Senin, 09 Maret 2009

Lagu reliji

Sekarang musimnya lagu reliji. Ramai-ramai para artis menyanyikan lagu reliji. Ramai-ramai televisi dan radio menyiarkan lagu reliji. Request lagu reliji hampir sebanding dengan lagu non reliji. Di panggung hiburan, kedudukan lagu reliji tidak lagi sebagai formalitas momentum. Para penontonpun sering larut menyanyikan lagu reliji dengan khusyunya.

Apa lagu reliji ? kenapa lagu-lagu Gigi dan Ungu dikategorikan lagu reliji ? Secara, lagu reliji adalah lagu yang bertemakan ketuhanan atau keagamaan. Sebaliknya, lagu non reliji yaitu lagu yang bukan bertemakan ketuhanan atau keagamaan. Lagu reliji bisa berjenis musik pop, rock, jazz, bahkan dangdut. Oh ya, lagu reliji bisa sama bisa beda dengan nasyid. Apa pula nasyid ? Nasyid berasal dari bahasa Arab yang artinya senandung. Tapi di Indonesia dan Malaysia makna nasyid menyempit menjadi senandung yang reliji. Artinya setiap nasyid sudah pasti reliji dan bertemakan ketuhanan atau keagamaan. Ada juga yang bertema humanisme dan lingkungan. Jadi persamaan nasyid dan lagu reliji adalah dari segi tema.

Namun lagu reliji bukan nasyid, setidaknya hingga saat ini. Saya masih jarang mendengar seorang penyiar atau pembawa acara menyebutkan lagu-lagu reliji Gigi sebagai nasyid. Kecuali beberapa radio yang bernafaskan agama (Islam) yang terbiasa memutar nasyid dan membuka tangannya untuk beberapa lagu reliji. Terkadang sang penyiar yang terbiasa dengan kata nasyid menyebutkan lagu reliji dengan nasyid.


Ada yang sering disalahkaprahi tentang lagu reliji ini. Ada yang menganggap bahwasanya artis yang menyanyikan lagu reliji, kehidupannya sudah reliji pula. Mungkin benar kehidupannya sudah reliji atau mungkin juga tidak (belum). Akhirnya ada yang menganggap bahwa lagu reliji hanya pantas dinyanyikan atau dibuat kalau diri kita sudah reliji. Dikotomi seperti ini mirip dengan budaya sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan sehari-hari. Ada juga yang maksudnya menempatkan kehidupan reliji lebih mulia atau tinggi dari kehidupan biasa. Sehingga ketika diri merasa belum mencapai tarap itu, lagu reliji belum ‘cukup umur’ untuk dinyanyikan.

Padahal lagu reliji hanyalah sejenis seni yang mempunyai nilai lebih karena bisa bernilai ibadah bergantung niat masing-masing. Sementara lagu non reliji tidak sampai ke arah itu karena biasanya lagu non reliji (minus lagu humanisme, kemanusiaan) masih berputar di ego manusia. Sebagaimana kita pahami ibadah bukan hanya milik mereka yang paham agama saja, maka lagu relijipun bukan hanya milik mereka yang sudah ‘ustadz’. Artinya pemahaman bahwa lagu reliji hanya ‘boleh’ dinyanyikan bila kita sudah’ustadz’, tidak berdasar sama sekali. Ibadah boleh dilakukan oleh siapa saja, dakwah boleh dilakukan oleh siapa saja, dan menyanyikan lagu reliji boleh dilakukan oleh siapa saja selama ia berniat, mau dan mampu. Itu saja. Ibadah haji menjadi sebuah kewajiban ketika seseorang memiliki bekal dan ilmu untuk itu.

Pernyataan yang sering dilontarkan oleh para artis untuk tidak menyanyikan lagu reliji biasanya ketakutan mereka bahwa kelakuan sehari-harinya tidak sesuai dengan lagu reliji yang dinyanyikan. Atau mereka tidak mau disebut munafik. Sebenarnya itu tergantung dari niat masing-masing, toh tak selamanya seorang ustadz berada pada nilai kebaikan. Namun setidaknya ada semacam ‘warning’ bila ia hendak berbuat keburukan.

Maka saya salut kepada para artis yang menyanyikan lagu-lagu reliji yang bahkan beralbum-album serta kontinyu. Entah ini sebuah fenomena kesadaran beragama atau hanya mengejar keuntungan finansia tidak jadi soal, karena saya yakin para pendengarnya tidak ambil pusing dengan hal tersebut. Yang terpenting bagi artis yang menyanyikan lagu reliji adalah meluruskan niatnya, bahwa dengan menyanyikan lagu reliji ia ingin memperbaiki dirinyta sendiri dan mungkin juga orang lain.

1 November , 2007

Tidak ada komentar: