Minggu, 24 Mei 2009

STTT 1998




Sejarah ?
Atau sebagian cerita yang sempat tercecer.


Tanggalnya lupa lagi, yang teringat hanya harinya, Jumat sekitar Maret 1998 adalah suatu waktu di mana kampus kami memecahkan kebisuan.
Orde Baru masih berkuasa saat itu
Sidang Umum menetapkan Suharto dan Habibie sebagai penguasa selanjutnya, untuk Habibie baru sekali, Suharto telah beberapa kali.

Aku tidak tahu di kampus diadakan aksi hari itu. Begitu masuk kampus aku melihat banyak spanduk, dan berbagai macam persiapan aksi. Beberapa hari sebelumnya bersama teman di lain kampus, aku ke Unpad menyaksikan aksi mahasiswa di sana, yang isyunya antara lain menolak Laporan Pertanggungjawaban Suharto.
Oh, demo itu kayak gini, pikirku waktu itu, maklum aku nggak ngeh politik saat itu. Para mahasiswa di sana bergantian berorasi diselingi nyanyian yang dilakukan oleh sekelompok pemusik mahasiswa.


Aksi hari itu di kampus ini, dimulai dengan beberapa mahasiswa yang berkeliling membawa spanduk di seputar kampus. Dari depan Aula A mereka, rata-rata anak Angkatan 96, berjalan ke belakang ke depan Lab ( Gedung Lab Tek A, yang ada pertenunan, perajutan) dan Pilot Pintal, ke depan masjid Litta, kembali ke depan lewat jalan cemara, ke depan Lab-lab / BBT dan Pemintalan Lama, serta balik lagi ke depan Aula A. Oh, ya beberapa mahasiswa memberi tahu teman-teman teman lain di Lab kimia/ Evaluasi Fisika/kimia yang letaknya terhalang gedung BBT.

Aku ingat waktu itu, beberapa mahasiswa belum mengerti akan adanya aksi hari itu. Aksi atau demo adalah sesuatu yang aksi di kampus milik Deperindag ini, bahkan mungkin satu hal yang tabu. Penguasa kampus masih merupakan generasi-generasi lama.

Hadiatul (96 KT), Mustofa Kamil (96 TT), Zamzam (96 TT), dan Dedi (96 TT) adalah beberapa nama di antara teman mahasiswa yang berkeliling kampus membawa spanduk mengajak teman-teman lainnya untuk ber-aksi hari itu. Mereka pionir saat itu. Karena baru pertama kali terjadi di kampus ini, maka rombongan yang berkeliling tersebut terlihat aneh. Rombongan tersebut hanya sedikit yang menanggapi. Teman-teman mahasiswa lainnya malahan bamyak yang Cuma duduk-duduk saja di DPR depan.

Hari Jumat saat itu, adalah minggu pertama atau minggu kedua masuk kuliah (kuliah hari Senin), maaf aku lupa lagi , yang jelas mahasiswa di kampus sudah agak banyak, setelah pulang kampus dari liburan Lebaran.

(Suhu politik pada masa itu sedang hangat-hangatnya. Hampir semua kampus menggelar aksi tiap harinya).

Di kampus Cicadas hari itu jadi beda dengan hari lainnya.
Angkatan 95 Teknik Tekstil yang sedianya hari itu ada perkuliahan jam delapan, jadi batal. Bukan kerena adanya aksi hari itu saja, tapi memang dosennya nggak datang. Satu hal yang sering terjadi waktu kami berkuliah dulu, entah kalu sekarang. Aku tak ingat kuliah apa hari itu. Beberapa temanku yang kutahu aktivis atau orang-orang kritis memang telah tidak berniat kuliah hari itu.

Sabiq (95 TT), Andri Sulaksono (95 TT), M. Zein (95 TT), dan Gunawan (94 TT) adalah ternyata teman-teman mahasiswa yang menjadi penggagas demo ini. Andri Sulaksono saat itu adalah Ketua BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) saat itu. BEM/senat mahasiswa belum terbentuk.

Setelah terkumpul massa mahasiswa sekitar 40 orang, dimulailah orasi-orasi di depan Aula A. Sekitar 3 spanduk ikut mewarnai, ditambah beberapa kertas ukuran lebar, yang bertuliskan semangat anti Suharto, oh, bukan tapi saat itu isi tulisan masih bersifat umum seperti hancurkan KKN dan sebagainya, belum mengarah kepada pelengseran Suharto.
Menjelang siang peserta aksi bertambah banyak.
Oh, ya ada juga aksi pembakaran kursi

Aku masih ingat temanku, Dudung (95 TT) membawa kertas lebar bertuliskan IMF (Indonesia makin farah), atau protes karena harga rokok membumbung. Rata-rata tulisan di kertas lebar berisi protes, namun dalam bentuk humor.
Tapi ada spanduk yang bertuliskan agak radikal, untuk ukuran saat itu, yang intinya menyuruh Suharto lengser, spanduk berukuran 1 m 5 m tersebut konon saat itu setelah aksi berakhir diamankan satgas aksi, karena masih dianggap terlalu berbahaya.

Beberapa teman yang berorasi umumnya menyuarakan kebijakan Suharto saat itu yang dinilai tidak untuk kepentingan rakyat.
Mustofa Kamil memprotes sikap elit kampus yang bersikap diam dalam menghadapi keadaan ini. Beliau membandingkan dosen di kampus Cicadas dengan Amin Rais yang di UGM terang-terangan mendukung aksi mahasiswa. Amin saat itu masih jadi dosen di UGM. Mustofa dengan emosinya, mengritik elit kampus ini yang berbau orde baru dan tidak bersikap.

Nono, seorang dosen setengah senior, menjawab segala tuduhan Mus. Beliau mengatakan bahwa mereka (petinggi kampus) bukannya tidak mau beraksi. Menurut beliau aksi-aksi ini harus jelas arah tujuannya, dan jangan sampai ada yang menunggangi. ( Lokasi kampus yang berhimpitan dengan kantor BBT, yang notabene milik pemerintah berasosiasi dengan pegawai negeri alias Golongan Karya mungkin salah satu penyebab para dosen tidak bersuara saat itu, mereka kan pegawai negeri)

Beliau menyarankan lebih baik aksi yang dilakukan langsung menyentuh rakyat, misalnya pembagian Sembako (sembilan bahan pokok) yang sangat diperlukan rakyat. Dan beliaupun langsung merogoh saku celananya menyumbangkan sejumlah uang sebagai tanda bahwa aksi yang dilakukan berasa di rakyat.
Satgas aksi yang pada saat itu tidak merencanakan akan diadakan permintaan sumbangan kayak begini sedikit kalang kabut. Akhirnya mengikuti saran Nono, berkeliling ke depan massa mahasiswa, meminta-minta sumbangan untuk sembako rakyat. Nantinya mereka juga meminta sumbangan kepada petinggi kampus lainnya.

Sekitar jam sepuluhan, Satgas aksi merencanakan memindahkan lokasi aksi ke lapangan rumput di depan gedung utama perkuliahan dan berorasi di sana. Tujuannya jelas, biar aksi ini dilihat dan dirasakan masyarakat sekitar kampus. Apalagi di depan adalah jalan raya Ahmad Yani yang senantiasa ramai pada jam-jam itu. Tujuan berdemo ini akan semakin efektif.

Namun petinggi kampus menolak, dengan adanya kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti kerusuhan atu sejenisnya. Namun satgas dan mahasiswa mendesak petinggi kampus dan akhirnya diperbolehkan., dengan syarat demo tertib. Itu saja di kampus ini masih susah perizinan.

Mahasiswa Tekstil membacakan pernyataan sikap di depan masyarakat Cicadas yang menonton demo mahasiswa pertama kalinya di kampus ini. Isi pernyataan sikap itu antara lain …. (lupa lagi)

Jam sebelasan aksi hari itu usai. Diliput satu media, Bandung Pos (kalau tidak salah).

Dan ternyata di belakang kampus ada sebuah mobil truk berisi satu kompi polisi Dalmas, yang kuketahui ketika mau sholat Jumat di Litta, begitu melihatku mereka langsung pergi. Takut ‘kali.

aksipun masih berlanjut di hari berikut, lebih membuat kampus ini terkejut....



95.P.1563 Mahasiswa Tekstil angkatan 95
yang pada saat itu baru pertama kali berdemo


nb : maaf teman-teman, yang kuingat baru secuil itu

Tidak ada komentar: