Senin, 28 September 2009

pintu 18, hidup itu kemping bagian 3

.....
hidup itu kemping
menantang kemapanan
memaknai keterasingan
merasakan kesendirian
menyiasati kegetiran

mereguk pengalaman
yang tak bosan-bosan
......

malam pertama bagi pengantin baru katanya menegangkan. begitu pula bagi kami para pecinta alam dadakan yang baru pertama kali kemping di gunung guntur. segala macam perasaan berkecamuk dalam dada. takut kalau-kalau gunung tiba-tiba meletus. takut kalau-kalau tenda tiba-tiba diterbangkan angin. juga takut kalau tiba-tiba ada hewan buas mendekati tenda dan tanpa permisi ikut masuk ke dalam tenda.


teringat pula cerita wildan fahmi beberapa waktu silam.
"kadang-kadang bagong juga masih ada, yan....!" katanya sebelum kami mandi-mandi di bawah curug yang airnya deras. " biasanya mereka keluar di malam hari, kadang ke sungai untuk minum..." sambungnya.
" tapi tidak menyerang manusia, kan?"
" tergantung,... kalau tempat tinggalnya terganggu pasti mereka akan menyerang manusia..."
" kalau menyerang kita bagaimana, dan...?"
" usahakan saja kalau dikejar kita jangan berlari lurus, tapi bolak-belok... mereka kan menyeruduk kayak banteng.... pasti kita selamat ! itupun kalau kita tidak panik. tapi biasanya kan panik duluan. makanya kalau di gunung tidak boleh panik. kalau ada apa-apa harus tenang. otak tetap bekerja selain otot"

jangan panik. ya, apa yang mesti ditakutkan toh belum tentu dan belum kejadian ? tapi kan waspada dan hati-hati tetap sebuah kewajiban.
" jo, sekeliling tenda sudah ditaburi garam ?" sebagai tanda hati-hati aku memastikan segala sesuatunya harus beres.
" sudah..sudah...!" a asep yang jawab di antara sadar dan ngantuk.
alhamdulillah. cukup aman. konon sekeliling tenda ditaburi garam agar hewan melata tidak berani mendekat misalnya ular, kadal, kelabang, dan sebangsanya. katanya, mereka akan merasa perih kalau tubuhnya terkena garam. pantes aja kemarin ijo wanti-wanti agar membawa garam balok agak banyak.

tapi masih juga kami merasa was was setajam silet. tadi sebelum masuk ke tenda sempat menengok arah pepohonan. kok, mirip monster ya. tapi ah, yakin kalau itu cuma pohon. waktu mencari ranting ke arah sana bareng ugun itu kan memang pohon. tapi kenapa tadi mirip monster ya. apakah kalau malam pohon itu berubah jadi monster? hiiy... jadi serem, ya. lagian, malam ini kok sepi banget.
" yan, udah tidur ?" kata ugun setengah berbisik.
" belum... susah tidur, euy !"
" sama.... yang lain udah pada tidur?"
" sepertinya sudah, tuh si ijo mah ngorok....eh, jam berapa sekarang...?"
" setengah satu...!"
" sepi ya... nyalakan radio...!"

ugun memutar-mutar gelombang radio. kebanyakan sudah keresek-keresek. ada juga yang muter lagu nasional, rayuan pulau kelapa. sudah itu keresek-keresek. siarannya habis sampai di situ. akhirnya didapat pula radio yang masih bersiaran. entah radio apa. oh, siaran dongeng atau mungkin sandiwara radio.

" udah, itu aja gun...."

ugun berhenti di siaran itu lalu mengoptimalkan gelombang agar suaranya lebih jernih. diputar-putarnya pula antena radio hingga dihasilkan suara yang oke. namun keresek-keresek masih tetap saja ada. kamipun dengan khusyu mulai menyimaknya. suara musik yang dramatis menyeramkan sebagai latar belakangnya.
" mak lampir pun menghampiri para pemuda yang sedang kemping di gunung yang dikuasainya seraya berseru..... Hik hik hik... kalianlah mangsaku berikutnya... hik hik hik!"
" matiin gun.... sereeeem !"
sekejap radio itu sudah dimatikan. kamipun buru-buru berlindung di balik sarung masing-masing. berdoa agar cepat tertidur. berdoa agar pagi segera saja datang.

tapi masih terngiang juga suara mak lampir itu,...hik hik hik.....

***

kami dibangunkan oleh adzan fals nya a asep. uh, di mana nih kok gelap begini ? lho lupa atau apa...kan, masih di gunung. masih di dalam tenda sempit. duh, punggung lumayan pegel juga. kok, kasurnya empuk banget sih ?
" bangun euy... bangun.... udah shubuh, sholat...!" a asep membangunkan semuanya sehabis menyelesaikan adzan shubuh tadi.
" masih gelap juga... tidur lagi ah...." ombi yang baru menongolkan kepalanya di pintu tenda langsung berbalik.
" eh, sholat mbi....!"
kami semua keluar dari tenda. masih pada bersarung dan berkupluk.
" dingin....!" ugun berseru

untungnya dingin shubuh bisa terhibur dengan pemandangan maha sempurna dari alam. langit gunung menawarkan bintang gemintangnya yang bertaburan tanpa dihalangi mendung atau awan gelap. apalagi suasana sekeliling yang gelap menambah kesempurnaan cahaya yang mungkin saja sebenarnya sudah pudar berjuta tahun silam itu. padahal di waktu-waktu lainnya langit malam selalu saja dicuekin karena biasanya juga seperti itu. tapi entah kenapa kali ini terasa lebih indah, lebih jelas dan lebih dekat. ingin rasanya sejenak terbang memunguti satu-satu.

" yang itu rasi kalajengking.... yang itu rasi beruang....yang itu rasi bintang layang-layang " aku menjelaskan bentuk-bentuk yang sudah kekenal dari buku pelajaran fisika kelas dua.
" itu, yang maju apa, yan.....?" ombi berseru
" mungkin itu bintang jatuh atau meteor...... dari tempat dengan pencahayaan kurang seperti ini semua terlihat jelas, ya"
" coba kalau ada teleskop....!"
" sholat dulu, barudak....!" a asep kembali mengingatkan.

berduyun-duyun kami menuju bawah. menuju aliran sungai untuk mengambil air wudhu. brrr, dingin pisan.....

setelah sholat, ijo membuat perapian lagi. dingin-dingin begini paling enak minum kopi sambil berdiang di depan perapian. perapian juga dimanfaatkan sebagai pengusir binatang buas yang umumnya takut melihat api. di atas perapian dipanaskan sepanci air.

" kemping kalau dinikmati bakal nikmat....!" ujar ijo sambil meniup bara di perapian agar apinya membesar.
" setuju... tapi dinginnya itu, jo..." tukas aku.
" makanya belajar merokok...nih, jarcok !" sahut ijo dan dengan cekatan dia menyalakan rokok di bibirnya dengan bara dari perapian. asap rokok keluar masuk dari mulut dan hidungnya.
" nanti ah... kalau kopinya udah jadi..."

kami mengelilingi perapian yang mulai membesar. a firman memasukkan ranting-ranting dan beberapa batang kayu bakar. untungnya beberapa sudah mulai kering. beberapa yang masih basah diletakkan di dekat perapian agar cepat kering.
" ombi ke mana ?" tanya a firman celingak-celinguk.
" tidur lagi, masih ngantuk katanya, biasa shubuh jam enam sih......" jawab a asep.
" oh, seandainya ada hui boled......!" ijo mulai berkhayal
" ada, jo.... tadi di jalan menuju tenda ada kebon.... kayaknya kalau singkong...!" sahut ugun. aku dan dia memang sempat melihat kebun tak jauh dari tenda kami.
" sok atuh nyabut..... bubuy singkong plus kopi.... enak, yan !"
" nggak mau ah, maling itu mah... nanti saja kalo ada yang punya kita minta... kalau perlu beli..."
" iya, ding.... nanti malahan sakit lagi..."

kamipun melupakan khayalan tentang singkong bubuy dan sejenisnya. untuk sementara kopi plus jarcok sudah cukup. sruput-sruput...... huuuhh....

menit berlalu cepat langit beranjak terang. di sekeliling kami mulai kelihatan semuanya juga. pohon yang semalam diduga telah menjelma monster ternyata tetaplah sebuah pohon. rerimbunan perdupun mulai kelihatan jatuhan embunnya. kota yang semalam terang berkilau kini mulai padam dan terlihat seperti pemantauan 'google earth 3 dimensi'. dan meski bintang mulai tak tampak di langit ada pengganti yang tak kalah menakjubkan.

" sun rise ! ", kami berseru terkagum-kagum dan tersenyum hangat ke arah matahari di timur sana. sang matahari balik tersenyum dengan kehangatannya yang tidak terbendung.

ah, bumipun benar-benar hangat karenanya.


**

jatuhan air curug menimpa punggung. antara nikmat dan sakit seperti di gebugin hansip pada awalnya (emang pernah ?) . namun lama-lama saat sudah terbiasa enak juga. seperti dipijit. tubuh menjadi segar. terbayar sudah lelah perjalanan mendaki dari tenda ke curug sekitar satu jam dengan sejuknya air curug.

butuh tambahan keberanian untuk mandi di bawah curahan air puluhan kilogram. akupun awalnya ragu-ragu. dengan bismillah langsung masuk, bergabung bersama ombi, a asep, dan ugun yang sudah bermain air dan ketawa-ketawa senang. sementara a firman masih enggan. masih memilih bermain gitar di pinggiran.

meskipun baru kami doang yang sudah sampai di curug namun kami tak berani 'naked ria' sambil mandi. nanti dikira tarzan lagi meskipun habitatnya emang bener di hutan ini. makanya celana hawai yang kami pakai tak kami copot saat mandi. paling-paling cuma bajunya saja yang dicopot dan diletakkan begitu saja di antara bebatuan besar yang ada di sana.

untungnya curug belum ramai. diprediksi hari ini curug bakalan ramai oleh orang-orang yang berpiknik dan berkemah seperti kami. dan kalau udah banyak orang biasanya tidak bisa sebebas sekarang. kamipun berpuas-puas diri dengan kondisi yang masih memungkinkan ini. a firman pun sudah bergabung berbasah-basah.

terasa lengkap tujuan berkemah kami. ya, curug adalah target utama kami semenjak dari rumah dan mandi di bawah guyuran air alami including di dalamnya. ke citiis tanpa mandi di curugnya sama juga boong. " sama dengan ke mekkah tanpa ke madinah", kata wildan fahmi sedikit lebay pada suatu waktu. karenanya kesempatan langka ini kami manfaatkan sebaik-baiknya. jarang-jarang ada kesmpatan kemping tiap semester

meski tanpa ijo. ijo ? iya, makhluk itu kemana, ya?

ada. ijo sedang korpe di tenda. sebagai komandan ekspedisi ijo rela mengorbankan dirinya sendiri demi kesenangan anak buahnya. ijo memutuskan untuk menjaga tenda saja daripada tenda ditinggalkan nanti ada orang iseng yang menjarah barang-barang bawaan anak-anak. sementara anak-anakpun ingin melaksanakan amanat wildan untuk mandi-mandi di curug. dan jarak tenda ke curug ada sekitar sejam perjalanan.

" nanti saja, aku ke curug di kloter kedua, sendirian..." putus ijo. anak-anak seneng dan bergegas meninggalkan ijo dengan setumpuk alat-alat makan kotor. tapi ijo rela. toh, di pramuka juga di sering kebagian tugas-tugas seperti ini. yang penting, teman-teman saya senang, katanya dalam hati.
" tapi jangan terlalu lama....!" teriak ijo di kejauhan ketika anak-anak mulai meninggalkannya. alone.

namun anak-anak sedang melupakan teriakan ijo tadi. saat curug mulai dipenuhi orang-orang berpiknik, kami tanpa ijo sedang mendaki lagi bukit yang ada di atas curug. setelah puas mandi-mandi. setelah puas dengan pijitan alami. setelah puas bermain air. saatnya menjajal keberanian lagi.

" kata wildan, di atas curug utama, masih ada dua curug lagi....!" ajakku pada anak-anak. anak-anakpun penasaran. juga sedikit niat jelek, mau kencing di curug atas kan aliran airnya nanti dipake mereka yang ada di cfurug utama bawah. soalnya sempet sebel ke orang-orang yang datang belakangan yang membuang sampahnya di mana-mana. lalu dengan tanpa sopan berteriak-teriak seenaknya. emangnya ini di hutan ? kan, memang. tapi gak usah gitu-gitu amat dong.

" kan, tiap orang beda-beda tingkat intelektualnya..." a firman menengahi
" lagipula kalau kita kencing di atas... berarti nyampe juga dong ke sungai dekat tenda kita... mau minum kotoran sendiri...? " sambung a asep.
iya juga. makanya kami mengurungkan niat untuk membuang hajat di curug atas. biarlah orang-orang yang mengotori hutan dan gunung dihukum sama alam sendiri.

***

apakah wildan yang bohong atau kami yang kurang gigih mencarinya? yang jelas di atas curug utama kami hanya menemukan sebuah curug yang kapasitasnya lebih kecil. lalu kami menelusuri lagi ke tempat lebih atas dan atasnya lagi. bela-belain kena duri dan berkali-kali terpeleset.
" nanti bakal ditemukan, air yang keluar dari dalam pasir... bagus banget !" masih teringat ucapan wildan waktu itu. mungkin itulah mata airnya. akupun jadi penasaran karena pada saat pertama kali mendaki gunung ini beberapa waktu lalu tidak sempat berkeliling lebih jauh. wildan memang jurignya citiis karena dia sering main ke gunung ini. makanya aku percaya benar dan meneruskan 'amanat' wildan ke anak-anak hingga anak-anak yang lainpun penasaran juga.

tapi hingga sejam lebih kami mencari dan menelusuri hulu sungai tak juga kami temukan. air curug yang ke bawahnya deras banget ternyata semakin disusuri ke hulu semakin hanya berupa aliran sungai kecil saja dengan semak belukar dan batu kecil di sisinya. airnya kelihatan semakin jernih.
" kalau air ini aku berani minum langsung....!" ujar ombi sembari mengambil air dengan tangannya dan meminumnya. kamipun mengikutinya. airnya memang seger.
" kayak air akua, ya....!'"
air seger itupun kami masukkan ke dalam botol air mineral masing-masing. kami melanjutkan perjalanan menusuri aliran sungai ke arah hulu. namun ternyata jalan setapak semakin sulit. mungkin jalan ituy belum ada artinya belum ada orang yang nyampei ke sini. kalaupun ada mungkin sudah lama sekali. suasana hutan terasa sehutan-hutannya. sepi dan sesekali suara binatang hutan saja.

" istirahat dulu, yu..." a asep mengajak kami berhenti. cape juga, naik turun gunung.
" kayaknya mah, air keluar dari pasirnya gak bakal ketemu, yan...!" kata ombi sambil minum air akua alami.
" iya.... kita turun aja.... kasihan si ijo....."

kamipun memutuskan untuk kembali ke tenda. hati-hati menuruni bukit di atas gunung. jalan turun lebih licin dan susah. harus ekstra waspada. kata sebagian pendaki, jalan menurun saat pulang lebih berbahaya daripada jalan saat mendaki. ini disebabkan kondisi kita yang sudah cape saat mendaki sebelumnya.

memang demikian. makanya segala yang bisa dipegang untuk membantu turun kami pegang. rumput alang, pohon, bahkan batu kami jadikan pegangan agar tidak terpeleset. tak lupa kami saling memperhatikan teman di depan atau di belakang.

kalau pas berangkat tadi kami menggunakan jalur ilalang, maka pas kembali ke tenda kami menelusuri aliran sungai. beberapa kali berpapasan dengan orang-orang yang hendak ke curug. lalu saling menyapa basa-basi seadanya
" di atas rame, a...?
" rame....!"
" terima kasih..."

tempat-tempat yang kami rimbun oleh pepohonan sehingga mirip goa. tiba-tiba saja teringat dengan tempat syutingnya film-film silat indonesia. ya, gak jauh beda lah. makanya kami harus siaga juga. siapa tahu, kapaknya wiro sableng nyasar.....

Tidak ada komentar: