Rabu, 27 Mei 2009

many times i've been in mountain





many times i've been in mountain

bikin pepes ikan




senin siang yang panas, matahari sudah tergelincir ke arah barat sedikit. acara-acara tv sedang kompakan nyiarin berita siang. entah berita jelek apa yang dikatakannya hari ini. aku gak begitu peduli, kali ini. siang ini, maaf tak ada nyimak-nyimakan berita. hari ini hari pepes ikan. yap, karena hari ini aku bikin pepes ikan.

memang sudah lama juga gak bikin pepes ikan. biasanya ayah yang nyuruh. dan aku selalu malas-malasan ngerjain suruhannya itu. tetapi kali ini aku semangat bikin pepes ikan. entah kenapa hal ini terlintas begitu saja begitu melongokkan kepala ke isi kulkas. tampak olehku beberapa ekor ikan tak berdaya kedinginan di dalam kulkas. langsung saja kepikiran bikin pepes ikan.

semuanya kukerjakan sendiri, dengan petunjuk bi ombah yang lagi nyetrika. mula-mula aku metik beberapa lembar daun surawung di loteng. surawung yang ada cuma sedikit, tapi cukuplah. biasanya surawung ini tumbuh lebat di 'kebun'loteng. tapi sekarang ini surawung entah pada ke mana cuma ada sepohon. diteruskan dengan mengambil daun pisang di balong kaler sambil metik daun pucuk singkong. biasanya pepes ikan gak pake daun singkong, sih. tetapi berdasarkan pengamatanku membandingkannya dengan pepes ayam maka kutarik kesimpulan bahwa tidak apa-apa pepes ikan disampahi dengan daun singkong.

setelah kumpul semua, akupun ngambil coet dan bumbu-bumbu yang diperlukan. muncang (kemiri), bawang putih, kuning, bawang merah, dan garam diulek di ulekan (coet) hingga lembut dan benar-benar menyatu padu. setelah cukup lembut salam dan sereh dimasukkan juga ke dalam kompolatn bumbu tadi hingga cukup merata. dan terakhir mr. surawung dan mr. daun singkong diduk-aduk di dalam ulekan bumbu hingga merata.

lalu ikan-ikan di kulkas dikeluarkan. ngambil koran bekas buat alas. oh, ya sebelumnya daun singkong di lemaskan dulu dengan cara memanskannya di atas kompor sebentar hingga daunnya lemas ditandai dengan warna daun yang menjadi hitam kusam atau hitam bakar. di atas koran, daun-daun tadi dihamparkan dan ikannya diletakkan di atasnya kemudian ulekan bumbu tadi dioles-oles dan dicampurkan dengan ikat seperlunya. selanjutnya ikan berbalut bumbu tadi dibungkuskan dengan koran dan daun pisang. terakhir, dimasukkan ke plastik dan dibungkus rapat. untuk dua ikan lainnya, prosesnya mirip sama ikan pertama.

setelah bungkusan ikan rapi ketiganya dikukus di dalam panci. dan kata bi ombah, tunggulah hasilnya hingga kurang lebih dua jam. tengok atau periksa sekali-sekali kalau-kalau airnya habis. dan bila perlu atau harus ditambah airnya ke dalam panci samapai waktu yang dimaksud selesai. lalu sambil nunggu matangnya pepes ikan, aku bebas mau ngerjain apa saja. maka aku milih nulis nyeritain proses bikin pepes ikan. nah, ini suatu ilmu untuk nanti kalau sudah berumah tangga. lumayan kan !

bikin pepes ikan2

Sudah jadi, mungkin pepes ikannya sudah jadi sekarang karena sudah jam dua lebih 38. jadi menurutku pepes ikannya sudah jadi. saatnya mematikan kompor dan berharap mudah-mudahan pepes ikan tersebut rasanya enak seperti yang seharusnya.

berhubung lagi saum, maka aku gak bisa mencicipi sekarang. he,he,he padahal yang udah-udah juga aku yang bikin gak pernah sekalipun memakannya. tapi insya Allah nanti aku akan makan ikan dipepes itu, sebagai bentuk pertanggungjawabanku yang telah dengan semena-mena memepes ikan tanpa ada yang mengomando.

tetapi sekarang ini nggak boleh ngebayangin pepesan ikan itu, meskipun harumnya benar-benar membuatku ingin segera melahapnya. iya, entah aku kejagoan bikin bumbunya atau justru gagal total, si bumbu itu betul-betul harum dan menusuk-nusuk idung. mungkin pepes ikannya bakal enak, kali !

whatever, tuh peps ikan sudah jadi. setuju-tidak setuju, beliau sudah mateng (eh, kayaknya juga sih, soalnya bungkusnya belum dibuka). tapi mudah-mudahan emang sudah mateng.

ya udah . cerita si pepes ikan harus berakhir sampe sini. dah....

bikin pepes ikan 3

nih cerita si pepes ikan kemaren. ya gitu deh, akhirnya si ikan pepes itu mateng dan masih di simpan di pancinya menunggu pepes ikan tersebut dingin. ketika magrib itu tiba, si pepes ikan kuperiksa. Masya Allah ternyata dagingnya berwarna coklat, tidak putih seperti biasanya kubikin. ternyata sisik ikan tadi sebelumnya belum dikuliti sehingga si sisik itu kemungkinan menghalangi meresapnya bumbu ke dalam ikan.

well, karena bumbunya gak meresap aku agak jijik juga, ditambah warna dagingnya yang coklat. akhirnya aku buka saum dengan makan telur dadar goreng aja. dan si pepes ikan yang berjumlah tiga ekor itu gak jadi kumakan. keluargaku yang lain juga gak ada yang mau memakannya. mamah malah mengopor ikan lainnya dan rasanya lebih enak. besoknya si pepes ikan itu diberikan kepada bi ombah. dua ekor lagi masih ada di meja makan.

dari semua ini aku mendapat pelajaran berharga, bahwa tidak selamanya masakan yang kita masak itu enak. he, he he... itu mah bukan pelajaran atuh. maksudnya, harus teliti dalam memasak agar apa yang dimasak kita itu berguna dan tidak menjadi mubadzir. soalnya aku kepikiran untuk membuangnya aja sekalian. cuma setelah dipikir-pikir, ya diemin aja di meja makan, siapa tahu ada yang mau makan. Ya Allah mudah-mudahan tidak sia-sia si pepes ikan. Amiin...

Minggu, 24 Mei 2009

STTT 1998




Sejarah ?
Atau sebagian cerita yang sempat tercecer.


Tanggalnya lupa lagi, yang teringat hanya harinya, Jumat sekitar Maret 1998 adalah suatu waktu di mana kampus kami memecahkan kebisuan.
Orde Baru masih berkuasa saat itu
Sidang Umum menetapkan Suharto dan Habibie sebagai penguasa selanjutnya, untuk Habibie baru sekali, Suharto telah beberapa kali.

Aku tidak tahu di kampus diadakan aksi hari itu. Begitu masuk kampus aku melihat banyak spanduk, dan berbagai macam persiapan aksi. Beberapa hari sebelumnya bersama teman di lain kampus, aku ke Unpad menyaksikan aksi mahasiswa di sana, yang isyunya antara lain menolak Laporan Pertanggungjawaban Suharto.
Oh, demo itu kayak gini, pikirku waktu itu, maklum aku nggak ngeh politik saat itu. Para mahasiswa di sana bergantian berorasi diselingi nyanyian yang dilakukan oleh sekelompok pemusik mahasiswa.


Aksi hari itu di kampus ini, dimulai dengan beberapa mahasiswa yang berkeliling membawa spanduk di seputar kampus. Dari depan Aula A mereka, rata-rata anak Angkatan 96, berjalan ke belakang ke depan Lab ( Gedung Lab Tek A, yang ada pertenunan, perajutan) dan Pilot Pintal, ke depan masjid Litta, kembali ke depan lewat jalan cemara, ke depan Lab-lab / BBT dan Pemintalan Lama, serta balik lagi ke depan Aula A. Oh, ya beberapa mahasiswa memberi tahu teman-teman teman lain di Lab kimia/ Evaluasi Fisika/kimia yang letaknya terhalang gedung BBT.

Aku ingat waktu itu, beberapa mahasiswa belum mengerti akan adanya aksi hari itu. Aksi atau demo adalah sesuatu yang aksi di kampus milik Deperindag ini, bahkan mungkin satu hal yang tabu. Penguasa kampus masih merupakan generasi-generasi lama.

Hadiatul (96 KT), Mustofa Kamil (96 TT), Zamzam (96 TT), dan Dedi (96 TT) adalah beberapa nama di antara teman mahasiswa yang berkeliling kampus membawa spanduk mengajak teman-teman lainnya untuk ber-aksi hari itu. Mereka pionir saat itu. Karena baru pertama kali terjadi di kampus ini, maka rombongan yang berkeliling tersebut terlihat aneh. Rombongan tersebut hanya sedikit yang menanggapi. Teman-teman mahasiswa lainnya malahan bamyak yang Cuma duduk-duduk saja di DPR depan.

Hari Jumat saat itu, adalah minggu pertama atau minggu kedua masuk kuliah (kuliah hari Senin), maaf aku lupa lagi , yang jelas mahasiswa di kampus sudah agak banyak, setelah pulang kampus dari liburan Lebaran.

(Suhu politik pada masa itu sedang hangat-hangatnya. Hampir semua kampus menggelar aksi tiap harinya).

Di kampus Cicadas hari itu jadi beda dengan hari lainnya.
Angkatan 95 Teknik Tekstil yang sedianya hari itu ada perkuliahan jam delapan, jadi batal. Bukan kerena adanya aksi hari itu saja, tapi memang dosennya nggak datang. Satu hal yang sering terjadi waktu kami berkuliah dulu, entah kalu sekarang. Aku tak ingat kuliah apa hari itu. Beberapa temanku yang kutahu aktivis atau orang-orang kritis memang telah tidak berniat kuliah hari itu.

Sabiq (95 TT), Andri Sulaksono (95 TT), M. Zein (95 TT), dan Gunawan (94 TT) adalah ternyata teman-teman mahasiswa yang menjadi penggagas demo ini. Andri Sulaksono saat itu adalah Ketua BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) saat itu. BEM/senat mahasiswa belum terbentuk.

Setelah terkumpul massa mahasiswa sekitar 40 orang, dimulailah orasi-orasi di depan Aula A. Sekitar 3 spanduk ikut mewarnai, ditambah beberapa kertas ukuran lebar, yang bertuliskan semangat anti Suharto, oh, bukan tapi saat itu isi tulisan masih bersifat umum seperti hancurkan KKN dan sebagainya, belum mengarah kepada pelengseran Suharto.
Menjelang siang peserta aksi bertambah banyak.
Oh, ya ada juga aksi pembakaran kursi

Aku masih ingat temanku, Dudung (95 TT) membawa kertas lebar bertuliskan IMF (Indonesia makin farah), atau protes karena harga rokok membumbung. Rata-rata tulisan di kertas lebar berisi protes, namun dalam bentuk humor.
Tapi ada spanduk yang bertuliskan agak radikal, untuk ukuran saat itu, yang intinya menyuruh Suharto lengser, spanduk berukuran 1 m 5 m tersebut konon saat itu setelah aksi berakhir diamankan satgas aksi, karena masih dianggap terlalu berbahaya.

Beberapa teman yang berorasi umumnya menyuarakan kebijakan Suharto saat itu yang dinilai tidak untuk kepentingan rakyat.
Mustofa Kamil memprotes sikap elit kampus yang bersikap diam dalam menghadapi keadaan ini. Beliau membandingkan dosen di kampus Cicadas dengan Amin Rais yang di UGM terang-terangan mendukung aksi mahasiswa. Amin saat itu masih jadi dosen di UGM. Mustofa dengan emosinya, mengritik elit kampus ini yang berbau orde baru dan tidak bersikap.

Nono, seorang dosen setengah senior, menjawab segala tuduhan Mus. Beliau mengatakan bahwa mereka (petinggi kampus) bukannya tidak mau beraksi. Menurut beliau aksi-aksi ini harus jelas arah tujuannya, dan jangan sampai ada yang menunggangi. ( Lokasi kampus yang berhimpitan dengan kantor BBT, yang notabene milik pemerintah berasosiasi dengan pegawai negeri alias Golongan Karya mungkin salah satu penyebab para dosen tidak bersuara saat itu, mereka kan pegawai negeri)

Beliau menyarankan lebih baik aksi yang dilakukan langsung menyentuh rakyat, misalnya pembagian Sembako (sembilan bahan pokok) yang sangat diperlukan rakyat. Dan beliaupun langsung merogoh saku celananya menyumbangkan sejumlah uang sebagai tanda bahwa aksi yang dilakukan berasa di rakyat.
Satgas aksi yang pada saat itu tidak merencanakan akan diadakan permintaan sumbangan kayak begini sedikit kalang kabut. Akhirnya mengikuti saran Nono, berkeliling ke depan massa mahasiswa, meminta-minta sumbangan untuk sembako rakyat. Nantinya mereka juga meminta sumbangan kepada petinggi kampus lainnya.

Sekitar jam sepuluhan, Satgas aksi merencanakan memindahkan lokasi aksi ke lapangan rumput di depan gedung utama perkuliahan dan berorasi di sana. Tujuannya jelas, biar aksi ini dilihat dan dirasakan masyarakat sekitar kampus. Apalagi di depan adalah jalan raya Ahmad Yani yang senantiasa ramai pada jam-jam itu. Tujuan berdemo ini akan semakin efektif.

Namun petinggi kampus menolak, dengan adanya kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti kerusuhan atu sejenisnya. Namun satgas dan mahasiswa mendesak petinggi kampus dan akhirnya diperbolehkan., dengan syarat demo tertib. Itu saja di kampus ini masih susah perizinan.

Mahasiswa Tekstil membacakan pernyataan sikap di depan masyarakat Cicadas yang menonton demo mahasiswa pertama kalinya di kampus ini. Isi pernyataan sikap itu antara lain …. (lupa lagi)

Jam sebelasan aksi hari itu usai. Diliput satu media, Bandung Pos (kalau tidak salah).

Dan ternyata di belakang kampus ada sebuah mobil truk berisi satu kompi polisi Dalmas, yang kuketahui ketika mau sholat Jumat di Litta, begitu melihatku mereka langsung pergi. Takut ‘kali.

aksipun masih berlanjut di hari berikut, lebih membuat kampus ini terkejut....



95.P.1563 Mahasiswa Tekstil angkatan 95
yang pada saat itu baru pertama kali berdemo


nb : maaf teman-teman, yang kuingat baru secuil itu

GITAR LISTRIK




Gitar listrik itu warnanya biru dongker. Tersimpan rapi di softcasenya. Berdiri miring di sudut kamarku. Lama tidak kumainkan secara plug ke ampli. Sesekali saja kugenjreng sekedarnya supaya tidak karatan.

Gitar listrikku adalah perjalanan bermusikku di masa lampau. Di masa jayaku sebagai gitaris asal dari kafe-ke kafe kecil. Lalu waktu berbicara lain, aku bekerja, dan menikah. Dan kini punya anak satu. Secara gitar mau dijual saja sebagai modal kerja. Namun entah mengapa ketika mau ada yang beli, dia gak jadi. Akhirnya gitarku kesepian lagi di pojok kamar.

Gitar listrikku kubeli di uber tahun 99 an. Bersama jojo, waktu itu. Magrib-magrib yang basah, dari gang ke gang. Dan uang 750 ribu pinjam sana-sinipun amblas. Kemudian gitar listrikku menemaniku dari panggung ke panggung. Rasa percaya diriku meningkat seiring kreativitas bermusikku yang lumayan tinggi. Dengannya aku menciptakan berbagai lagu. Tentu saja gitar bolongkupun berperan serta.

Bagiku, dia harta tak ternilai ( atau tak bernilai?). makanya, tatkala terpikir untuk menjualnya, ada sedikit ragu terbersit. Alhamdulillah, gitar itu belum terjual. At least, aku punya warisan buat anakku nanti, selain buku-buku yang jumlahnya gak seberapa. Yap, itulah alasan lainnya kenapa gitar listrik itu masih betah di kamarku. Dari bandung, bertualang, ke garut nangkring di pojokan, rusak di sana-sini, dibenerin, dicobain, dibawa lagi ke bandung buat dijual, dan gak laku-laku karena masih mikir-mikir jual jangan ya. Itulah gitar listrikku.

Kalo boleh jujur sih, sebenarnya aku gak cukup lama dengannya bertualang. Tapi rasa cinta tidak selamanya diukur waktu kan. Gak selamanya kisah cinta terjadi berdasarkan witing tresno jalaran suko kulino. Banyak juga love at first or second sight. Maybe this is the one.

Minggu, 10 Mei 2009

cinta itu

cinta itu kata. tapi bukan hanya kata. ia kata yang bicara
cinta itu isyarat. tapi bukan hanya isyarat. ia isyarat yang mengarahkan
cinta itu gerak. tapi bukan hanya gerak. ia gerak yang menggerakkan
cinta itu hati. tapi bukan hanya hati. ia hati yang peduli
cinta itu cahaya. tapi bukan hanya cahaya. ia cahaya yang menunjukkan

Jumat, 01 Mei 2009

Lagu Cinta



Iwan Fals (Album Orang Gila 1994)

Aku tak tahu harus mulai dari mana?
Aku tak tahu harus menulis apa?

Ditanganku duka
Ditanganku suka

Lagu cinta ingin kunyanyikan
Namun lidahku kaku hatiku beku

Aku rindu
Aku tak tahu
Lagu cinta dimana kamu?

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Dari mana kamu datang?
Aku tak mendengar langkahmu

Lagu cinta
Pelan pelan bangunkan aku

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

( Mencari apa yang dicari )

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu