Senin, 17 Agustus 2009

pintu 10, stik jiljian opik




"Ssstt.... ada si yudi,...!" anak-anak 'ditingker'serentak mengalihkan pembicaraan ketika yudi the zakers menghampiri bangku tempat mereka nongkrong saat pelajaran sejarah pa ayun kosong. ombi dan opik pura-pura ngobrolin kegiatan paskibra. ugun sibuk bikin gambar sesuatu di lembar belakang buku catetan. aku dan eka yang belum punya tema dadakan entah kenapa malah ngobrolin harga bawang di pasaran.
" yan, pinjem buku sejarah.....!" ujar yudi sok sok akrab. aku langsung menyerahkan buku yang dimaksud. yudi balik lagi ke bangkunya. anak-anak ditingker saling berpandangan dengan isyarat 'are you thinking what i am thinking ?'. mereka saat itu memang sedang merencanakan acara latihan nanti siang sepulang sekolah. karenanya nggak ingin ada makhluk gak penting mampir di kumpulan mereka saat itu. apalagi sebangsanya yudi yang disinyalir bakal mengganggu karir ditingker dengan kritikan destruktifnya. jelas ini akan mengganggu konsentrasi ditingker yang sedang semangat-semangatnya ngeband.
" yan, pinjem buku bahasa indonesia...!" tiba-tiba yudi udah datang lagi sembari menyerahkan buku sejarah tadi dan kembali meminjam buku lainnya. aku menyerahkan buku bahasa indonesia yang dimintanya. uh, anak-anak ditingker kesel. mana pembahasan latihan belum nyampe koma lagi. sabar, sabar man ! Yudi balik lagi ke bangkunya.
" nanti... gini-gini...gini....!" kamipun kembali ngobrolin rencana buat nanti. sedikit berbisik-bisik. kadang-kadang aku juga ngasih tahu sedikit-sedikit tentang chord lagu yang anak-anak sudah lupa. maklumlah, di rumah masing-masing belum punya gitar jadinya sering pada lupa dan jeleknya mereka pada jarang nyatet-nyatet buat ngingetin.
" yan, pinjem fisika....!" kembali the zaker udah nongol di bangku kami.
uuuhhh, the thinker kesel pisan. ni, anak apa maksudnya?
" nih.... nih ambil sekalian sama tasnya !" aku kesel juga. kuserahkan tas ransel "alpina' pada yudi. he he habis juga kesabaran mereka. apalagi saat yudi malah ketawa-ketawa sambil ninggalin bangku ditingker dan keluar kelas begitu saja. sebentar lagi memang jam istirahat. kumasukkan lagi tas dan buku-buku ke dalam laci meja.
" kesel, aku...!" kataku ke anak-anak yang mesem-mesem. ditingkerpun kembali ngobrolin rencana latihan siang nanti di pak tulus.

**

ada opik bangke, ada opik ocoy. keduanya ada di kelas 3A. keduanya juga ikutan diklat basket tiap senin dan kamis. tapi hanya satu yang jadi anggota ditingker, opik bangke. entah kenapa opik yang nama aslinya bagus diimbuhi bangke di belakang namanya. kata yoga, sejak kelas satu opik udah ditambahi bangke di belakang namanya oleh teman-temannya. opik sendiri jelas gak setuju awalnya. katanya mendingan opik galing aja, kan rambutnya galing alias keriting.

sementara opik ocoy juga nama aslinya bagus. sejak kelas satu juga dinamai opik ocoy oleh teman-teman sekelasnya. konon, dinamai opik ocoy karena untuk membedakan dengan opik bangke. secara, mereka memang di kelas satu sekelas. dan julukan berbau rasis itu melekat hingga kelas tiga. ya, semacam kutukan gitu, hingga adik-adik kelaspun tahunya nama itu aja. opik ocoy apa opik bangke? begitu kalau mereka nanya seputar per-opik-an. untunglah guru-guru nggak ikut-ikutan. mereka cuma mengenal taufik arif dan taufik rizal. keren kan namanya. selain guru-guru anak-anak ditingker juga jarang manggil bangke ke opik bangke. cukup opik. kecuali kalau lagi pada kesel karena sesuatu, sering terlontar umpatan, "... dasar bangke !" he he sorry menyorrry, pik.

opik ditingker aktivitasnya banyak selain ngeband. dia anak paskibra bareng ombi. dia juga anak basket bareng aku dan ugun. di rumahnya dia sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. di rumah neneknya dia jadi cucu kesekian. sementara di rwnya dia hanya jadi warga biasa. di ditingker juga dia merangkap sebagai backing vokal dan penulis lirik meskipun ngaco-ngaco. nah, kebayang kan banyaknya aktivitas opik. apalagi dia sedang melakukan pedekate pada anak kelas dua.

dengan kegiatan seabreg itu dia harus pandai membagi waktu. kadang-kadang dia juga membantu usaha keluarganya yang bergerak di bidang makanan yakni memasukkan produksi makanan olahan industri rumah tangga ke toko-toko makanan. dari sana dia dapat uang jajan lebih. dari sana pula dia bisa ngumpul-ngumpulin uang. dari sanalah dia bisa membeli sepasang stik drum yang kini dipamerkan kepada kami.

" mereknya apa pik ?" tanyaku sambil mengamati stik dilapisi pernis mengkilap dan kelihatan masih baru itu
" jiljian....!" jawabnya bangga
" wah, bagus itu mah..." eka nimbrung, sok tahu juga.
" iya dong... lars ulrich metalika pake ini..." jelas opik
" iya ?" tanyaku gak yakin
" iya... katanya,.... bimbim slank juga pake ini...." sahut opik makin b besar
" iya?" aku nanya lagi tambah gak yakin
" katanya....!" kali ini eka yang jawab, sambil ketawa-ketawa. iya gitu?
tapi opik gak hirau. terus saja dia mainin-mainin stik dug tak dug tak, sesekali meropel dan berakhir di kepalaku sebagai simbal. ya, semua kelihatan udah pada hgak sabar menanti siang nanti. opik udah gak sabar ingin mencoba stik barunya. aku juga ingin nyoba klabber baru di gitar elektrik. dari kemarin main gitar pake uang gocapan melulu. khusus untuk klabber aku nanya ke suhu taher bagaimana cara makenya.
" kaya gini...., jempol dan telunjuk membentuk huruf O, tapi rada pipih !" taher menjelaskan sok teoritis.
" gini...?" aku langsung memperagakan
" kurang pipih, gini...." taher mencontohkan lagi. uh, pelajaran klabber susah juga.
" gini ?" aku nyoba lagi
" nah, gitu.....metiknya bolak-balik.... biar efektif !" sambung taher.
" ngerti...ngerti....!" ujarku senang sambil kembali memperagakan bagaimana menggunakan klabber.
" kapan latihan?" taher nanya lagi setelah yakin muridnya ini bisa make klaber.
" nanti siang..."
" di pak tulus...?" tanyanya lagi
" iya..."
" ada tempat latihan lain lagi.... masih kondangrege juga, tapi lebih bagus. kapan-kapan latihan bareng di sana..." jelas taher
" siap..lah..."

***

kembali ditingker sedang 'bebelesekan' di sawah menuju tempat latihan. sepatu udah dicopot biar gak kotor. tapi kali ini gak saling menyalahkan. semua kayaknya udah mengerti resiko dari sebuah alternatif. ya, karena menghindari daerah 'reman' maka pematang sawah berlumpur tidak bisa tidak harus mereka jalani. cuma inilah jalan satu-satunya yang terdekat menuju rumah pak tulus, sang pemilik studio. untuk nyari jalan alternatif terdekat lagi kayaknya udah gak ada. kecuali mereka bisa terbang, dan semua sepakat itu ngehayalnya terlalu lebay.

seperempat jam kemudian mereka sudah sampai di daerah gang-gang. tapi mereka di sambut... Gog !!
" ada, anjing !!" eka yang pertama di jalan gang langsung balik lagi ke anak-anak. di depan mereka seekor anjing berdiri sangar.
" jangan lari...jangan lari, ka...!" seru ombi. biasanya kan emang kayak gitu. kalau di perjalanan ketemu anjing, kita jangan lari. nanti anjingnya malah ngejar. tapi kalau panik kayak eka gini susah juga. akupun dan opik udah siap-siap mau lari. anjing kampung itu terus menggonggong bikin kami tambah 'ngeper'.
"kalem..kalem...jalan aja.." suruh ombi. tapi kelihatan wajahnya cemas juga.
eka yang paling deket dengan anjing itu hanya terpaku dengan muka merah padam. ketakutan abis. sementara anak-anak 'ditingker' lainnya antara ketakutan dan pingin ngetawain eka yang ketakutan. wajahnya itu... eka kan kulit dasarnya putih.a
" slowly..slowly..." kembali ombi yang kelihatan paling mengerti bab ' ketemu anjing di gang' memberi arahan. seorang penduduk setempat kebetulan lewat, " nggak apa-apa jang, ... baik anjingnya juga.!" katanya sambil berlalu. yey, bukannya bantu mengusirkan !
kamipun mengendap-ngendap sambil 'pupuntenan' dengan mata tak lepas dari sang anjing hitam dengan lidah keluar masuk. kami merapat ke tembok menghindari anjing.
"gog !!" anjing itu menggonggong keras.
" tenang...tenang !" kata ombi. perlahan dan perlahan dan perlahan...alhamdulillah, akhirnya satu persatu 'ditingker' berhasil melewati anjing yang terus menatap tajam seolah kami ini para maling kecil yang akan mangganggu ketentraman kondangrege sambil....
" gog !!" anjing itu menggonggong lagi pada kami
" udah jangan ditanggapi.... biarin aja" kata eka kesel. he he siapa juga yang mau menanggapi, kayak gak ada kerjaan aja. " cuekin, ...cuekin... jangan ditanya" opik yang juga baru hilang rasa takutnya langsung menimpali. kami tinggalkan anjing sialan hingga gonggongan terakhir yang sayup-sayup masih terdengar. ke kiri apa ke kanan ini teh, ka? di persimpangan gang kembali mereka bertanya-tanya.

***

dengan stik 'jiljian'nya, opik bermain drum penuh semangat. saat itu ditingker sedang sesi jam session setelah bosan dengan lagu yang diulang-ulang. never say, knockin' don't cry... balik lagi knockin', don't cry, never say.... lalu don't cry, never say, knockin.. bosen, maka opik mengusulkan improvisasi. jadi, lah ! instrumental dengan chord-chord ngaco kami mainkan. aku menjelajahi nada-nada gitar sekenanya. buruluk-buruluk gak beraturan.ugun mendentam-dentam kan basnya. bahkan dipukulnya. eka main-mainin efek gitar dan handle sambil he he he kayak anak kecil puas ngerusak mainannya. dan ombi teriak-teriak gak jelas antara nyanyi atau kesakitan. tapi yang paling kesetanan adalah opik. improvisasinya gila-gilaan. semua unsur drum hingga tamborin dia pukul keras banget. lagu kemana, musik kemana. hasilnya kebisingan luar biasa.
" bebas aja... kan bayar !" sahut opik ketika kutanya, " ini teh gak apa-apa?"
jadilah kita pemusik yang kerasukan improvisasi. hingga,....
"tak !!" suara keras terdengar di sela gak jelasnya aransemen musik dan sebuah benda di tangan opik melayang lalu jatuh dekat kakiku. semua berhenti. cuma ombi yang belum sempat, di antara gaya jim morison dan kurt cobain lagi mabok.
" kenapa ?" semua kaget melihat opik.
" patah !" jawab opik setengah bengong
" stik ?" tanyaku
" iya...." jawab opik cengar-cengir. walah... stik metalika bisa patah juga?
" terlalu keras mukulnya, kaya mukul bedug aja...." komentar ugun yang keasyikannya terganggu.
" udahan ah, cape.... !" dengan cuek opik keluar dari set drum. gitu aja, gak bertanggung zaenab pisan. dalam hati mungkin bete juga stik jiljiannya yang baru dipakai sekali udah patah. padahal stiknya slank tuh,.... katanya.
aku juga yang udah cape melepaskan gitar yang berat banget menggelayut di pundak.
" emang berapaan harga stik jiljian....?" tanyaku penasaran
" dua ribu lima ratus..." jawab opik pendek
" alah,... pantes atuh.... patah. palsu tuh..." sahut eka yang juga udah cape banget. sementara lampu merah udah nyala.
" satu lagu lagi.... sayang ah... " seru ombi lantas pindah ke balik set drum mengambil stik opik di atas snare dram . cuek aja gedug-gedug mesti stik yang utuh cuma satu, yang satunya lagi tinggal setengah.
" ayo yan.. gun...!" pintanya sambil ropel.
" sok...aku vokal...!" sahut opik mengambil mikropon. " never say goodbye, mbi..!"
" siap...!!" kata ombi. dengan gaya prof ombi ngabil intro drum never say....
tak dug tak dug dug......teng...teng...teng...teng.. akhirnya meski gak lancar dan banyak kepeleset, lagu penutup kami geber juga dengan perubahan posisi pemain. ya, hitung-hitung intermezzo.

sejam kami latihan. dan korban pertama latihan ditingker udah ada yaitu stik opik yang 'secara' adalah jiljian stiknya 'metallica dan slank'. gak apa-apa, besok beli lagi, pik ! besok banyak-banyakin lagi masukin jualan ke toko biar dapat uang ekstra. dan.... jangan berhenti, polisi ruang angkasa the thinker ! selamatkan bumi ! ingat kata voltus (walau gak nyambung):

"thinker lima sahabat kita semua....lima pemuda yang gagah perkasa... thinker lima tak pernah terkalahkan dari serangan luar angkasa..... stik jiljian andalannya, stik yang paling ditakuti...oleh lawan-lawannya, thinker lima..thinker lima...pahlawan bumi !!???"

ah, what a day, what a dog,... and what a stick !!

Tidak ada komentar: