk peuting ditungguan deui, dina impian sejen.





rain fall again





hujan lagi. dan kita masih tak berdialog juga. masih setia di dalam keheningan pikiran masing-masing.



rintik itu kemudian membesar membanjiri setiap helai hati. di setiap sudutnya, aku mengurung murung sambil mencemaskan detik-detik yang tak juga mengajakku beranjak.



melewati gorong-gorong kenangan. sesekali berhenti, menghangatkan tubuh di depan tungku. membiarkan gemeretak gigi di sela kedinginan sambil terus berharap hujan segera pergi diiringi pelangi.



tapi hujan itu masih. dan rasa kantuk telah menyerang. ingin segera melupakan semua ini sejenak. semoga mimpi itu datang lagi untuk menemani





bidadari





bidadari berdiam di matamu, memperhatikanku, membuatku malu tak bertepian, namun rasa senang menyelinapi hati hingga tanpa getaran, mungkin sambil berjingkat dan tahu-tahu sudah duduk dengan manisnya.



jangan dulu terbang, sebentar saja temani angan ini sampai terpuaskan meskipun hanya sejenak dan tak abadi. sesuatu di diammu itu melukiskan banyak perasaan dan ingin kupahami segera.



bolehkan aku tinggal di hatimu ? aku berjanji tak akan melukai hanya melintas biar keingintahuan ini terlunaskan sebelum kesadaran menjadi pembatas dan memisahkan aku darimu.



bidadari, aku akan menunggu meski harus ikut membeku menjadi batu.





kembali , mengkonversikan mimpi




lingkaran ini. aku di dalamnya belajar tabel-tabel kehidupan, menghitung angka-angka horizontal vertikal. lalu tenggelam di antara kenyataan dan mimpi. mencoba bertahan dengan sisa-sisa oksigen di antara reruntuhan angan. ingin rasanya mengusik kenangan bisu yang berjalan terpatah-patah dan gambar hitam putih yang semakin memburam.



tentang suatu hari yang kian laju diburu waktu. tentang betapa susah mengkonversi kenyataan menjadi mimpi lagi. saat variabel pembantu tak juga menyiapkan jawab yang memudahkan melompat menuju pintu. ditemani cemas bahwa kenyataan ini akan segera menjadi kabut begitu saja, sementara selangkah demi selangkah mimpi mulai mengendap menjauhi.



tak mudah menyusun mimpi. tak mudah merangkaikan bayangan maya yang mau mengalirkan sepi menjadi terasa basi dan biasa. karena lingkaran ini tak juga berputar agar aku kembali ke titik mula, ketika mimpi hanyalah mimpi. sekilas harapan yang membersit hanyalah gerak tipu yang kemudian mengantarkan pecundang ini meratapi perih setiap kali silhuet hari itu tiba-tiba tergambar di hadapannya.





begitu hening mendekapmu

¤


begitu hening mendekapmu, maka meleburlah bersamanya. biarkan saja, dia hendak membawamu terbang, menyusuri langit malam, menatap wajah galaksi lebih dekat, dan membersihkan semua duga yang melelahkan hari-harimu itu. karenanya pejamkan saja matamu dan jangan berpikir dulu. kini relakan isi hati yang berkelana hingga dia menemukan satu planet sebagai rumah singgah. undanglah sebuah bintang dan dengarlah apa yang hendak diungkapkannya tentang sinarnya yang telah padam berabad silam. mungkin kau temukan kata-kata bijak darinya yang bisa menentramkan keresahan yang sering mengganggu tidurmu. sepulang bertualang, jangan dulu biarkan hening berlalu. mintalah dia mendekapmu lagi hingga lelap yang datang memembasuh seluruh keluh dan rasa yang mulai rapuh.



besok. di waktu dan tempat yang telah bergeser, hening akan kembali mengajakmu bertualang menjelajahi sisi-sisi asing di belantara hatimu, namun yakinlah dekapnya membuatmu tak merasa sendirian lagi.





itu



`

Betulkah kamu mau berlalu saja, tidak tertarik menjadi lagu, menjadi buku, dan memilih batu sebagai persembunyianmu ?



Betulkah kamu mau lari saja, tidak tergerak untuk bernyanyi, menemukan mimpi, dan mengisi hari dengan suatu hati ?



Betulkah itu ?





_

kawan datang, kawan pergi



setelahmu, ada yang mengisi rongga dan menjadi udara di sekitarku. darah yang hendak beku itu seakan kembali hangat dan menjelma arus yang mengalir melalui celah-celah sunyi yang selama ini kujadikan persemedian untuk melarikan diri dari sebentuk cemas.



ada yang datang kemudian, membuat semua sepi ini mati suri. kawan datang membawa bulan dan kunang-kunang. diantarkannya sebilah terang membuka rasa penuh warna dan bercahaya. hidup sedang bermula lagi, menyediakan nafas pertama yang segar dan beraroma.



setelahmu, kawan datang menawarkan makna. rupa-rupa tanya bermetamorfosa menjadi kosakata sederhana, puja doa, dan juga tanda. perjalanan tak lagi tunda. kembali, roda beranjak menarik asa penuh setia melewati deretan jeda.



setelahmu, kawan pergi membawa api melupa pagi. kawan pergi jauh berlari hilang sembunyi. tapi, kawan pergi menjejak arti.











seandainya, aku begitu merindukanmu




seandainya, aku begitu merindukanmu hingga tumpahlah perasaan menggenangi hari-hari dan malam, detik dijejali hingar bingar suaramu dan mengacaukan isi kepala, sementara aku tak tahu apakah kamu saat sedang menulis sajak atau jauh di dalam mimpi. mungkin aku akan tetap menjadikan rindu itu sebagai benteng pertahanan dan keselamatanku dari hembus dingin yang saat ini entah mengapa menyerangku dengan tiba-tiba.



seandainya rindu itu terus menempel, menyengat dan meracuniku, lalu menjadi parasit tanpa kusetujui, aku akan bertahan melewatinya meski ia menjadi luka yang akan semakin menganga dan penuh karat. aku ingin kamu tahu, rindu itu begitu berharga bagiku dan menjadi obat bagi luka itu sendiri, menjadi lagu bagi sepi yang terus memenjarakanku tanpa pembelaan yang pasti.



tapi, seandainya aku hanya bisa menjadikanmu kerinduan yang tak juga menepi, kerinduan yang basa-basi tanpa menjadikannya sesuatu yang berarti dan sejati, atau hanyalah duri yang menghalangi hangat mentari yang selalu dinanti, maka aku akan menghilang seketika itu juga tanpa meninggalkan jejak dan bau yang mungkin membuatmu terkenang atau merasa bersalah.

Tidak ada komentar: