Kamis, 30 April 2009

TAK SELAMANYA

mendung itu kelabu, semerdu apapun lagu mengubahnya, mendung pastilah tetap kelabu. namun tak selamanya yang kelabu itu muram. tak selamanya kelabu bercerita tentang kedukaan. tak selamanya kelabu menengkaukan kesedihan. kelabu hanyalah warna yang tersisip antara hitam dan putih, tak perlu kita takuti tak perlu kita jauhi.


mendung itu kelabu. namun segera setelah hujan tercurah, langit akan terbilas. warna biru akan membentang hingga horizon, jika tak ada awan lagi. dan itu indah. apalagi bila matahari juga kemudian menampakkan diri. akan ada pelangi. meskipun kelabu tak hadir di mejikhibinu, namun ia sebenarnya ada. sekedar jadi penonton setia saja.



mendung itu kelabu. bila hujan tambah melebat, maka payung, jas hujan, sepatu boot, rumah nan hangat, selimut bulu, segelas bajigur, kaus kaki panjang, dan jagung rebus yang masih mengepulkan asap adalah sebuah kesempatan langka. saatnya semua anggota keluarga saling merapatkan badan di depan tungku perapian berbagi kehangatan.



mendung itu kelabu. hari ini nampaknya masih seindah dulu. dunia penuh damai. nanti, saat malam turun, bintang akan berkedip dengan jenaka.

TAK ADA

tak ada kesalahan yang tak dapat diperbaiki,

tak ada kekalahan yang selamanya

tak ada kesedihan yang tak bertepi

tak ada kekecewaan yang senantiasa

tak ada ujian yang tak berakhir

tak ada musibah yang tanpa hikmah

tak ada kesepian yang terus menua

tak ada luka yang tak terobati

tak ada sakit yang tak mungkin disembuhkan

tak ada kegelisahan yang abadi

tak ada kebencian yang menjadi batu

tak ada dendam yang tanpa maaf



lingkaran hidup selalu berputar, bergiliran, saling mengganti, saling mengisi.

atas dan bawah adalah hal yang teramat biasa dan bukan suatu karang yang tak mudah dihancurkan.

yang terpenting adalah penyikapan hati kita

yang terpenting adalah bagaimana strategi perang kita hingga kita bisa menang dari keadaan ini.

yang terpenting adalah kesadaran diri bahwa sebenarnya kita mampu menyelesaikannya

yang terpenting adalah keyakinan bahwa semua yang diberikan Allah kepada kita adalah sesuai dengan kemampuan kita. seberapapun beratnya ujian dan cobaan.



keep on heart. karena semua bermula dari sana.

kesabaran dan kesyukuran dengan yang ada akan membuat gelombang resah dalam dada akan menjadi hanyalah riak biasa yang dapat dengan mudah kita atasi.

ALL WE NEED IS JUST A LITTLE PATIENCE

sedikit kesabaran, pren. bukan banyak, apalagi menggunung. sedikit, tapi aku merasakannya sangat susah sekali. selalu rasa ini dihentak-hentak, digedor-gedor, ditergesa-gesakan, sehingga tak kuingat yang sedikit itu. dan hasilnya adalah ketidaksempurnaan. sesederhana apapun itu, semudah apapun itu, seringan apapun itu, sebiasa apapun itu, tak pernah mampu aku memurnakannya.



padahal katamu berulang-ulang, 'sedikit kesabaran', lalu tunggulah sesaat. iya, sesaat. hanya disuruh menunggu sesaat. tapi itupun tak mampu kukerjakan juga. baiklah, katamu pren, tidak usah ditunggu, tetapi yang sedikit itu tak bisa ditawar. lagi-lagi aku merasakan gerak tanganku terasa berat, langkah kakiku tersendat, seolah aku terikat erat dan ruangan yang kutinggali semakin menyempit dan menghimpit.



'sedikit kesabaran' dan bukan banyak, hanya itu. masih dengan lembut kau mengucapkannya. lalu memasuki lubang telingaku dan menempel lekat di membran yang tak lagi mudah digetarkan itu. yang kita butuhkan hanya sedikit kesabaran, katamu lagi dengan penuh kesabaran.

Rabu, 29 April 2009

dari masjid ke masjid

dari masjid ke masjid bersambungan itulah aku. ya ini sedikit cerita tentang masjid-masjid yang pernah kusinggahi dalam kehidupanku. beberapa masjid yang pernah menjadi menjadi penghibur sekaligun menuntun jalanku.

masjid al fataa
masjid ini terletak di gang masjid al fata jalan pasundan. ketika kecil aku sering shalat jum'at di masjid ini. masjid ini lumayan kecil sementara peshalat berasal dari mana-mana sehingga setiap jum'at selalu penuh sampai meluber keluar. masjid ini berada di pertengahan rumah penduduk. makanya setiap shalat jum'at jarang aku dapat shalat di masjidnya. lebih sering shalat di gangnya atau kalau untung aku bisa shalat di beranda milik warga dekat situ.

saat ini masjid al fataa sudah direnovasi dan agak bagus. yang masih tetap mungkin hanyalah sumurnya yang sudah lama sekali. mungkin sumur tidak bisa diperbaharui. sumurnya dalam banget. sewaktu kecil kalau mau ngaji di mang ojo cakrabuana aku selalu shalat magrib di sini dan nimba di sumur ini.

oh, ya masjid ini didirikan oleh ormas muhammadiyah (kalau gak salah). saya selalu terkagum-kagum kepada orang-orang bule yang ada di sini. dulu saya pikir mereka orang luar sono, ternyata mereka orang kita juga yang kebetulan berkulit albino. dan alhamdulillah saya kenal baik dengan mereka saat ini.

saya mengakrabi masjid ini sampai sd dekitar kelas lima atau kelas enam setelah akhirnya saya mengenal banyak masjid lainnya.

***

masjid yang ada di kampung nenek saya, cicalingcing

kalau tidak di al fata, untuk shalat jum'at saya selalu dibawa bapak saya ke kampung nenek saya yang juga tempat bapak berasal. ini lebih seru lagi, karena masjidnya dekat dengan situ (kolam gede). terus kalau mau ke masjid kita bisa main air dulu. khas masjid kampung kan di depannya ada kolam kecil buat wudhu. padahal setelah dilihat-lihat kolamnya tidak terlalu bersih. tapi banyak orang yang wudhu di situ dan pembuangan airnya juga tidak jelas.

masjidnya lumayan besar. terakhir ke sana pada lebaran lalu masjid ini sedang direnovasi. masjid ini lumayan jauh dari tempat tinggal nenek saya. tapi bersama ayah dan sauadara senenek saya selalu shalat jum'at di sana. kadang-kadang kalau sudah agak terlat, saya dan bapak pergi dengan motor butu kesayangan bapak. sebenarnya di dekat rumah nenek ada masjid sebiji, namun entah kenapa masjid itu jarang dipakai jum'atan.

biasanya saya shalat bersama bapak saya di bagian beranda masjidnya yang berlantai dingin tanpa ada alas duduk. sering lantai tersebut malah masih basah dikarenakan orang yang habis berwudhu kakinya belum kering. saya dan bapak menunggu iqomat dan mendengarkan ceramah dalam bahasa sunda sambil memotong kuku. padahal sebenarnya kan itu tidak boleh. tapi saat khutbah di shalat jum'at entah kenapa kita sering sekali ngantuk kalau cuma negdengerin ceramah aja. begitu biasanya kan ? apalagi kalau penceramahnya tidak bagus. bisa pulas tidur kita. kalau ada kotak amal lewat bapak biasa menyuruh saya memasukkan uang logam seratusan ke dalam kotak tersebut.

ketika shalat jum'at dimulai saya juga sering menemui kegaduhan kecil dari anak-anak dan remaja yang biasanya kesal karena shalatnya kelamaan. di masjid ini saya sering bertemu dengan saudara sepupu atau paman yang juga shalat di sini. tapi kalau pualang shalat saya lebih suka dengan bapak, naik motor biar cepat tiba di rumah nenek. kalau pulang pasti jalanan kampung itu penuh dengan orang-orang yang pulang dengan berbondong-bondong. saya senang melihatnya karena mirip lebaran.

bila sudah sampai di rumah, biasanya sudah disediakan makan ringan. satu hal yang jarang ditemui di kota. nenek dengan rajin menyuguhkan makanan buat mereka yang baru pulang dari jum'atan. bagus juga ya, kalo yang laki-laki dapat pahala jum'at yang perempuan dapat pahala dari menyediakan makanan. selanjutnya kalau tidak langsung pulang, saya sering bermain di rumah nenek yang memiliki kebun dengan berbagai pepohonan buah-buahan. sering saya naik pohon jambu yang ada di situ atau di rumah uwa bersama sepupu.

aktivitas shalat jum'at di masjid nenek ini berlangsung hingga saya masuk smp, karena smp saya sekolah siang. dan yang kebagian menemani bapak pergi ke masjid nenek setiap jum'at adalah adik-adik saya. seru juga...


masjid arrohman gg rajawali

bersama gang sd mf gosen, saya, ugun dan riki sering juga shalat jum'at di masjid ini dan bertemu teman sekelas yopi cs. shalat jum'at di masjid ini juga dijalani antara kelas enam dan kelas satu smp. masjid ini kecil saja. airnya diambil dari sumur milik seorang penduduk dekat situ. ya, masjid ini terhimpit di antara rumah penduduk. masjid ini sering saya lewati bila saya pulang atau pergi ke sd. di gang rajawali saya sering bermain bersama si yopi tadi. ketika kecil dulu pernah saya bersama sepupu berangkat ke rajawali untuk mengadu gambar apung. kalau istilah bola mah saya ini sedang tandang. beberapa nama ustadz yang sering ceramah di sini saya kenal atau saya tahu. yang paling berkesan adalah salah seorang muadzin yang suaranya bagus. riki menyebutnya bilal. belakangan saya kenal dia, yaitu mas ngatijo masih separtai sama saya.


masjid al ikhwan gg kartini.

inilah masjid yang membikin saya sedikit grow up. masjid yang lumayan dekat dari rumah karena kita tinggal menyeberang dan berjalan setengah menit kurang maka sampailah kita di masjid tersebut. saya katakan grow up karena di masjid itu shalat taraweh dilaksanakan pada masa sma dan kuliah. artinya saya sudah sedikit mikir pentingnya masjid.

masjid ini mulai diakrabi ketika smp kelas satu, sebagai alternatif bila males ke masjid lain. saya juga kenal ustadznya di sana. masjid ini saya akrabi tidak hanya dalam shalat jum'at saja, tetapi juga shalat fardu lainnya. malahan shubuh saya lebih sering di sini. tetapi belakangan ini saya jarang shalat di sini, terutama setelah rw kami memiliki masjid dan kegiatan lainnya.

masjid ini terdiri dari dua tingkat. ketika shalat jum'at biasanya saya bersama saudara atau teman seumuran memilih shalat di atas. apalagi kalau di bawah sudah cukup penuh. di ruang atas itu sering digunakan untuk melantunkan adzan karena microphone yang untuk keluar adanya di depan. sementara iqomat di masjid ini jarang dipakaikan mix.

masjid ini sering digunakan untuk mengaji anak-anak sekitar setiap sehabis maghrib. tapi sekarang ini kayaknya pengajian anak ini mulai berkurang baik anak yang mengaji maupun kegiatannya. sebenarnya pemudanya lumayan banyak, namun yang begiat di masjid masih bisa diitung jari. masjid ini lebih banyak diramaikan oleh kegiatan pengajian orang tua. kegiatan pengajian di sini lumayan seabreg. hampir tiap ba'da shubuh ada kajian keislaman. pun sore harinya.

oh, ya ini adalah masjid yang didirikan oleh ormas muhammadiyah. malah suatu ketika pernah diklaim masjid keluarga. karena itu dulu pernah masjid ini hampir terperosok ke dalam fanatik golongan menurut anggapan sebagian teman. tetapi sekarang ini menurut saya menjadi lebih familiar. kebanyakan jamaah adalah dari rw 07 dan asrama setya bakti. malahan orang asrama tentara yang notabene seorang tentara sering menjadi imam dengan bacaan yang fasih dan bagus.

dulu kami tak punya masjid

lingkungan rw tempatku tinggal adalah sebuah lingkungan yang dihuni oleh keluarga-keluarga yang berkecukupan setidaknya warganya setiap tahun masih bisa berqurban dua sapi dan beberapa ekor kambing/domba. maklumlah, rw-ku terletak di bilangan pusat kota, malah kalau aku ke luar kota aku mengatakan bahwa aku tinggal di kota ini dan sebagai penjelasan lanjut aku bilang 'di kotanya' dengan penekanan yang lumayan. dan memang aku tinggal di kota, ke pusat toko begitu dekat, jalanan selalu ramai setiap hari, tukang jualan begitu ramainya, kalau ada pengumuman keliling dari pemerintah atau pawai/karnaval pastilah jalan di depan lingkungan kami kebagian dilewati rombongan. itu sudah menandakan bahwa aku tinggal di 'kota'.

warga di rw-ku kebanyakan orang islam, mungkin hampir 99 persen. namun anehnya rw-ku tidak mempunyai masjid. ya, dulu kami tidak mempunyai masjid. masjid yang sekarang baru berdiri di awal-awal milenium, tahun 2000-an. padahal rw kami 'punya' sebuah sd negeri, gedung pertemuan, dan asrama pelajar. namun sebuah masjid saat itu belum terpikirkan. kalau shalat jum'at kami pergi ke rw tetangga yang masjidnya sangat dekat dengan lingkungan kami. di rw 07 malah memiliki tiga masjid yang salah satunya dikelola oleh ranting sebuah organisasi keagamaan. para warga juga (terutama ibu-ibunya) sering mengikuti pengajian rutin di masjid-masjid tetangga tersebut. almarhumah nenekku malahan bisa mengikuti pengajian sampai di dua masjid berbeda.

kalau menurut ukuran kemampuan warga, sebenarnya sudah sangat pantas rw kami memiliki sebuah masjid yang reprentatif pada waktu itu. kebanyakan warga bekerja sebagai pegawai negeri yang notabene hidupnya berkecukupan. beberapa pengusaha juga tinggal di rw kami. tapi kami, hingga tahun 90-an belum juga memiliki masjid. aku masih ingat, saat kecil melaksanakan shalat jum'at sering bergantian di dua masjid yang berbeda. kalau males di masjid yang ini, pindah ke masjid yang satunya lagi. tercatat tiga masjid sering menjadi tempatku shalat jum'at.

mungkin dikarenakan kurang dekatnya masjid dalam kehidupan awalku, maka aku mengenal shalat berjamaah hanya untuk shalat jum'at saja. parah juga sih waktu itu, apalagi pemahaman agama belum memasuki otakku. pengajian jarang kuikuti. masjid mulai kuakrabi adalah ketika aku berkuliah di bandung. aku berinteraksi dengan masjid kampus yang dkm-nya adalah teman-temanku. sejak saat itu aku mulai rajin shalat berjamaah, terutama bila kuliah dari pagi sampai sore. sebenarnya pernah juga aku menjadi pengurusnya di sana, cuma aku kurang peduli, hanya mampir nama doang.

pun ketika ramadhan tiba, shalat taraweh kami tidak dilaksanakan di masjid, tetapi dilakukan di sebuah gedung pertemuan yang lumayan besar. dua warga dari dua rw, yakni rwku dan rw 07 melaksanakan shalat taraweh bersama-sama. masjid yang di rw 07, salah satunya dikhususkan bagi kaum perempuan. mungkin hanya waktu ramadhanlah kami memiliki sebuah tempat yang bisa dipakai shalat berjamaah, terutama oleh warga rw-ku. namun tempat itu tidak bisa dipakai untuk shalat fardu lainnya.

ketiadaan masjid cukup menghambat warga kami dalam mengenal agamanya. agama yang dipahami adalah ritual-ritual saja. bisa dihitung dengan jari siapa saja yang rajin mengikuti kajian keilmuan, dan itupun yang aku tahu kebanyak para ibu yang sudah berumur senior. akar dari jauhnya warga ke masjid masih terasa hingga kini ketika kami sudah mempunyai sebuah masjid. warga yang shalat berjamaah belum juga beranjak dari orang yang itu-itu saja kecuali shalat jum'at.

pada waktu itu, dari keluargaku yang rajin mengikuti pengajian di masjid hanyalah nenekku tersayang almarhumah. teman-teman beliau lumayan banyak di beberapa masjid. dan biasanya kalau ke masjid mereka itu saling menjemput. lucu juga kalau dipikir-pikir, padahal mereka sudah uzur. kalau mengingat kegigihan almarhum mengkaji ilmu keislaman di masa seniornya aku suka bangga, kagum, sekaligus bergidik (yang positif), betapa beliau bersemangat mencari bekal untuk kehidupan nanti.

almarhum juga yang mengajar kami, para cucunya belajar baca Qur'an. Alhamdulillah, yang pertama kali bisa baca Qur'an secara lancar adalah aku. oh, ya selain nenekku guru-guru ngajiku juga ada yang lainnya. semoga Allah merahmati mereka, ada yang sudah meninggal, dan ada juga yang masih 'jumeneng' hingga kini dan rata-rata sudah senior. tapi nenekku tetap berperan utama dalam hal ini. beliaulah yang menyuruh kami mengaji ke orang lain. lepas dari satu guru, segera dicarikan guru yang lainnya. dalam hal ini kedua orangtuaku juga sama kerasnya dengan nenek dalam mengajar.

ketika kami para cucunya sudah malas mengaji pada guru luar, maka kami 'diwurukan' oleh nenek satu per satu. nenek lumayan keras dalam mengajar. kami sampai ada yang menangis kalau tidak bisa. duh, jadi kangen masa-masa itu. dulu belum ada metoda baca qur'an seperti sekarang. aku juga baru bisa baca Qur'an sekita kelas empat sd. kalau sekarang anak-anak kelas satu sd saja sudah pada pinter dengan tajwidnya. salah satu penyebabnya karena adanya masjid sebagai tempat pembelajaran.

dulu, kami tidak mempunyai masjid sehingga mungkin pemahaman agama kami belum juga meningkat. sekarang masjid meskipun kecil sudah ada di lingkungan rw-ku, tapi sayangnya belum semua warga mencintai masjid. shalat berjamaah yang menjadi sunat muakkad masih jarang diminati warga. namun dengan adanya masjid ini sedikit-demi sedikit pemahaman agama warga bisa menungkat dan semakin yakin serta cinta kepada agamanya. semoga saja.

30 desember 2005, 11;25 menjelang shalat jum'at....

Selasa, 28 April 2009

basa di pangalengan

di bali bo


di bali bo

ka bali


di bali
MEMBURU JURANG MELEPASKAN PUSING



Manusia itu makhluk yang tak pernah puas. Sudah mendapat satu ingin dua. Sudah dua ingin empat. Sudah empat ingin delapan. Sudah diberi lebih ingin yang lebih kuadrat. Begitulah seterusnya. Ibarat meminum air laut semakin diminum semakin ingin kiota minum. Dalam hal keduniaan memang banyak hal yang memerosokkan kita kepada jurang kehancuran. Banyak yang menipu dan menjebak. Apa yang tampak di mata selalu kelihatan indah.



Namun memang itulah salah satu sifat manusia yang tak bisa tidak pasti ada. Untunglah, hal tersebut tidak menimpa seluruh manusia. Ada manusia-manusia tertentu yang merasa cukup dengan apa yang ada. Dan ketika berpunya dia tidak terlalu bernafsu ingin menambahkan lagi kepunyaannya itu. Malahan apa yang dimiliki dibagikan kepada yang lain, agar miliknya itu tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri atau keluarganya saja. Kalaupun kemudian dia ingin mendapatkan lagi, ini didorong agar bisa membagi ke lebih banyak orang lagi bukan untuk menumpuknya.



Manusia-manusia seperti inilah yang tidak akan pernah terputus rezekinya. Meskipun berkali-kali diberikan ke orang lain, aliran rezekinya terus saja ada. Dan dia juga akan merasakan rezekinya itu terus didapatkan meski tidak dirasakan dalam bentuk fisik. Apa yang diterimanya dianggapnya sebagai rezeki dari tuhannya, baik atau buruk enak atau tidak enak. Kalau sudah begini tidak ada lagi yang ditakutkan, tidak ada yang akan membuatnya gelisah dalam hidup.



Maka sungguh beruntung mereka yang merasa cukup dalam segala kondisi. Ketika dalam kesempitan dia bisa mencukupkan diri dan bersabar. Di saat berlebih dia bersyukur dan segera membagikannya kepada yang lain. Kelihatannya sukar bagi yang kurang memahami keyakinan. Tetapi bagi yang berkeyakinan tinggi kepada allah, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang mengakar mengurat di dalam dirinya.

IN MY PLACE

What would u do if you're in my place ?....



Aku sedang menunggu. Melelahkan tentu. Godaanpun datang menebar rayu. Ini penantian yang harus berpacu bersama waktu. Aku masih bertahan di tempatku. Karena aku meyakini di sinilah seharusnya aku. Tempatku berdiri tak indah sederhana saja. Namun aku telah mengenalnya cukup lama dan aku merasa nyaman.



Padahal begitu banyak tempat mereka tawarkan. Semua indah, semua menyenangkan nampaknya. Sayangnya, aku tidak berniat sedikitpun. Aku ingin di sini saja, di tempatku dengan segala resikonya. Bertemankan lagu lama yang selalu terngiang telingaku, aku merasakan satu dengan tempat ini. Mungkin aku salah karena terlalu paku dengan tempat ini. Mungkin aku salah....



In my place, aku merasa inilah tempatku hingga waktu-waktu nanti. Aku membangun kekuatan di sini. Aku menghimpun semangat yang tak basi. Di tengah hempasan, jatuh dan bangun, keraguan, kenekadan, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya. Ya, aku memilih di tempat ini saja.



Terima kasih atas segala tawaran yang manis yang mereka berikan jikalau aku mau mengubah pendirianku. Tetapi benar-benar aku hanya ingin di sini saja, mendirikan rumah kecil mungil dan merencanakan langkah selanjutnya. Aku mencumbui hari-hari dengan hati.



Di sini, tempatku melepas lelah.

Dan aku mencoba bertahan.

FIND THE COLOR

Temukan warnanya. Bisa berarti harfiah atau sebenarnya bisa juga berarti kiasan atau makna yang lain. Kayaknya lebih enak diartikan secara kiasan agar lebih beragam makna kita temukan. Sementara itu kalau hanya harfiah paling-paling ceritanya berhenti seputar warna kesukaan atau warna-warna yang harus dicari pada lukisan dan gambar.



Find the color dalam kiasan bisa bermakna kreasi atau sikap. Atau boleh juga gaya hidup. Gaya hidup mana yang sedang atau akan kita jalani. Yang akan kita cari dan temukan. Sikap seperti apa yang akan kita tunjukkan pada sebuah kejadian. Atau respon apa yang akan kita berikan pada sesuatu.



Bisa juga diartikan bagaimana kita mencari sesuatu hikmah dari sebuah peristiwa. Kalau kata bang iwan fals, ...ambil indahnya.... Intinya dari segala sesuatu yang menimpa ada warna yang akan memberikan sebuah pelajaran berharga. Karenanya temukan warna itu, find the color, maka kita tidak terlalu memikirkan sisi kejelekan sebuah kejadian. Mungkin banyak warna yang ada dari sesuatu itu, tapi hanya satu yang menjadi kunci bagaimana kita menyikapinya.
SUNSET DI HATIKU


salah satu lagu kenangan, simak dulu liriknya :


mentari meredup, bias cakrawala

warna-warni kehidupan

yang selalu berubah, dan berubah,

terus berubah



kadang hitam, kadang putih

merah api lalu kuning

biru ungu lalu jingga

selalu berubah, dan berubah

terus berubah



perlahan tenggelam, perlahan menghitam

perlahan-lahan mulai menghilang

dan semakin menghitam dan menghitam

dalam kegelapan



kadang hitam....



sunset di hatiku, sunset di jiwaku

sunset di benakku, sunset di dalam darahku



Judulnya sunset, penyanyinya imanez. Sekarang beliau sudah wafat. Sebuah lagu cinta bagiku, meski bukan sejenis lagu romantis. Namun kemellowannya itu lebih sendu dari lagu cinta apapun. Emang sudah lama banget. 12 tahun silam.



Kalo kita simak isinya, dibolak-balik, dikunyah-kunyah, dicerna, dan sebagainya, ketahuan deh bahwa lagu ini isinya filosofis dan simbolik sekali. Sunset yang biasanya kita temui di pantai-pantai atau dibalik gunung, bagi imanez ia bisa juga diam di hati kita, di jiwa kita, di benak kita, dan bahkan di darah kita. Artinya sunset itu hampir ada di seluruh tubuh kita. Bukankah semua tubuh kita terdiri dari darah di mana-mana.



Maksudnya apa, ya ? Kita harus memperhatikan bait-bait pertama lagu ini. Seputar kehidupan yang tidak tetap, berwarna-warni, seperti halnya cahaya matahari yang terbiaskan menjadi beberapa warna. Ya seperti itulah hidup. Selalu berubah dan itu hokum alam. Terus berubah tanpa kita sadari, tanpa kita mengerti. Ada saatnya hitam, putih, merah, jingga dan seterusnya. Pokoknya bakal berubah-ubah deh.



Lalu ada saatnya ketika hidup ini sedang hitam, dia malah hitam pekat, semakin pekat. Bahkan hitam pekat dalam gelap. Artinya sukar lagi didefinisikan. Tapi bisa juga warnanya ke arah putih cahaya. Namun tidak selamanya tentu saja. Ketika proses hitam, mungkin disinilah maksud imanez yang dimaksud dengan sunset. Proses tenggelam dan menghilang. Atau bisa juga ketika proses putih.



Apapun, lagu ini asyik banget di telingaku. Apalagi kalau ada gitar akustik. Selain lagu ini di album itu (anak pantai) ada juga lagu yang mirip-mirip ini, judulnya by my side.
BERSAMA KITARO



Aku saat ini berteman kitaro, mengalunkan misteri hidup yang belum juga kupahami. Segala tanya, segala keraguan, segala keputusasaan, segala kesedihan, segala kekalutan, segala kemurungan, kujelajahi melalui sozo, melalui koi, dan juga reimei. Duhai, sang rendah hati apakah kau lantunkan mereka untukku, apakah aku pernah mengenalmu ?



Hanya kitaro, dan aku sudah dibawanya ke sebuah mata air jernih. Namun sepi, begitu sepi. Setengah menyeramkan. Tapi bukan seram semacam hantu atau bayangan-bayangan hitam. Ini seperti ketakutan karena kita disendirikan atau saat kita terasing. Ada juga sedikit rasa damai, rasa jiwa ingin lepas. Seperti dalam mimpi itu, saat kita melayang-layang dengan bebasnya dan sesekali terlintas takut jatuh, takut ketinggian.



Entahlah, apakah kau seperti aku saat ini. Merasakan kesunyian tapi tak ingin keluar rumah atau memanggil siapapun karena sudah telanjur akrab bersama sunyi ini. Dan tentu saja kitaro menyertaiku, meski tanpa rupa. Akupun tak peduli apa rupa kitaro. Toh, semua orang lebih mengenal suaranya ketimbang wajahnya. Aku hanya ingin bermanja-manja, dibuai-buai, hingga lupa akan sepi yang sesungguhnya. Meski mungkin semacam plastik atau kesemuan saja. Sementara ini kuyakini itulah kenyataan terbaik.

MURUNG SEPERTI THE CURE

Atau kalau di indonesia ada yang namanya pure saturday. Kata seorang teman, lagu-lagu mereka berdua meskipun penuh dengan beat-beat tetapi terasa murung. Seperti ada kesedihan yang dipendam meskipun teriakan robert smith (atau suar, kini vokalisnya diganti) terdengar bertenaga. Simak saja lagu-lagu semacam high, letter to elise, trust, in between atau kalau di ps ada bangku taman, kosong, coklat, pathetic waltz.



aku sering membayangkan lagu-lagu itu adalah sebuah gambaran senja yang meskipun terlukis indah tetapi kita semua tahu bahwa sebentar lagi malam akan menjemputnya. Keindahan yang semu karena hanya sekejap. Seperti halnya hidup di dunia ini yang tak begitu lama. Sebahagia apapun seseorang pasti ia mengetahui bahwa kebahagiaannya itu tidak akan abadi. Bahkan di dunia sendiri kebahagiaan itu akan berganti cepat dengan kedukaan atau rasa kecewa.



Memang ada beberapa lagu yang bisa mewakili perasaan hati, baik ketika senang atau sedih. Lagu-lagu the cure (dan ps) lebih dari sekedar mewakili bagiku. Meskipun gelombang emo dan band-band pop seperti raja menggempur, namun tc dan ps terus mengalir seperti air di dalam pertemananku dengan mereka dalam hal kesunyian dan kemurungan.



Sejujurnya dari segi lirik, aku kurang mengerti apa isinya. Kata seorang teman lirik mereka puitis seperti dalam lagu out of this world. Namun tak kuperhatikan banyak meskipun aku ingin menggali lebih dalam lagi. Bagiku musik yang dimainkan seperti menyihirku untuk menyimak sampai nada terakhir. Ketika fade out dan suara mengecil aku seperti menyesali kenapa lagu ini harus berakhir.



Betul, menurutku yang membuat aku menyukai lagunya adalah karena ada semacam hal yang menggantung yang belum selesai yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Kalau di dalam permainan cinta, ibarat ada permainan hati antara pecinta dan objek yang dicintainya. Di mana, si pecinta tak juga mengungkapkan seluruh perasaannya dan hanya berani memandang dari kejauhan, mengirimkan puisi diam-diam, dan menjadi pengagum rahasia yang sejati. Seperti itulah.



Ps memang tc. (kalo orang txtl pasti nyangka polyester dan tetoron cotton, bukan lagi...). Pengaruh tc terhadap ps lumayan besar. Seingatku, dulu ketika seattle sound merajai dan semua band indie mengambil pengaruhnya, ps lepas aja memainkan tc yang brit (sebagian mengatakan punk) yang sudah cukup lama itu. Album tc di sini mulai masuk tahun 1991-an. Saat itu friday i'm in love sukses berat dan lalu di jaman band cafe berjaya, lagu ini adalah lagu wajib untuk goyang (sampai-sampai nonwoven pun harus membawakannya).



Sudah tua banget, namun kemurungan tc masih sering bisa dinikmati. Dan murung itu nggak harus setiap hari atau setiap saat. Seperlunya saja bila inspirasi itu belum juga berkenan hadir di otakmu. Maka ketika boys don't cry atau mint car mulai terdengar, resapi saja hingga ke ulu hati. Tapi mint car yang menghentak itu mungkin bisa membawamu ke masa yang lebih mendalam lagi. 'Nineung' kalau basa sundanya mah. Inget kan di suatu ruang, di suatu tahun yang kita belum sempat memikirkan hari esok. Galore is the keyword or swing mood blues.



Dengarkan lagi ps atau tc lebih banyak, maka perasaan aku dan kamu akan lebih diaduknya. Mungkin kamu akan dibawanya ke sesosok teman yang tengah berada di negeri jauh. Dialah teman kita yang juga gila ps dan tc. Entah kapan dia pulang.



Karena itu segeralah kembali ke alam nyata, boleh memejam mata sejenak, merenungi perjalananmu tadi, dan jangan tahan bila ada darah atau udara yang naik ke atas ubun melewati kening. Jangan tahan bila ada tetes air mata ingin membuncah.



Lain kali, lain waktu...dengarlah lagi kemurungan tc dan ps.

...............

sekilas kenangan membawaku padamu

ORANG GARUT SEMAKIN TIDAK KREATIF

Jangan marah dulu, bukan maksudku menjelek-jelekkan, emang begitulah adanya. Mau bukti ? Contohnya acara jalan santai yang diadakan sebuah parpol baru-baru ini. Asli untuk yang namanya jalan santai bikin saya ingin muntah berkali-kali. Kalau dulu sih mungkin masih saya tolerir, tapi sekarang ? Menjijikkan !



Sinis banget sih, katamu. Biarin. Jalan santai yang diadakan parpol dengan iming-iming hadiah adalah satu hal yang memuakkan saya. Terlepas dari kepentingan politik apa di baliknya, saya lebih menyoroti "ketidakkreatipan" acara itu. Apa tidak ada acara lain. Acara jalan santai di kota ini sudah sering banget dilaksanakan. Kalau nggak parpol yang ngadain, pastilah radio lokal yang komersil sekaliiii!!@! Saya benci ini. Apa tidak ada acara lain gitu. Ini bener-bener menyinggung intelektualitas saya sebagai orang garut.


Dan yang paling membuat saya sebel adalah iming-iming doorprize atau hadiah yang direkayasa sekali. Suatu ketika institusi tempat bapak saya bekerja mengadakan acara jalan santai "tolol" ini. Bapak saya bela-belain mengajak kami sekeluarga, termasuk mami yang baru sembuh dari sakit untuk mengikuti acara ini karena diharuskan oleh pimpinan institusinya. Tentu saja niat lain dari bapak ini yaitu biar kesempatan menang doorprizenya gede. Makanya semakin banyak yang ikut semakin gede peluangnya.



Pas pelaksanaan, memang fun juga. Bapak saya rada curang juga, dia memiliki beberapa nomor peserta saya dan adik saya juga demikian. Tapi ternyata ampir tiap peserta memiliki banyak nomor. Lucunya lagi mereka semua saling tertutup bahwa mereka memiliki nomor peserta lebih dari satu, padahal dari luar aja sudah kentara sekali. Ceritanya acara pembagian hadiah dengan cara diundipun dilaksanakan.



Apa yang terjadi ?



Ternyata yang mendapat hadiah utama adalah para petinggi institusi tersebut. Entah bagaimana cara mengundinya, yang jelas keluarga petinggi termasuk anak-anaknya mendapat hadiah utama berupa hp (yang amat sangat bapak saya ingini itu) dan juga sepeda. Sementara untuk hadiah hiburan diobral habis berupa kaos, payung dan sebagainya. Bener-bener bikin saya sebel kuadrat. Kami sekeluarga tidak mendapat satu hadiahpun. Saya malahan sempet bete abis, karena si pembawa acara yang mengumumkan hadiah suatu ketika salah sebut nomor (atau saya kurang denger). Dia menyebutkan nomor peserta saya. Langsung saja saya ke depan panggung. Eh, pas di depan dia meralat nomor itu. Damn, what a suck conspiracy ! Akhirnya dengan malu saya balik ke belakang.



Sejak saat itu saya yakin bahwa di setiap acara jalan santai selalu saja ada ketidakjujuran di dalamnya. Penipuan yang diulang-ulang. Dan mereka yang peserta mau saja ditipu begitu rupa. Saya pernah bertemu dengan orang yang mania terhadap jalan santai ini. Di mana ada acara jalan santai berhadiah, di situ dia ada. Entah pernah menang apa tidak. Kayaknya belum pernah menang tuh, tolol banget nih orang pikir saya. Dan dianya malah berkilah yang penting bikin sehat dan murah meriah. Ah, basi !



Kembali ke soal tidak kreatif tadi, apa tidak bisa orang garut bikin acara asyik seperti di luar negeri itu yang bisa masal, fun, lucu, kreatif, baru, berhadiah, dan berkesan. Di inggris negeri yang kita sebut sebagai kafir itu, ada yang namanya lomba lari di lumpur. Asli keren sekali. Dan juga murah. Tapi dunia menganggapnya sebuah acara kreatif. Tidak melanggar syar'i lagi. Kitapun bisa bikin acara seperti itu, tempat banyak, pesertanyapun pasti membludak. Atau bikin acara lomba balap makan kurupuk terbanyak, lomba ngakod, pokoknya yang fun-fun seperti 17 agustusan itu.di thailand ada lomba meluncur pakai mobil-mobilan kayu yang membuat peserta dan penonton ketawa-ketawa sepanjang perlombaan.


Kan, tidak harus selalu jalan santai yang menipu itu. Ayo dong bikin acara yang rada beda sedikit. Saya yakin kita bisa kok. Dan pasti asyik....



31 Desember 2005, 10:05......say no to jalan santai !

SICK OF THIS LIFE

Aku harus berjalan, aku harus menjauhi tempat ini, aku harus berlari, aku harus bertemu rombongan, aku harus melupakan semuanya, aku harus tunduk pada penunjuk jalan, dan di satu waktu aku akan menjadi penunjuk jalan itu.



Aku akan membaca peta dan mengajarkannya agar mereka bisa berjalan, dan tak takut sendirian seperti yang pernah teralami. Aku akan menjadi cahaya bagi mereka yang memerlukan lentera.



Aku tak lagi parasit di antara mereka

MENEMANI PAGI

Pren, akhirnya aku bisa juga menemani pagi membuka lembaran hari. Satu hal yang ingin sekali kulakukan sebagai tanda persahabatan yang telah lama terputus. Dan pagi menyambut hangat uluran tangan ini. Pertemuan yang begitu lama kami nantikan meski hanya diisi obrolan ringan namun terasa begitu penuh dengan keakraban dan makna yang dalam. Pagi menawarkan bermacam semangat baru yang sepertinya telah lama hilang dari dalam diriku.



Menemani pagi ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Begitulah, setiap keinginan menjejakkan kaki di bumi pagi yang penuh asa dan harapan selalu saja mengalami hambatan dari dalam diri. Seolah-olah semacam gaya atau kekuatan menghalangi aku memasuki dunia pagi, sehingga aku tidak pernah bertemu lagi senyumnya pagi. Namun saat ini terasa lain, walaupun masih juga sedikit berdebar, mampukah aku menjadi teman sejatinya lagi seperti dulu ? Tapi pagi kembali membesarkan semangatku, jalani saja dulu pengalaman ini sedikit demi sedikit.



Pren, aku menemukan lagi keelokan pagi. Dan dengan sedikit pengorbanan sebagai persembahan tidak akan membuatku sengsara. Maka pagi ini kucumbui juga dengan segala rasa yang menyertainya, segala langkah yang menghiasinya. Setelah itu kelembutan dan kehangatan pagi akan menjalar di sepanjang hari. Semoga saja ini bukan sekedar cameo yang hadir sekejap lalu pergi dan tidak mengubah jalan cerita hidup.



Padahal, dulu pagi menjadi teman terbaik dan sumber inspirasi yang terus mengisi lembar-lembar diari. Masih kuingat kemesraan mendekap pagi dan iring nyanyi mengalirkan ruh baru yang bisa membawa nafas segar dan energi untuk menyibakkan hari yang tergelap dan tersulit sekalipun. Maka kali ini aku merasa penuh syukur atas pertemuan pertamaku dengan pagi. Hadiah ini mungkin lebih berharga dari hadiah apapun. Semoga saja ini menjadi pondasi untuk menegakkan langkah-langkah yang hendak kuisi dengan bermacam kebajikan. Pren, sepertinya kuakhiri hinggi di sini aku ingin menyalami hawa dingin dan embun daun di alam nyata. Mudah-mudahan gemeretak gigi ini adalah darah baru bagiku dan menjadikan hidup lebih berarti.

A HARD DAYS NIGHTS

Hari-hari semakin berlalu, waktu-waktu terus melaju tanpa mau menunggu. Digilasnya segala sesuatu tanpa ragu. Semakin jauh dia meninggalkan, semakin panjang jarak memisahkan. Ingatan masa lampau kian terbengkalai. Jurang dan gunung terus membenteng, menjadi pemagar helai tangan.



It's been a hard days nights. Hari dan malam yang semakin dan semakin berat. Padahal segala jalan keluar sudah dicoba dan dijalani tapi masih saja beban itu menghalangi. Hari yang berat dan terasa sukar untuk berlepas dari cengkeram ini. Seperti ada yang mendekap erat namun bukan kelembutan yang dirasakan. Malam yang terasa lebih gelap dari malam-malam yang pernah ada. Tanpa bintang, tanpa hingar serangga malam, begitu sunyi. Kesendirian yang kutakutkan semakin menghampiri.



This boring life must be ended forever. Bahkan meskipun semua ruang telah terjelajahi, namun masih saja gundah itu meruah dan semakin meliar. Hari-hari yang tak kunjung berubah. Keyakinan yang coba digoyahkan. Keimanan yang hendak diruntuhkan secara perlahan. End it on this. Aku sudah muak dengan semua kemandegan ini. Stuck is just for a moment. I have to deny now.



Semua kata tak lagi memukau. Semua kata sudah harus berubah menjadi langkah nyata yang bisa dirasa. Ini betul-betul rantai, ini betul-betul kerangkeng. Melangkah dengan rantai, melangkah dengan kerangkeng begitu sukar untuk bergerak. Butuh bantuan. Butuh penyemangat. Butuh cerita pengangkat



Tapi masih tetap hari dan malam yang tak mudah. Masih butuh darah juang yang membuncah. Semoga belum niat untuk berserah pada kenyataan yang membuat mulut muntah. Semoga tak lagi asa berpatah.

PERJALANAN PEUYEUM

PERJALANAN PEUYEUM 1



Jaman-jaman ospek dulu, kalo ada anak baru atau mahasiswa baru yang letoy dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan seniornya maka anak tersebut dikatakan 'peuyeum'. Kalau ada calon mahasiswa yang sebentar-sebentar sakit, sebentar-sebentar pingsan, sebentar-sebentar mengeluh, maka jangan salahkan kalau kakak-kakak senior yang jahat terutama bagian tatib (tata tertib) akan menjulukinya dengan sebutan 'peuyeum'. Dan mereka dengan kejam akan mengumpulkan peuyeum-peuyeum itu di suatu kelompok khusus dan tentu saja akan mengerjai mereka habis-habisan. Biasanya tidak menyuruh hal-hal berat semacam push up atau lari keliling lapang. Tim peuyeum ini cukup disuruh menghibur kakak senior dengan melakukan hal-hal lucu dan biasanya cukup memalukan. Namun tim peuyeum nggak bisa protes. Tahu sendiri peraturan di ospek manapun. Pasal satunya, kakak senior gak pernah salah dan pasal duanya, kalo senior melakukan kesalahan lihat pasal satu.



Namun di akhir acara ospek senantiasa nggak ada dendam di antara mahasiswa baru dan senior-seniornya. Kecuali bagi beberapa yang emang pendendam dan nggak bisa menjadi orang pemaaf atau easy going. Yang terjadi malahan keakraban, di mana si senior selanjutnya justru jadi kakak yang baik (apalagi ke cewek, kalo seniornya cowok). Pokoknya berbeda banget dengan sikap-sikap selama ospek. Dan bagi tim peuyeum ada kenangan manis tambahan tersendiri. Bagaimana mereka terpermalukan dan harus menghibur kakak senior sedemikian rupa. Bila diingat-ingat lagi apalagi mengenangnya bareng-bareung peuyeum lainnya, akan ketawa-ketawa pada akhirnya.



Sebenarnya apa sih 'peuyeum' itu, kok heboh gitu ? Peuyeum di sini maksudnya sejenis makanan dari singkong yang diberikan proses fermentasi atau peragian. Kalo dalam bahasa indonesia sebutannya tape. Tape yang terkenal adalah tape buatan bandung atau peuyeum bandung. Malayhan ada pelesetan yang agak negatif tentang peuyeum bandung ini. Peuyeum dipelesetkan menjadi 'peuyeumpuan'.



Peuyeum ini sebenarnya ada dua jenis, ada peuyeum singkong dan satu lagi peuyeum ketan. Kalo peuyeum ketan dibikin dari ketan atau beras ketan. Warnanya ada yang ungu kehitaman (atau hitam keunguan) ada juga yang putih kehijauan (atau hijau keputihan). Konon peuyeum ketan ini mengandung alkohol sekian persen. Tapi kenapa gak ada fatwa haram tentang hal ini ya ? Mungkin karena gak cukup memabukkan atau gak kepantau aja sama mui kali.



Lalu kenapa calon mahasiswa yang lemah dikatakan 'peuyeum'? Nah, ini berhubungan dengan bentuk fisik si peuyeum itu sendiri. Peuyeum adalah sejenis makanan yang lumayan lembek. Jadi kalau jatuh atau kena benda keras si peuyeum langsung 'deple' ( bahasa apalagi nih?...ancur/penyon). Intinya mah lembek lah. Nah cama-cama itu mirip-mirip dengan dengan peuyeum yang baru kena senggol sedikit saja langsung ancur. Begitulah.




PERJALANAN PEUYEUM 2



Peuyeum ini termasuk salah satu makanan yang cukup digemari oleh orang-orang sudan eh sunda. Mungkin dikarenakan banyaknya bahan untuk membuat peuyeum ini yang tersedia di tanah parahyangan. Bahasan kita fokuskan kepada peuyeum singkong, selanjutnya disingkat 'peuyeum'. Bahan utamanya jelas singkong, yang sudah cukup umur dan gak bisa diganti dengan wortel ubi jalar ataupun kentang walaupun sama-sama dimabil dengan cara dicabut dari tanah. Tapi kalao situ mau nyoba bikin peuyeum dari bahan-bahan tadi, ya silakan saja. Cuma, kalo nanti keracunan, kita nggak mau tanggung jawab.



Kalo kebetulan kita berpergian dan melewati daerah padalarang atau cileunyi (atau nagrek) pastilah kita bertemu dengan benda panjang putih kekuningan digantung di depan warung-warung pinggir jalan. Nah itulah peuyeum tersebut. Nama spesiesnya adalah peuyeum mentega, karena warna kuningnya mirip-mirip mentega, begitu pula kelezatannya. Biasanya dijual oleh pedagangnya secara kiloan dan hatganya juga gak mahal-mahal amat. Beberapa saat lalu harganya berkisar 3000 - 4000 perak per kilo.



Colenak adalah salah satu kreativitas orang-orang dalam memperlakukan peuyeum sebagai variasi makanan. Colenak, dicocol enak, dibikin dengan cara pembakaran peuyeum kemudian dipotong-potong dan diberi bumbu manis enten. Enten ini dibuat dari parutan kelapa dan gula yang dicairkan. Rasa manis sedikit asem dari peuyeum bercampur dengan rasa manis murni dari gula enten menghasilkan paduan rasa yang cukup nikmat. Cobain aja, deh.



Kadang-kadang peuyeum juga dijadikan pelengkap dalam es serut di tukang-tukang es dorong. Dan tambahan peuyeum ini membuat es serut yang biasanya diberi pemanis berwarna merah menjadi lebih enak rasanya. Namun hati hati, pewarna buatan biasanya mengandung zak kimia yang berbahaya bagi tubuh kalau mengkonsumsinya kebanyakan.



Selain yang di jual di warung-warung tadi, peuyeum juga biasa dijual berkeliling oleh emang-emang dengan tanggungan atau pikulan. Yang dual begini biasanya lebih murah. Harga murah ini berbanding lurus dengan rasanya, di mana peuyeum jenis ini adalah peuyeum biasa dengan singkong yang berkualitas standar pula. Yang khas dari peuyeum pikulan ini, biasanya selain bersih (kalo yang digantung kan keangin-angin, kena polusi atau debu), dibungkus dengan daun pisang atau daun jati sehingga aroma daunnya masih menempel di peuyeum menambah selera untuk memakannya.



Untuk variasi, peuyeum juga bisa digoreng sebagaimana halnya pisang goreng baik dengan dilapisi tepung ataupun tidak. Kemudian ditaburi dengan gula kristal putih. Rasanya...jangan tanya deh, enak banget apalagi kalau peuyeumnya bagus. Dan peuyeum ini biasanya tahan beberapa hari, lebih baik bila disimpan di dalam kulkas agar tidak dikerubungi 'aro' (sejenis serangga kecil yang terbang dan biasanya bergerombol di atas makanan lembab).



Makanya, buruan cari peuyeum dan kreasikan menjadi makanan yang enak !





PERJALANAN PEUYEUM 3



Masih tentang peuyeum. Kayaknya berbicara tentang peuyeum ini lumayan asyik juga ya. Nah sekarang kita kupas sedikit tentang bagaimana peuyeum ini lahir ke dunia. Tentang penemu, nggak tahu juga siapa yang pertama kali membuat peuyeum ini. Yang jelas salut untuk dia yang pertama kali membuat peuyeum, entah di abad mana.



Peuyeum singkong dibuat dari singkong yang sudah cukup matang. Cara pembuatannyapun sederhana dan hemat atau murah. Pertama kali, setelah niat dalam hati, maka cabutlah beberapa singkong di kebun belakang atau kalau nggak menanamnya, beli di pasar. Boleh juga minta ke tetangga yang punya kebunnya kalao nggak malu. Pokoknya bagaimana caranya, yang penting singkong yang dimaksud tersedia segera. Asal jangan mencuri saja. Gawat kalau mencuri, bukannya peuyeum yang menyegarkan didapat tetapi malahan mencret-mencret dikarenakan ketidakbarokahan.



Yang kedua, kupas kulit singkong tersebut sampai habis semuanya. Kalau perlu potong-potong singkongnya jangan terlalu panjang. Kira-kira aja supaya muat di panci pengukus nanti. Lalu bersihkan singkong hasil potongan sampai bersih, tapi gak usah pakai sabun (ntar keracunan). Setelah bersih, masukkan potongan singkon ke dalam panci untuk dikukus. Atur biar ruagannya efisien, tutup pancinya, simpan di atas kompor menyala, lalu tunggu beberapa saat hingga singkongnya matang.



Sementara singkong belum matang, ketiga, kita menyiapkan ragi sebagai bahan fermentasi tape/peuyeum. Ragi ini bisa didapatkan di toko-toko jamu atau juga di pasar atau toko makanan lainnya. Harganya cukup murah sekitar 500 perak per tabletnya oh, ya ragi ini dijual dalam bentuk padat. Bila ragi sudah tersedia baru ragi tersebut digerus pake ulekan (coet) sampai hancur.



Singkong yang sudah matang didinginkan atau ditiriskan (dituuskeun). Olesi singkong tersebut dengan bubuk ragi atau guling-gulingkan di atas ulekan bubuk ragi. Gak usah banyak-banyak secukupnya saja. Lalu letakkan di panci lain atau suatu wadah dan susun serapi-rapinya. Kalau perlu biar ada aroma daun, alas dari wadah tersebut memakai daun pisang atau daun lainnya seperti jati. Setelah tersusun rapi, tutup wadah tersebut serapat rapatnya.



Seterusnya, simpan wadah berisi calon peuyeum di tempat yang aman dan jangan dibuka-buka. Pokoknya cuekin saja selama tiga hari. Nggak dosa kok, nggak seperti halnya kalo kita cuek-cuekan dengan teman atau saudara kita selama tiga hari yang akan menyebabkan dosa. Selama tiga hari itu kita bisa melakukan aktivitas lainnya dan jangan dulu mengingat peueyeum yang lagi dalam proses.



Nah, bila tiga hari sudah berlalu, baru deh kita tengok, kita sapa peuyeum yang kita buat itu. Saatnya saling bermaafan dan bersilaturahmi setelah tiga hari diem-dieman. Ambil sampel satu biji untuk dicicipi. Gimana... Enak nggak ? Pasti enak lah. Kalau masih agak keras, tutup lagi aja dan kita tunggu sehari lagi. Insya allah besok juga sudah jadi.



Begitulah cara membuat peuyeum. Nggak susah kan ! There is a will, there is a way. Selamat mencoba, jangan lupa bagi-bagi ke saya.



Nb : kalo ternyata ketika dicicipi rasanya kurang oke, ada kemungkinan kita terlalu banyak atau terlalu sedikit menaburi raginya. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi atau tanyakan kepada dokter peuyeum terdekat, jangan terlalu maksain ngikutin ulasan ini.

di citiis



tiis....

foto di cikuray...




eduuun tiris pisan uy....

foto smaan lagi

parade of potograph.... jaman sma



foto ayi kris... di cisewu....

foto masa kuliah again....



masih ada...don't worry

masih seputar foto jaman kuliah....


gambar mengatakan segalanya...


itu saya...itu saya...... hmm, geuning abdi teh geulis nya....(berbunga-bunga)

rombongan foto jaman kuliah





masa kuliah emang masa yang lumayan indah.... yup. sebelum kerja sebelum merit... kuliah adalah sebuah jenjang yang tak salah bila kita nikmati. meskipun mungkin gak seperti kuliah di kampus elit.... kita emang mesti banyak bersyukur pren !

Seluas cinta

Seluas cinta, maka hayatilah taburan bintang sebelum subuh, lazuardi di pagi hari yang pecah, hangat matahari yang menyapa, tasbih burung mengiring hari, teduhnya awan siang itu, irama gerimis sore, gradasi senja, horizon lautan lepas, murungnya gunung, malam yang membekukan, dan kesepian yang tiba-tiba menyergap.

Lalu sebelum lelap mengajak melarikan diri dan sembunyi, luaskan pula sisi-sisi hati dan beri maklum semua makhluk. Jangan lupa mengenang kemenangan terbesar hari ini.

Dan ketika mimpi benar-benar menjemput, temuilah dia yang sedang menunggu di sana, dia yang seharian tadi membuat ringan melangkah dan senyum senantiasa merekah. Barangkali di tangannya kau dapatkan cinta yang lebih luas lagi.

LIFE GOES ON

Saat engkau merasakan kebahagiaan, hidup terus berjalan, tak peduli seberapa besar kebahagiaan yang tengah kau rengkuh itu.



Saat engkau mendapatkan kemalangan, hidup terus berjalan, tak melihat sehebat apa penderitaanmu itu.



Saat engkau mengalami kekalahan, hidup terus berjalan, tak dihiraukannya engkau yang sedang menghamburkan tangis.



Saat engkau bertaburan ketenaran, hidup terus berjalan, dilupakannya dirimu yang sedang melupa.



Saat engkau dicekam ketakutan dan kecemasan, hidup terus berjalan, meskipun kepekatan menghalangi jalan yang harus ditempuh



Saat engkau dipenuhi berjuta khayal dan mimpi, hidup terus berjalan, digilasnya smua anganmu sehingga kau harus menjadikannya segera.



Saat engkau ditimpa musibah, hidup terus berjalan, menyadarkanmu untuk segera keluar dari keperihan yang menimpa.



Saat engkau merasakan kesendirian, hidup terus berjalan



Saat engkau tertawa, saat engkau berduka, saat engkau biasa-biasa saja, hidup terus berjalan, hidup terus berjalan.


Saat engkau mati, hidup terus berjalan, menuju tujuannya, menyempurnakan titik ujungnya.

Senin, 27 April 2009

TERLAMBAT DAN SAAT YANG TEPAT

Pren, bagaimanakah membangun kembali sebuah reruntuhan yang sudah terlanjur porak poranda ? Katamu, bangun lagi semenjak pondasi. Dan tidak pernah ada kata terlambat. Setiap kebaikan, setiap usaha positif, setiap memperjuangkan sebuah kebenaran tidak mengenal kata terlambat. Kita harus menganggap bahwa ketika kita hendak merealisasikan sesuatu itulah saat yang tepat. Jadi pikiran terlambat hanyalah sebuah godaan agar kita tidak jadi-jadi meletakkan pondasi pertama dari sebuah bagunan yang akan kita dirikan.



Kupikir kamu betul, pren. Karena ternyata setelah berjalannya waktu, apa yang kita anggap telat itu menjadi suatu langkah pertama dari ribuan langkah berikutnya. Memang sering bisikan-bisikan itu mengajakku untuk berhenti dan bahkan kembali ke garis mula. Sering juga rayuan itu berupa keputusasaan dan memberikan cara pandang bahwa jalan berikutnya benar-benar telah buntu. Seolah-olah banyak yantg berteriak-teriak di telingaku bahwa jalan di depanku adalah kabut belaka yang berakhir dengan jurang menganga. Atau mereka memprovokasiku bahwa apa yang menjadi tujuanku adalah ibarat fatamorgana belaka.



Terasa berat bagiku, pren. Padahal membangun asa itu saja sudah sangat sulit bagiku. Baru selangkah saja, hantaman saran yang melemahkan dan menghancurkan bertubi-tubi di depanku. Belum lagi rasa malas dan keraguan yang tak pernah henti mengikuti langkahku. Mereka terus saja menggangguku hingga aku mengurungkan semua niat yang pernah kudirikan di dalam angan dan keyakinan.



Mau berlari saja rasanya, tapi ke mana langkah harus mengarah. Katamu, hanya ada satu cara untuk mengusir mereka. Lawan. Apapun caranya. Bagaimanapun jalannya. Jangan dulu mengeluh, jangan dulu mengatakan susah, jangan dulu membiarkan rasa putus asa menjalar, jangan biarkan jiwa malas menguasai, jangan biarkan keraguan menjadi penentu.


Tapi mungkinkah ? Why not. There's a will, there's a way. Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri mengubahnya... Tuh dengar, kan. Intinya apa yang dirasa bisa dan mudah dijalankan, do it now ! Jika kesempatan lain datang, jangan dilepaskan. Coba jalani dua-duanya. Waktu masih banyak dan bakal bisa diatasi dengan segera. Dan satu lagi yang selalu kita lupakan. Selalu saja ini terlupa, bahwa ada kekuatan gaib yang maha menentukan. Doa. Tanpa itu, semua menjadi tanpa rasa tanpa jiwa. Apa yang sudah didapatkan bisa diibaratkan tanpa juga disertai cara bagaimana mempertahankannya. Apa yang sudah teraih akan cepat juga hilang musnah. Jadi doa ini bagian yang juga penting. Istilahnya satu paketlah dengan yang lain-lainnya. Dan doa ini sesuatu yang harus terus menerus, meskipun keberhasilan itu, katakanlah, sudah kita pegang.

PERNAH

Teman...

Pernah aku melihatmu dalam keadaan sangat terpuruk, kemalangan menimpamu berulang-ulang, kekecewaan mendera tak juga reda, dan kepedihan menindihmu tanpa peduli. Namun kulihat engkau masih sempat tersenyum, tak kulihat keputusasaan dari wajahmu, dan bahkan masih sempat menghulurkan tangan membantu mereka yang sama terhimpitnya sepertimu. Aku salut padamu karenanya.



Teman....

Pernah aku mendapatkanmu sedang ditimpa musibah dan derita, dengan bermacam kesulitan yang sungguh tak terbayangkan. Namun masih kulihat keceriaanmu menjalani semuanya. Masih kusaksikan bagaimana kau melupakan semua nestapa dengan kepasrahan yang tak terhingga.



Teman...

Pernah aku melihatmu dijauhi semua orang karena mereka menganggapmu lebih hina dari mereka. Tapi kau tidak terusik karena itu. Engkau terus meniti hari-harimu dengan kesungguhan dan ketulusan. Yang kurasakan adalah keikhlasanmu menerima semua pemberian-nya tanpa keluhan yang melemahkan hati.



Teman...

Darimu aku belajar banyak, pernah

school saga

Bagian Satu


Ulangan fisika bab dua ini akhirnya selesai juga ‘Di kerjakan. Meski nggak terlalu yakin jawabannya bakal bener semua, ‘Di serahkan juga dua lembar kertas jawaban itu. Lalu bergegas keluar ruangan kelas menyusul beberapa temannya yang telah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya. Di kelas masih ada beberapa orang yang dengan tekun mengerjakan soal-soal ulangan tersebut. Waktu ulangan memang masih seperempat jam lagi.

Habis fisika ini sebenarnya nggak jam istirahat, anak-anak disuruh menunggu di luar sampai jam pelajaran fisika ini usai. Biasa, agar tidak mengganggu teman lain yang belum selesai. ‘Di juga Cuma duduk-duduk bareng teman-teman yang lain sambil nonton anak-anak kelas satu yang lagi pada dapat pelajaran olah raga basket. Beberapa teman ‘Di meyempatkan diri mengunjungi kantin, mumpung lagi sepi kata mereka.

Jam pelajaran fisika untuk kelas ‘Di ditaruh di dua jam pertama, masih pagi benget, masih seger-segernya. Malahan kata Bu Ami yang mengajar fisika, kelas ‘Di termasuk beruntung karena pelajaran yang susah ditaruh pada jam pagi, jadi otak kita masih seger. Tapi lain lagi pendapat anak-anak, masih ngantuk-ngantuknya disuguhi fisika gimana pelajaran mau masuk. Belum lagi kalau terlambat datang ke sekolah, tambah sial lah.

Tapi anak-anak kelas ‘Di akhirnya pasrah aja dengan ketentuan jadwal tersebut, itu kan kebijakan sekolah, lagian sekolah sendiri kan sebenarnya bingung juga nerapin jadwal untuk 24 kelas di sekolah tersebut. Dan memang pada akhirnya setelah dijalani, ya lancar aja seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah ‘Di. Maksudnya yang terlambat masuk kelas juga lancar he he he.

Habis fisika ini dilanjutkan pelajaran bahasa inggris sampai jam istirahat. Dan menurut KM kelas ‘Di, Abdul , Guru yang biasa mengajar Inggris berhalangan hadir, Cuma nitipin tugas ke guru piket. Terang aja dua jam ke depan bablas.

“ ‘Di , ngantin yu !“ sebuah sumber suara ngagetin ‘Di yang lagi merenungin hasil jawaban fisika ( yang setelah ngupingin diskusi anak-anak pinter kelas ‘Di tenyata jawabannya pada jeblok semua).

‘Di pura-pura kaget, dan menoleh ke suara jelek milik Nunu temannya.

“ Nggak ah Nu, lu aja diri, gua mah nanti pas jam resminya” tolak ‘Di.

Nunu ngeloyor pergi.

Padahal ‘Di cuma pingin konsen aja, ke fisika ? Bukan jangan buru-buru nuduh. ‘Di lagi konsentrasi merhatiin cewek kelas satu yang punya wajah manis, yang lagi o-er, yang tadi barengan dia di angkot, dan belum sempat kenalan. ‘Di masih penasaran.

“San, yang lagi o-er ini kelas satu apa sih ?” tanyanya pada Ihsan yang sama-sama menikmati anak-anak kelas satu yang lagi menikmati pelajaran olah raga itu.

“ Satu dua, …. Lucu-lucu ya, ‘Di ?”

“ Cowoknya, San ?”

“ Cowoknya mah buat elo…”

“ Eh, San yang lagi megang bola basket, lo kenal ?” tunjuk ‘Di pada sesosok tubuh manis, tentu aja cewek yang lagi ‘Di penasaranin.

“ Tahu, namanya Yanto…” jawab Ihsan sekenanya.

“ Bukan yang cowoknya, dodol ! yang sebelahnya tuh, tuh yang lagi lay up shoot , tembak… ah, sayang gak masuk ! “

Ihsan nyengir, “ Nggak tahu , tuh . Tanyain diri, gih !”

“Malu ah, banyak orang…” sahut ‘Di sambil berdiri dan ngeloyor, Ihsan ngikutin. Bel jam ketiga udah berkumandang. Mereka harus segera masuk kelas lagi. Tapi lumayan mata jadi segar lagi dan pikiran adem lagi untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Soalnya jarang-jarang bisa cuci mata kayak begini. Biasanya pada jam segini mereka sedang berjuang-juangnya menghadapi ganasnya fisika (uih, bahasanya !). Atau nyuri-nyuri waktu untuk merem nerusin tidur semalam ( tapi biasanya nggak ada anak yang bertahan lama merem, karena langsung dibentak Bu Ami ).

Di kelas lagi, tugas Inggrisnya ternyata gampang banget. Bukan,. bukan karena soal-soal yang diberikan modelnya ‘this is a book, dat is a bok’ kayak gitu, di SMU nggak ada lagi guru yang nekat ngasih pelajaran Inggris kayak gitu. Tapi dikarenakan anak-anak kelas ‘Di pada kreatif nyari jawaban ke kelas yang sebelumnya ada pelajaran Inggris. Dan itulah kelas sebelah ‘Di.

Sejak bel tadi beberapa anak kelas sebelah asik ngimfo ke kelas ‘Di. Kebetulan sehabis istirahat nanti mereka pada ulangan fisika juga. Dan bukan kebetulan pula mereka telah mengerjakan tugas Inggris pada jam satu dan dua. Jadilah mereka saling tukeran jawaban. Sehingga belum setengah jam tugas Inggris ‘Di udah selesai. Teman-teman ‘Di juga hampir setengahnya udah selesai ngerjain. Biasa kalo nyontek pasti lancar banget.

Tapi nggak semuanya nyontek, ding. Nama-nama seperti Beni, Tedi, Kris atau Tina masih bisa ngerjain sendiri. Anak-anak lima besar emang lebih percaya pada kemampuannya sendiri. ‘Di juga bukannya nggak bisa ngerjain diri soal-soal tersebut, hanya dia lagi ada misi yang boleh dilewatkan. Jadi dia harus cepat-cepat nyelesainnya. Tuh, lihat dia lagi kompakan bareng Ihsan nongkrong dekat jendela, lihat anak-anak kelas satu yang pada o-er.

Ceritanya mereka lagi ngelanjutin ngeceng tadi yang sempat tertunda.

Teman-teman ‘Di yang lain pada ikutan nonton di jendela. Kelas ‘Di emang strategis banget. Tiga buah jendela kelas cukup buat memenuhi hasrat kelaki-lakian cowok-cowok tiga ipa tiga tersebut. Lapang o-er terlihat jelas dari kelas mereka. Mereka tidak berani keluar kelas untuk niat tersebut karena guru piket merhatiin kelas ‘Di dari tadi. Lagian kasian Abdul, sang KM yang sering ditegor guru piket, kalo anak buahnya pada berkeliaran.

Di jendela yang ditongkrongi ‘Di bertambah dua mahluk lagi, Nunu dan Saman.

“Yang rambutnya diikat dua seksi, ya!” komentar Nunu

“Ih, seksian yang pake topi “ sela Ihsan

‘Di nggak mau ketinggalan,” Seksian yang lagi berdiri deket tiang ring basket, itu tuh… toketnya gede, bokongnya gede !” Nakal, ya.

“Tapi ada yang lebih seksi lagi….” Kali ini Saman angkat bicara. “ Tuh yang lagi bawa buku tulis banyak…”

“ Yang mana, Man…..” anak-anak lainnya penasaran juga, setahu mereka di lapang tidak ada yang lagi bawa buku.

“Ini, nih… yang bentar lagi lewat di depan elo-elo !” suara Saman dipelanin sambil matanya memberi isyarat ke samping.

Bu Dewi, guru bahasa Indonesia !

Anak-anak buru-buru nutup tirai jendela, sebagian jongkok sambil cengar-cengir. Nunu udah sakit aja nahan ketawa. Ada-ada aja si Saman ini, guru dikomentarin.

Sebentar kemudian anak-anak tersebut udah nerusin aktivitasnya lagi. Ngomentarin ini itu. Yang baju o-ernya kegedean lah, yang dribble bolanya salah melulu, ataupun yang toketnya kekecilan (hus !).

Sebagian anak-anak kelas’Di udah pada keluar kelas, sebentar lagi bel istirahat bakal bunyi. Biasanya kalo mau istirahat gini, guru piket juga nggak ada yang negor, udah pada maklumin.

Dan anak-anak yang pada ngalong di jendela pun satu persatu mulai meninggalkan jendela kesayangan tersebut. Semua pada ngacir ke kantin, mumpung belum penuh kantinnya. Biasanya kalo udah bunyi belnya, tuh kantin sering tidak muat ngelayanin anak-anak se-sekolah yang pada berebutan pingin duluan makan. Dan akhirnya yang ketelatan datang suka nempatin daftar tunggu. Kayak ibadah haji di Indonesia aja, ya.

“ Tunggu, Nu….” ‘Di berlari ngikutin Nunu duluan menuju kantin. Tak habis pikir ‘Di, bukannya Nunu ini tadi udah ke kantin, pagi sebelum masuk kelas juga ‘Di ngelihatnya udah nongkrong di kantin. Kaya ‘kali Nunu, pikir ‘Di.

Mereka berdua tiba di kantin X. Oh, ya di sekolah ‘Di sini, kantin resminya ada tiga buah. Masing-masing dinamain kantin X, Y, dan Z (kayak pelajaran matematika, ya). ‘Di juga enggak tahu kenapa dinamain begitu. Katanya nama tersebut udah ada sejak beberapa generasi sebelum ‘Di masuk sekolah tersebut. Dan enggak pernah ada yang protes, minta ganti jadi kantin A, B, atau C misalnya.

Orang-orang sekolahan juga nggak terlalu peduli, yang penting makanannya enak, harganya murah, dan bersih. Kantin Z yang deket mushola biasanya tempat langganan para guru, kantin Y biasanya langganan para pelajar cewek sekolahan, sedangkan kantin X tempat nongkrongnya anak cowok. Di X inilah dada ‘Di berdebar lebih cepat dari biasanya. Lagi khusu-khusunya memesan mie ayam, di samping ‘Di telah berdiri mahluk manis berbau keringet dikit, langsung pesen es jeruk. Mahluk yang tadi bermain-main sebentar di khayalan’Di. Nggak sendirian sih, dia bareng dua teman lainnya. ‘Di gugup sebentar, setelah tak lama kemudian udah menguasai diri dan duduk di pojokan X menikmati mie ayam kegemarannya. Matanya menempel sesosok keringatan tadi.

Nunu mana ya, pikir ‘Di.

Nununya lagi ngeroko, bareng teman yang lainnya di bagian dalam kantin tempat rahasia cowok untuk berhembus.

Deg ! Dada ‘Di berdebar lebih cepat dari tadi. Tiga tubuh berjalan ke arah mejanya. Dan cuek aja mereka duduk pinggir , sambil menikmati es jeruknya, ‘Di seolah-olah nggak ada di sekitar mereka, terus sibuk ngobrol ngaler ngidul.

“Eh, aku punya rahasia, lho….” Salah seorang dari mereka berkata suatu ketika. bukan si manis khayalan ‘Di. ‘Di yang mau nggak mau terlanjur udah nguping dari tadi jadi tertarik.

“Apaan….. “sahut dua yang lain.

“ Kalian tahu kan Roni, yang jago basket itu ?”

“ Yang kelas tiga ipees satu ?” si manis keringetan nanya.

“ Iya. Menurut kamu cakep nggak Al ?”

(Oh, namanya Al, Al apaan, ‘Di seaakan mendapat titik terang)

“ Ya, lumayan, lah…”jawab si manis keringetan, Al tadi , “ Emang kenapa, kamu ngeceng dia, Rat ?” lanjutnya.

“ Iya, kamu naksir, ya Rat ? “ temannya yang dari tadi diam aja ikut nuduh.

“ Bukan, bukan aku…..” jawab Rat ( belum ketahuan Ratih, Ratna, apa Ratu atau apa..)

“ Lantas ?” Semakin tertarik ‘Di nguping, tapi pura-pura nggak merhatiin, pura-pura sibuk sama mi ayamnya yang hampir habis.

“ Roni naksir ama kamu, Al !”

Deg ! dada Al terguncang kecil, tapi udah biasa lagi.

Yang lebih keras justeru dadanya ‘Di. Nggak tahu kenapa.

“Ah, yang bener Rat ? Kamu tahu dari siapa ?” Al nanya tenang.

“Ada deh….Gimana kamu interesting ?”

“Otak kamu gimana, Fi” Al ngelempar ke Fi, si cewek satunya lagi.

“You’re so lucky…” tangkap Fi.

Al kelihatan mikir, tanpa sadar matanya memandang ‘Di yang sibuk dengan suapan terakhirnya.

“Ah, males ah….. Udah , yu !”Al meng-kirikan pembicaraan seputar itu.

Kemudian mereka bergegas membayar es jeruk dan keluar dari X.

‘Di juga demikian, setelah minum dua gelas air teh dan membayar berlari ke kelas tiga ipa tiga, kelas dia bernafas. Namanya Al apa, ya… atau apa Al ? benaknya iseng lagi.



*****



“ ‘Di pulang ke plaza dulu, yu !” ajak Nunu sesaat sebelum berdoa mau pulang di komandokan Abdul. ‘Di sedang sibuk memasukkan buku LKS agamanya.

“ Nggak, ah… mau langsung pulang. Lapar !” sahut ‘Di pendek.

“ Di kantin aja “ usul Nunu

“ Nggak ! lagi ngirit…”

“ Gue yang bayarin…” rayu Nunu.

“ Nggak, gue masih punya harga diri…”

“ Ya, Udah gua ngajak Ririn aja, katanya dia juga mau beli kertas gambar…”

Tiba-tiba ‘Di serasa diingetin.

“ Gue nitip kertas gambar dong, Nu !” dengan malu-malu ‘Di memohon, baru sadar dia bahwa kertas gambarnya tinggal selembar.

Tapi Nunu udah nunduk, Abdul udah mengisyaratkan berdoa.

Kepala ‘Di pun ikutan nunduk.



****



Sekolahan sudah sepi, pi !

Dengan sedikit rayuan (dan imbalan), ‘Di berhasil nitip ke Nunu buat dibeliin kertas gambar sepuluh lembar. ‘Di bukannya males ke plaza, nongkrong sampai jam tiga, dan ngecengin anak-anak sekolah lainnya emang hobinya semenjak kelas dua kemaren. Tapi berhubung kali ini dia lagi ada misi khusus, terpaksa hobinya ditunda.

Dengan mengendap-endap dia menyelinap ke satu dua, yang udah sepi, menuju meja guru. Di meja guru biasanya disimpan buku absenan, pikirnya. Sibuk membuka laci, yang emang nggak ada kuncinya. Nah, ini dia. Lalu dia sibuk meneliti nama-nama yang tertera di absenan. Gayanya udah mirip agen aja. Agen togel maksudnya mah. Tak lama kemudian hatinya bersorak sorai gembira. Yes !

Tak lama dia udah ada di depan sekolahan. Udah nunggu angkot yang biasa membawanya pulang. Perutnya udah tereak-tereak dari tadi, mana belum sholat dluhur lagi, ngebela-belain nunggu sekolahan sepi, hanya untuk mengetahui sebait nama, yang bikin gelisah dari tadi.

Tapi sekarang udah nggak lagi resah, malahan besok dia semangat ke sekolah.



***



Besoknya.

‘Di udah nongkrong di kelas, sibuk ngerjain peer matematika. Nyontek punyanya Kris. Nyontek asli dia, nggak kayak Dani, temannya yang nyontek tapi masih nanya-nanya ke yang dicontekin dan kadang-kadang nggak seide ama jawaban Kris si empunya buku. Dani sering protes dengan jawaban Kris, dan Kris dengan sabar memberi argumen tentang jawabannya dan biasanya betul. Padahal itu bisa-bisanya si Dani aja minta diterangin. ‘Di yang suka berhenti sejenak dari nyonteknya untuk merhatiin keterangan Kris, jadi sedikit ngerti juga (untuk sesaat, karena dia biasanya udah lupa lagi).

Lain lagi dengan Iwan, temannya yang lain yang sama-sama hobi nyontek. Dia berprinsip tulis dulu semuanya, ngertinya belakangan. Nulisnya giat banget, pas lagi guru nerangin dia sibuk menulis semua yang diucapkan guru, sampe yang tidak perlunyapun dia tuliskan di bukunya. Nulisnya cepet, wartawan aja kalah. Walhasih buku-buku tulisnya cepat habis.

Selesai !

‘Di udah selesai nyonteknya, masukin bukunya ke laci mejanya.

“Makasih, banyak-banyak Kris…..” ujarnya ke Kris dan ngalong di kelas bareng Ihsan.

“Peer apaan, sih ‘Di ?” Tanya Ihsan. Dia heran perasaan nggak ada homework.

“Matellalica…”jawab ‘Di seenaknya

“Matematika ? sekarang hari apa, ya….”Ihsan kaget, berjalan ke kalender meja guru. Lalu, “Ya, salah lagi bawa buku……”

‘Di udah nggak terkejut lagi, terlampau sering Ihsan kelupaan jadwal pelajaran. Padahal otaknya masuk sepuluh besar di kelas. Jadilah Ihsan bersibuk-sibuk nyalin jawaban matematika ‘Kris yang masih dikerubungi anak-anak.

‘Di menghampiri anak-anak cewek yang sedang sibuk ngerumpi pagi di banku depan. “ Aiyyo, pada ngomongin gue, ya…” cerocosnya tanpa ba bi bu.

“ Ye, enak aja nuduh… kita lagi ngomongin sinetron semalam juga !” April yang ngejawab, diwarnai sewot.” Geer, Lo !” sambung yang lain.

“Yah.., kapan dong gue pada ngomongin !” ‘Di memelas, ngeloyor ke luar kelas.

April and gank pada bengong.



****











Istirahat telah tiba lagi.

‘Di udah di X lagi, duduk di pojokan seperti kemarin. Kali ini dia lahap menikmati batagor bareng Nunu. Dia mesti nraktir Nunu seperti janjinya kemarin, gara-gara nitip beli kertas gambar. Mata ‘Di bertualang seantero X dan sekitar, berharap menangkap sosok Al, yang semalam suntuk berenang-renang di benaknya.

Kini ‘Di melayangkan pandangannya ke luar X, ke Y di seberangnya, atau ke Z di sebelahnya. Ups, itu kan Al, bareng siapa, ya….Roni ! Deg- nya dada ‘Di mengencang. Al bareng Roni keluar dari Y, ngobrol akrab. Dan berlalu begitu saja dari hadapan ‘Di yang terpaku di tempat duduknya.

“Lo, udah ‘Di ? Cabut ,Yu !” Nunu mengagetkannya.

“Oh, udah… nih uangnya, tolong bayarkan !” kata ‘Di sambil menyerahkan lima ribuan ke Nunu.

“Pake kembalian ?” pura-pura bloon tuh Nunu.

“Gue getok pake palu pala lo, kalo dua ribuan gue lo sikat !” ancam ‘Di.

Nunu berhaha hihi aja. Uang segitu-gitunya mau diembat, ‘Di membatin.

Mereka berduapun menuju kelas, sesaat lagi bel berbunyi.

“ Eh, tumben-tumbenan lo nggak berhembus, Nu…”

“Elo belum tahu, ya ?”

“Apaan ?” ingin tahu’Di

“ ‘Kan tadi ada inpeksi mendadak ke tempat rahasia, ada yang ngebocorin tentang anak-anak sering ngerokok di X” jelas Nunu serius.

Lalu dia bercerita bahwa tadi pagi waktu Abdul ngambil kapur tulis di ruang administrasi, dia ngedenger seorang siswa lagi ngobrol sama pak kepsek. Dan dalam pembicaraan tersebut tersirat pembicaraan larangan ngerokok di sekolahan, buntut-buntutnya nyabit-nyabit masalah tempat rahasia di X. Abdul langsung ke Mang Ade pengelola kantin X, nitip pesen agar anak-anak nggak berhembus dulu. Mang Ade emang udah kompakan dengan penghembus-penghembus sekolahan. Dan selama ini berjalan aman-aman aja. Saling mempercayai. Mang Ade juga ingin jualan rokoknya laku. Jualan rokonya ke anak-anak sembunyi-sembunyi.

Pantesan para penghembus sekolahan hari itu kelihatan lemes banget seharian. ‘Di sendiri bukanlah penghembus, kadang dia cuma ikut-ikutan aja. Ngerokok pahit, katanya. Lalu berhenti, dan memilih mengulum permen sehingga giginya sering sakit.

“Duluan aja Nu, gue mau ke pipis dulu….”’Di berbelok ke WC

“Ya, Udah…” Nunu meneruskan langkah menuju kelas.

“Eh, tunggu Nu…”’Di nggak meneruskan niatnya dan menggil Nunu.

“Kok, nggak jadi ?” Nunu heran.

“ Jadi nggak pingin !” jawab ‘Di kalem. Padahal hatinya sedang resah. Sekilas tadi di dekat WC dia lihat Al dan Roni lagi ngobrol. Duh…



***



Saatnya pulang sekolah.

“ ‘Di, lo ngisi diari kelas lagi ,ya !”

“ Bukannya sekarang giliran, Ema, Dul ?” ‘Di protes nolak tugas harian penduduk tiga ipa tiga itu.

“ Mahluk tersebut keburu pulang, ‘Di. Dia mungkin lupa” jawab Abdul sang KM teman baiknya yang sewaktu kelas satu dan dua dulu juga sekelas. Pengalaman tiga tahun jadi KM. Waktu SMP mereka juga pernah sekelas, di SMP negeri 1.

“ Gue pulang duluan,’Di….” Pamit Abdul Karim Jabbar.

“ Ya, deh. Hati-hati motor lo nabrak becak lagi !”

Teman-teman tiga ipa tiga-nya udah pada pulang. Tinggal beberapa anak sedang bersih-bersih kelas buat besok. Ririn dan Anna sedang shabu-shabu,eh, sapu-sapu sementara Iwan menghapus papan tulis.

“Nggak pulang ‘Di ? “ Iwan yang udah selesai ngehapus board menghampiri tas punggungnya, tangannya saling ditepukkan.

“Eh, debunya tuh…!” ‘Di menghindar debu pecahan kapur dari tangan Iwan yang melayang bebas di mukanya.

“ Hi..hi Sorry, ‘Di…., eh pulang yu ! “ ajak Iwan.

“ Sok, duluan… mau nulis dulu”.

Iwan, yang ceritanya pingin ngelanjutin sekolah di Akabri tersebutpun berlalulah. Tubuh Iwan memang sudah atletis, cocok jadi tentara. Di sekolah dia ikut kegiatan paskibra. Baris berbarisnya udah ngalahin hansip. Kalau upacara bendera hari Senin, dia sering kebagian jadi komandan upacara. Hal tersebut sudah berlangsung sejak kelas dua. Suatu ketika Iwan bosen jadi komandan upacara, diapun usul kepada pak kepsek.

“Pak, untuk senin depan saya pingin naik jabatan” katanya kepada pak kepsek yang habis memberi wejangan. Beliau sedang mengelap keringatnya dengan saputangan, matahari senin pagi terasa lebih panas dibanding sore ketika mendung (iya, dong)

“ Naik jabatan bagaimana maksud kamu, Wan !” sahut pa kepsek

“ Maksud saya, Senin depan saya ingin jadi pembina upacara, Pak” jawab Iwan polos.

Disogok sama apapun Pak Kepsek nggak akan pernah setuju, Wan.



*****



‘Di sedang sibuk menulis di buku harian kelas. Buku milik anak-anak tiga ipa tiga, yang berisi cerita-cerita seputar kelas itu, semenjak masuk hingga pulang sekolah. Atau kegiatan apapun di sekolah yang patut diceritakan. Anak-anak TIT bergiliran tiap hari mengisi diari itu, minimal selembar sehari. Macam-macam cerita terdapat di dalamnya, semua bebas curhat tentang segala hal di kelas. Hal-hal di luar kelas juga boleh dutuangkan di buku tersebut kalau nggak malu.

Peraturannya cuma satu yaitu nggak boleh menulis hal-hal yang bersifat nyinggung perasaan orang kelas. Kalau mengeritik mah boleh. Biasanya anak-anak menulisnya setelah jam pelajaran usai. Kadang kadang kalau ada ide saat pelajaran berlangsung juga boleh, istilahnya siaran pandangan mata. Banyak juga anak-anak yang bikin puisi di dalamnya. Kalau pingin tahu tingkat kepopuleran kita di kelas, lihat saja diari ini seberapa banyak nama kita disebut-sebut di dalamnya.

Buat yang hobi nulis, kegiatan ini membantu penyaluran hobinya tersebut, di samping melatih keterampilan anak-anak TIT dalam hal menulis meskipun sekenanya dan seadanya. Di sini bebas, mau gaya EYD, Suwandi, paka bahasa Inggris, Sunda, gaul, bahkan menggambarpun dipersilakan.

Keasyikan ‘Di menulis yang udah dua halaman tersebut, sedikit terusik ketika ada orang nyanyi-nyanyi di sanggar pramuka yang terletak persis di belakang kelas TIT. Anak-anak pramuka lagi latihan vokal. ‘Dipun bergegas membereskan bukunya, beranjak pulang. Dia mau ke plaza dulu, ada beberapa catatan yang harus di potocopy. Tak lama kemudian ‘Di udah tiba di plaza.

“Kang, dari halaman 20 sampe 35 rangkap dua, ya!” pintanya kepada si akang penjaga potocopian, yang meskipun ‘Di tahu si akang bukan orang Sunda melainkan asal Padang , ‘Di tetap memanggil panggilan sunda padanya. Alasannya biar si akang merasa betah dan lebih menjunjung tinggi tanah tempat dia dipijak. Biar nggak kejadian kayak di Sampit. Si akang juga kelihatan seneng-seneng dipanggil gitu, sedikit-sedikit dia udah mengerti Sunda dan kebudayaannya. ‘Di emang udah jadi langganan tetapnya serta sering mengajarinya basa Sunda.

“Sepi, Kang pada kemana…?” Tanya ‘Di sambil menyerahkan bayaran potocopian. Biasanya para pegawai lainnya suka ada di mesin FC masing-masing yang jumlahnya lima buah itu.

“ Lagi pada sholat, ‘Di….” Jawab si akang Padang.

Deg lagi, dua orang yang amat di kenal ‘Di belakangan ini masuk kios FC. Kali ini meski degnya nggak kencang, tapi hati ‘Di panas….

‘Di memalingkan wajahnya.

“Kang tolong potokopikan ini….”terdengar yang cewek bicara

‘Di udah keburu cabut. Segitunya,’Di !



****



Tolol banget gue, kutuk ‘Di pada dirinya sendiri.

Gimana kalo tuh buku ketinggalan di Angkot, keambil sama orang yang naik angkot, dan orang tersebut nggak mengerti betapa pentingnya buku tersebut. Anak-anak kelas bisa marah ke gue. Mana puisi-puisi gue ada di sana semuanya. Akhirnya ‘Di pasrah dan berharap buku tersebut ketinggalan di plaza kios FC.

Gara-gara seorang cewek yang belum jelas, semenjak dari plaza tadi ‘Di pikirannya nggak karu-karuan. Turun dari angkotpun, hampir-hampir dia gak bayar, kalau bapak yang duduk dekat supir gak ngingetin.

‘Di jadi males ke sekolah besok.



***

‘Di terlambat ke sekolah.

Pikirannya masih di buku diari kelas semalaman.

Untunglah hari ini ada ulangan kimia, sehingga ‘Di bangun juga. Hebat ya, segitu semangatnya ‘Di menghadapi ulangan kimia. Lagi-lagi bukan itu, tapi lebih disebabkan karena ‘di nggak kepingin ulangan susulan di kelas lain atau di ruangan guru. Soalnya susah kalo mau minta bantuan negara tetangga. Jadilah ‘Di bela-belain ke sekolah buat ulangan kimia bareng anak-anak sekelasnya. Ulangan kimianya jam kedua ketiga, jam pertamanya ‘Di bolos, telat geo setengah jam, mendingan nggak masuk.

Begitu masuk kelas Nunu langsung menyambutnya penuh sukacita.

“ Apa ? ulangannya nggak jadi” ‘Di kesel banget.

“ Kenapa ‘Di ? lo, udah siap banget ya….?” Nunu keheranan

Pikir ‘Di kalo tahu gini mending tadi nggak masuk aja sekalian, apalagi nanti dua jam terakhir katanya kosong juga.

‘Di berjalan menuju bangkunya, menyimpan tasnya dan sebentar kemudian sudah sibuk ngerjain soal kimia pengganti ulangan. Kali ini ngerjainnya bareng Tedi, jago kimia dan fans-fans yang lainnya.

“’Di, sini sebentar….”tiba-tiba Abdul memanggilnya.

Aduh celaka, pasti nanyain buku diari kelas.

“Buku diarinya mana,’Di ?” Tuh, kan.

“Eh, anu ketinggalan di rumah, Dul !” jawab ‘Di

“Ah, yang bener…”

Muka ‘Di udah memerah,” Iya..”

“Jangan bohong, ‘Di….” Sambung Abdul mukanya nahan senyum, sambil ngeluarin sesuatu dari laci mejanya. “ Ini, apa?” Tanya Dul

“ Lho, kok ada di elo ?” ‘Di heran campur seneng buku keramat orang kelas telah ditemukannya.

“Makanya hati-hati naruh kalo naruh barang….”ujar Abdul Karim Jabbar.

“Ketemu di mana, Dul ?” ‘Di masih penasaran juga.

“ Di plaza…”

“ Oh, kapan elo ke plaza…” ‘Di terus nanya.

“Bukan gue”

“ Lho, siapa…”

“ Anak kelas satu, cewek, cakep “



****

‘Di udah duduk di pojokan X kesayangannya, menghadapi es jeruknya yang tinggal setengahnya. Abdul sedang melahap mie ayamnya.

“Tuh, ‘Di, tuh orangnya …. “ Abdul tiba-tiba ribut sendiri.

Tampak Al dengan salah seorang temannya masuk ke X, memesan Es jeruk. Dan tersenyum ketika matanya melihat Abdul.

“Hai, kak…. Bukunya udah dikasihkan ?” Tanya Al ke Abdul.

“ Udah, nih orangnya ada” jawab Dul sambil nunjuk ‘Di.

“ Makasih, ya…” ‘Di mencoba bersikap wajar.

“Sama-sama, emang itu buku apaan sih kak, sampulnya lucu….”

“Itu buku jimat anak-anak tiga ipa tiga, kalo sampe ilang, wah nggak tahu deh, anak-anak kelas bakal ngasih hukuman apa” ujar ‘Di.

“Diari kelas anak-anak TIT” jelas Abdul

“Oh..”

“ Eh kamu hobi bolos juga,ya Al…” ‘Di udah nggak kaku lagi

“ Nggak, cuma ngerjain soal agama, udah selesai, Eh ,kok kakak tahu nama panggilan rumah saya” Al kaget setahunya hanya Fina dan Miratih yang tahu nama panggilan rumahnya. Teman-teman sekelasnya manggil dia, Ya.

“Ah, Alia… masak saya harus manggil Ali “ gurau ‘Di

Alia ketawa renyah, bikin Di’ mabuk.

“Al, juga tahu nama kakak ?” kata Alia tiba-tiba.

“Siapa ?” kaget juga ‘Di, padahal sedari tadi belum sekalipun mengenalkan diri. Agak gede rasa juga dia, ada yang mengenalnya semanis ini.

“ Yang Al tahu cuma ‘Di , bener nggak ?”

‘Di ngangguk, “ Dul yang ngasih tahu, ya ?” kata ‘Di sambil menoleh ke Abdul yang sedang menyelesaikan suapan terakhirnya.

“Nggak, bukan Gue…” sahut Abdul last feednya tertahan.

“Bukan Kak Abdul, tapi si akang di poto kopian….” Jawab Alia.

Sedikit banyak ‘Di telah mengerti.

‘ “Yu, Al. Kami duluan…. Udah dibayarin es jeruknya”’Di dan Dul menuju kelas tiga ipa tiga.

“Terima kasih, kak ‘Di”

Nggak sia-sia gue berangkat ke sekolah, makasih kimia, akhirnya gue bisa kenalan sama Alia yang ramah dan kayaknya orangnya asyik.



***

Bukan suatu kebetulan kalau ketika pulang sekolah, ‘Di ketemu lagi di angkot sama Al. tapi mereka itu saling say hai saja karena duduknya saling berjauhan. Dan nggak ada Roni di sana. ‘Di semakin pede aja.

Baru, ketika beberapa penumpang udah keluar masuk, ‘Di dan Al sudah duduk berdampingan. Ngobrol itu ini, asli Al renyah banget ! tapi ketika ‘Di ingin tahu lebih jauh lagi alamat Al nggak ngasih, nomor telponnya juga nggak. Dia cuma ngasih tahu tinggal di daerah anu. ‘Di juga nggak maksa, masih banyak waktu pikirnya.

Mereka harus berpisah ketika ‘Di mesti turun duluan di depan kompleks rumahnya. Dan angkot dengan Al di dalamnya telah berlalu.



***
































Bagian Satu


Ulangan fisika bab dua ini akhirnya selesai juga ‘Di kerjakan. Meski nggak terlalu yakin jawabannya bakal bener semua, ‘Di serahkan juga dua lembar kertas jawaban itu. Lalu bergegas keluar ruangan kelas menyusul beberapa temannya yang telah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya. Di kelas masih ada beberapa orang yang dengan tekun mengerjakan soal-soal ulangan tersebut. Waktu ulangan memang masih seperempat jam lagi.

Habis fisika ini sebenarnya nggak jam istirahat, anak-anak disuruh menunggu di luar sampai jam pelajaran fisika ini usai. Biasa, agar tidak mengganggu teman lain yang belum selesai. ‘Di juga Cuma duduk-duduk bareng teman-teman yang lain sambil nonton anak-anak kelas satu yang lagi pada dapat pelajaran olah raga basket. Beberapa teman ‘Di meyempatkan diri mengunjungi kantin, mumpung lagi sepi kata mereka.

Jam pelajaran fisika untuk kelas ‘Di ditaruh di dua jam pertama, masih pagi benget, masih seger-segernya. Malahan kata Bu Ami yang mengajar fisika, kelas ‘Di termasuk beruntung karena pelajaran yang susah ditaruh pada jam pagi, jadi otak kita masih seger. Tapi lain lagi pendapat anak-anak, masih ngantuk-ngantuknya disuguhi fisika gimana pelajaran mau masuk. Belum lagi kalau terlambat datang ke sekolah, tambah sial lah.

Tapi anak-anak kelas ‘Di akhirnya pasrah aja dengan ketentuan jadwal tersebut, itu kan kebijakan sekolah, lagian sekolah sendiri kan sebenarnya bingung juga nerapin jadwal untuk 24 kelas di sekolah tersebut. Dan memang pada akhirnya setelah dijalani, ya lancar aja seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah ‘Di. Maksudnya yang terlambat masuk kelas juga lancar he he he.

Habis fisika ini dilanjutkan pelajaran bahasa inggris sampai jam istirahat. Dan menurut KM kelas ‘Di, Abdul , Guru yang biasa mengajar Inggris berhalangan hadir, Cuma nitipin tugas ke guru piket. Terang aja dua jam ke depan bablas.

“ ‘Di , ngantin yu !“ sebuah sumber suara ngagetin ‘Di yang lagi merenungin hasil jawaban fisika ( yang setelah ngupingin diskusi anak-anak pinter kelas ‘Di tenyata jawabannya pada jeblok semua).

‘Di pura-pura kaget, dan menoleh ke suara jelek milik Nunu temannya.

“ Nggak ah Nu, lu aja diri, gua mah nanti pas jam resminya” tolak ‘Di.

Nunu ngeloyor pergi.

Padahal ‘Di cuma pingin konsen aja, ke fisika ? Bukan jangan buru-buru nuduh. ‘Di lagi konsentrasi merhatiin cewek kelas satu yang punya wajah manis, yang lagi o-er, yang tadi barengan dia di angkot, dan belum sempat kenalan. ‘Di masih penasaran.

“San, yang lagi o-er ini kelas satu apa sih ?” tanyanya pada Ihsan yang sama-sama menikmati anak-anak kelas satu yang lagi menikmati pelajaran olah raga itu.

“ Satu dua, …. Lucu-lucu ya, ‘Di ?”

“ Cowoknya, San ?”

“ Cowoknya mah buat elo…”

“ Eh, San yang lagi megang bola basket, lo kenal ?” tunjuk ‘Di pada sesosok tubuh manis, tentu aja cewek yang lagi ‘Di penasaranin.

“ Tahu, namanya Yanto…” jawab Ihsan sekenanya.

“ Bukan yang cowoknya, dodol ! yang sebelahnya tuh, tuh yang lagi lay up shoot , tembak… ah, sayang gak masuk ! “

Ihsan nyengir, “ Nggak tahu , tuh . Tanyain diri, gih !”

“Malu ah, banyak orang…” sahut ‘Di sambil berdiri dan ngeloyor, Ihsan ngikutin. Bel jam ketiga udah berkumandang. Mereka harus segera masuk kelas lagi. Tapi lumayan mata jadi segar lagi dan pikiran adem lagi untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Soalnya jarang-jarang bisa cuci mata kayak begini. Biasanya pada jam segini mereka sedang berjuang-juangnya menghadapi ganasnya fisika (uih, bahasanya !). Atau nyuri-nyuri waktu untuk merem nerusin tidur semalam ( tapi biasanya nggak ada anak yang bertahan lama merem, karena langsung dibentak Bu Ami ).

Di kelas lagi, tugas Inggrisnya ternyata gampang banget. Bukan,. bukan karena soal-soal yang diberikan modelnya ‘this is a book, dat is a bok’ kayak gitu, di SMU nggak ada lagi guru yang nekat ngasih pelajaran Inggris kayak gitu. Tapi dikarenakan anak-anak kelas ‘Di pada kreatif nyari jawaban ke kelas yang sebelumnya ada pelajaran Inggris. Dan itulah kelas sebelah ‘Di.

Sejak bel tadi beberapa anak kelas sebelah asik ngimfo ke kelas ‘Di. Kebetulan sehabis istirahat nanti mereka pada ulangan fisika juga. Dan bukan kebetulan pula mereka telah mengerjakan tugas Inggris pada jam satu dan dua. Jadilah mereka saling tukeran jawaban. Sehingga belum setengah jam tugas Inggris ‘Di udah selesai. Teman-teman ‘Di juga hampir setengahnya udah selesai ngerjain. Biasa kalo nyontek pasti lancar banget.

Tapi nggak semuanya nyontek, ding. Nama-nama seperti Beni, Tedi, Kris atau Tina masih bisa ngerjain sendiri. Anak-anak lima besar emang lebih percaya pada kemampuannya sendiri. ‘Di juga bukannya nggak bisa ngerjain diri soal-soal tersebut, hanya dia lagi ada misi yang boleh dilewatkan. Jadi dia harus cepat-cepat nyelesainnya. Tuh, lihat dia lagi kompakan bareng Ihsan nongkrong dekat jendela, lihat anak-anak kelas satu yang pada o-er.

Ceritanya mereka lagi ngelanjutin ngeceng tadi yang sempat tertunda.

Teman-teman ‘Di yang lain pada ikutan nonton di jendela. Kelas ‘Di emang strategis banget. Tiga buah jendela kelas cukup buat memenuhi hasrat kelaki-lakian cowok-cowok tiga ipa tiga tersebut. Lapang o-er terlihat jelas dari kelas mereka. Mereka tidak berani keluar kelas untuk niat tersebut karena guru piket merhatiin kelas ‘Di dari tadi. Lagian kasian Abdul, sang KM yang sering ditegor guru piket, kalo anak buahnya pada berkeliaran.

Di jendela yang ditongkrongi ‘Di bertambah dua mahluk lagi, Nunu dan Saman.

“Yang rambutnya diikat dua seksi, ya!” komentar Nunu

“Ih, seksian yang pake topi “ sela Ihsan

‘Di nggak mau ketinggalan,” Seksian yang lagi berdiri deket tiang ring basket, itu tuh… toketnya gede, bokongnya gede !” Nakal, ya.

“Tapi ada yang lebih seksi lagi….” Kali ini Saman angkat bicara. “ Tuh yang lagi bawa buku tulis banyak…”

“ Yang mana, Man…..” anak-anak lainnya penasaran juga, setahu mereka di lapang tidak ada yang lagi bawa buku.

“Ini, nih… yang bentar lagi lewat di depan elo-elo !” suara Saman dipelanin sambil matanya memberi isyarat ke samping.

Bu Dewi, guru bahasa Indonesia !

Anak-anak buru-buru nutup tirai jendela, sebagian jongkok sambil cengar-cengir. Nunu udah sakit aja nahan ketawa. Ada-ada aja si Saman ini, guru dikomentarin.

Sebentar kemudian anak-anak tersebut udah nerusin aktivitasnya lagi. Ngomentarin ini itu. Yang baju o-ernya kegedean lah, yang dribble bolanya salah melulu, ataupun yang toketnya kekecilan (hus !).

Sebagian anak-anak kelas’Di udah pada keluar kelas, sebentar lagi bel istirahat bakal bunyi. Biasanya kalo mau istirahat gini, guru piket juga nggak ada yang negor, udah pada maklumin.

Dan anak-anak yang pada ngalong di jendela pun satu persatu mulai meninggalkan jendela kesayangan tersebut. Semua pada ngacir ke kantin, mumpung belum penuh kantinnya. Biasanya kalo udah bunyi belnya, tuh kantin sering tidak muat ngelayanin anak-anak se-sekolah yang pada berebutan pingin duluan makan. Dan akhirnya yang ketelatan datang suka nempatin daftar tunggu. Kayak ibadah haji di Indonesia aja, ya.

“ Tunggu, Nu….” ‘Di berlari ngikutin Nunu duluan menuju kantin. Tak habis pikir ‘Di, bukannya Nunu ini tadi udah ke kantin, pagi sebelum masuk kelas juga ‘Di ngelihatnya udah nongkrong di kantin. Kaya ‘kali Nunu, pikir ‘Di.

Mereka berdua tiba di kantin X. Oh, ya di sekolah ‘Di sini, kantin resminya ada tiga buah. Masing-masing dinamain kantin X, Y, dan Z (kayak pelajaran matematika, ya). ‘Di juga enggak tahu kenapa dinamain begitu. Katanya nama tersebut udah ada sejak beberapa generasi sebelum ‘Di masuk sekolah tersebut. Dan enggak pernah ada yang protes, minta ganti jadi kantin A, B, atau C misalnya.

Orang-orang sekolahan juga nggak terlalu peduli, yang penting makanannya enak, harganya murah, dan bersih. Kantin Z yang deket mushola biasanya tempat langganan para guru, kantin Y biasanya langganan para pelajar cewek sekolahan, sedangkan kantin X tempat nongkrongnya anak cowok. Di X inilah dada ‘Di berdebar lebih cepat dari biasanya. Lagi khusu-khusunya memesan mie ayam, di samping ‘Di telah berdiri mahluk manis berbau keringet dikit, langsung pesen es jeruk. Mahluk yang tadi bermain-main sebentar di khayalan’Di. Nggak sendirian sih, dia bareng dua teman lainnya. ‘Di gugup sebentar, setelah tak lama kemudian udah menguasai diri dan duduk di pojokan X menikmati mie ayam kegemarannya. Matanya menempel sesosok keringatan tadi.

Nunu mana ya, pikir ‘Di.

Nununya lagi ngeroko, bareng teman yang lainnya di bagian dalam kantin tempat rahasia cowok untuk berhembus.

Deg ! Dada ‘Di berdebar lebih cepat dari tadi. Tiga tubuh berjalan ke arah mejanya. Dan cuek aja mereka duduk pinggir , sambil menikmati es jeruknya, ‘Di seolah-olah nggak ada di sekitar mereka, terus sibuk ngobrol ngaler ngidul.

“Eh, aku punya rahasia, lho….” Salah seorang dari mereka berkata suatu ketika. bukan si manis khayalan ‘Di. ‘Di yang mau nggak mau terlanjur udah nguping dari tadi jadi tertarik.

“Apaan….. “sahut dua yang lain.

“ Kalian tahu kan Roni, yang jago basket itu ?”

“ Yang kelas tiga ipees satu ?” si manis keringetan nanya.

“ Iya. Menurut kamu cakep nggak Al ?”

(Oh, namanya Al, Al apaan, ‘Di seaakan mendapat titik terang)

“ Ya, lumayan, lah…”jawab si manis keringetan, Al tadi , “ Emang kenapa, kamu ngeceng dia, Rat ?” lanjutnya.

“ Iya, kamu naksir, ya Rat ? “ temannya yang dari tadi diam aja ikut nuduh.

“ Bukan, bukan aku…..” jawab Rat ( belum ketahuan Ratih, Ratna, apa Ratu atau apa..)

“ Lantas ?” Semakin tertarik ‘Di nguping, tapi pura-pura nggak merhatiin, pura-pura sibuk sama mi ayamnya yang hampir habis.

“ Roni naksir ama kamu, Al !”

Deg ! dada Al terguncang kecil, tapi udah biasa lagi.

Yang lebih keras justeru dadanya ‘Di. Nggak tahu kenapa.

“Ah, yang bener Rat ? Kamu tahu dari siapa ?” Al nanya tenang.

“Ada deh….Gimana kamu interesting ?”

“Otak kamu gimana, Fi” Al ngelempar ke Fi, si cewek satunya lagi.

“You’re so lucky…” tangkap Fi.

Al kelihatan mikir, tanpa sadar matanya memandang ‘Di yang sibuk dengan suapan terakhirnya.

“Ah, males ah….. Udah , yu !”Al meng-kirikan pembicaraan seputar itu.

Kemudian mereka bergegas membayar es jeruk dan keluar dari X.

‘Di juga demikian, setelah minum dua gelas air teh dan membayar berlari ke kelas tiga ipa tiga, kelas dia bernafas. Namanya Al apa, ya… atau apa Al ? benaknya iseng lagi.



*****



“ ‘Di pulang ke plaza dulu, yu !” ajak Nunu sesaat sebelum berdoa mau pulang di komandokan Abdul. ‘Di sedang sibuk memasukkan buku LKS agamanya.

“ Nggak, ah… mau langsung pulang. Lapar !” sahut ‘Di pendek.

“ Di kantin aja “ usul Nunu

“ Nggak ! lagi ngirit…”

“ Gue yang bayarin…” rayu Nunu.

“ Nggak, gue masih punya harga diri…”

“ Ya, Udah gua ngajak Ririn aja, katanya dia juga mau beli kertas gambar…”

Tiba-tiba ‘Di serasa diingetin.

“ Gue nitip kertas gambar dong, Nu !” dengan malu-malu ‘Di memohon, baru sadar dia bahwa kertas gambarnya tinggal selembar.

Tapi Nunu udah nunduk, Abdul udah mengisyaratkan berdoa.

Kepala ‘Di pun ikutan nunduk.



****



Sekolahan sudah sepi, pi !

Dengan sedikit rayuan (dan imbalan), ‘Di berhasil nitip ke Nunu buat dibeliin kertas gambar sepuluh lembar. ‘Di bukannya males ke plaza, nongkrong sampai jam tiga, dan ngecengin anak-anak sekolah lainnya emang hobinya semenjak kelas dua kemaren. Tapi berhubung kali ini dia lagi ada misi khusus, terpaksa hobinya ditunda.

Dengan mengendap-endap dia menyelinap ke satu dua, yang udah sepi, menuju meja guru. Di meja guru biasanya disimpan buku absenan, pikirnya. Sibuk membuka laci, yang emang nggak ada kuncinya. Nah, ini dia. Lalu dia sibuk meneliti nama-nama yang tertera di absenan. Gayanya udah mirip agen aja. Agen togel maksudnya mah. Tak lama kemudian hatinya bersorak sorai gembira. Yes !

Tak lama dia udah ada di depan sekolahan. Udah nunggu angkot yang biasa membawanya pulang. Perutnya udah tereak-tereak dari tadi, mana belum sholat dluhur lagi, ngebela-belain nunggu sekolahan sepi, hanya untuk mengetahui sebait nama, yang bikin gelisah dari tadi.

Tapi sekarang udah nggak lagi resah, malahan besok dia semangat ke sekolah.



***



Besoknya.

‘Di udah nongkrong di kelas, sibuk ngerjain peer matematika. Nyontek punyanya Kris. Nyontek asli dia, nggak kayak Dani, temannya yang nyontek tapi masih nanya-nanya ke yang dicontekin dan kadang-kadang nggak seide ama jawaban Kris si empunya buku. Dani sering protes dengan jawaban Kris, dan Kris dengan sabar memberi argumen tentang jawabannya dan biasanya betul. Padahal itu bisa-bisanya si Dani aja minta diterangin. ‘Di yang suka berhenti sejenak dari nyonteknya untuk merhatiin keterangan Kris, jadi sedikit ngerti juga (untuk sesaat, karena dia biasanya udah lupa lagi).

Lain lagi dengan Iwan, temannya yang lain yang sama-sama hobi nyontek. Dia berprinsip tulis dulu semuanya, ngertinya belakangan. Nulisnya giat banget, pas lagi guru nerangin dia sibuk menulis semua yang diucapkan guru, sampe yang tidak perlunyapun dia tuliskan di bukunya. Nulisnya cepet, wartawan aja kalah. Walhasih buku-buku tulisnya cepat habis.

Selesai !

‘Di udah selesai nyonteknya, masukin bukunya ke laci mejanya.

“Makasih, banyak-banyak Kris…..” ujarnya ke Kris dan ngalong di kelas bareng Ihsan.

“Peer apaan, sih ‘Di ?” Tanya Ihsan. Dia heran perasaan nggak ada homework.

“Matellalica…”jawab ‘Di seenaknya

“Matematika ? sekarang hari apa, ya….”Ihsan kaget, berjalan ke kalender meja guru. Lalu, “Ya, salah lagi bawa buku……”

‘Di udah nggak terkejut lagi, terlampau sering Ihsan kelupaan jadwal pelajaran. Padahal otaknya masuk sepuluh besar di kelas. Jadilah Ihsan bersibuk-sibuk nyalin jawaban matematika ‘Kris yang masih dikerubungi anak-anak.

‘Di menghampiri anak-anak cewek yang sedang sibuk ngerumpi pagi di banku depan. “ Aiyyo, pada ngomongin gue, ya…” cerocosnya tanpa ba bi bu.

“ Ye, enak aja nuduh… kita lagi ngomongin sinetron semalam juga !” April yang ngejawab, diwarnai sewot.” Geer, Lo !” sambung yang lain.

“Yah.., kapan dong gue pada ngomongin !” ‘Di memelas, ngeloyor ke luar kelas.

April and gank pada bengong.



****











Istirahat telah tiba lagi.

‘Di udah di X lagi, duduk di pojokan seperti kemarin. Kali ini dia lahap menikmati batagor bareng Nunu. Dia mesti nraktir Nunu seperti janjinya kemarin, gara-gara nitip beli kertas gambar. Mata ‘Di bertualang seantero X dan sekitar, berharap menangkap sosok Al, yang semalam suntuk berenang-renang di benaknya.

Kini ‘Di melayangkan pandangannya ke luar X, ke Y di seberangnya, atau ke Z di sebelahnya. Ups, itu kan Al, bareng siapa, ya….Roni ! Deg- nya dada ‘Di mengencang. Al bareng Roni keluar dari Y, ngobrol akrab. Dan berlalu begitu saja dari hadapan ‘Di yang terpaku di tempat duduknya.

“Lo, udah ‘Di ? Cabut ,Yu !” Nunu mengagetkannya.

“Oh, udah… nih uangnya, tolong bayarkan !” kata ‘Di sambil menyerahkan lima ribuan ke Nunu.

“Pake kembalian ?” pura-pura bloon tuh Nunu.

“Gue getok pake palu pala lo, kalo dua ribuan gue lo sikat !” ancam ‘Di.

Nunu berhaha hihi aja. Uang segitu-gitunya mau diembat, ‘Di membatin.

Mereka berduapun menuju kelas, sesaat lagi bel berbunyi.

“ Eh, tumben-tumbenan lo nggak berhembus, Nu…”

“Elo belum tahu, ya ?”

“Apaan ?” ingin tahu’Di

“ ‘Kan tadi ada inpeksi mendadak ke tempat rahasia, ada yang ngebocorin tentang anak-anak sering ngerokok di X” jelas Nunu serius.

Lalu dia bercerita bahwa tadi pagi waktu Abdul ngambil kapur tulis di ruang administrasi, dia ngedenger seorang siswa lagi ngobrol sama pak kepsek. Dan dalam pembicaraan tersebut tersirat pembicaraan larangan ngerokok di sekolahan, buntut-buntutnya nyabit-nyabit masalah tempat rahasia di X. Abdul langsung ke Mang Ade pengelola kantin X, nitip pesen agar anak-anak nggak berhembus dulu. Mang Ade emang udah kompakan dengan penghembus-penghembus sekolahan. Dan selama ini berjalan aman-aman aja. Saling mempercayai. Mang Ade juga ingin jualan rokoknya laku. Jualan rokonya ke anak-anak sembunyi-sembunyi.

Pantesan para penghembus sekolahan hari itu kelihatan lemes banget seharian. ‘Di sendiri bukanlah penghembus, kadang dia cuma ikut-ikutan aja. Ngerokok pahit, katanya. Lalu berhenti, dan memilih mengulum permen sehingga giginya sering sakit.

“Duluan aja Nu, gue mau ke pipis dulu….”’Di berbelok ke WC

“Ya, Udah…” Nunu meneruskan langkah menuju kelas.

“Eh, tunggu Nu…”’Di nggak meneruskan niatnya dan menggil Nunu.

“Kok, nggak jadi ?” Nunu heran.

“ Jadi nggak pingin !” jawab ‘Di kalem. Padahal hatinya sedang resah. Sekilas tadi di dekat WC dia lihat Al dan Roni lagi ngobrol. Duh…



***



Saatnya pulang sekolah.

“ ‘Di, lo ngisi diari kelas lagi ,ya !”

“ Bukannya sekarang giliran, Ema, Dul ?” ‘Di protes nolak tugas harian penduduk tiga ipa tiga itu.

“ Mahluk tersebut keburu pulang, ‘Di. Dia mungkin lupa” jawab Abdul sang KM teman baiknya yang sewaktu kelas satu dan dua dulu juga sekelas. Pengalaman tiga tahun jadi KM. Waktu SMP mereka juga pernah sekelas, di SMP negeri 1.

“ Gue pulang duluan,’Di….” Pamit Abdul Karim Jabbar.

“ Ya, deh. Hati-hati motor lo nabrak becak lagi !”

Teman-teman tiga ipa tiga-nya udah pada pulang. Tinggal beberapa anak sedang bersih-bersih kelas buat besok. Ririn dan Anna sedang shabu-shabu,eh, sapu-sapu sementara Iwan menghapus papan tulis.

“Nggak pulang ‘Di ? “ Iwan yang udah selesai ngehapus board menghampiri tas punggungnya, tangannya saling ditepukkan.

“Eh, debunya tuh…!” ‘Di menghindar debu pecahan kapur dari tangan Iwan yang melayang bebas di mukanya.

“ Hi..hi Sorry, ‘Di…., eh pulang yu ! “ ajak Iwan.

“ Sok, duluan… mau nulis dulu”.

Iwan, yang ceritanya pingin ngelanjutin sekolah di Akabri tersebutpun berlalulah. Tubuh Iwan memang sudah atletis, cocok jadi tentara. Di sekolah dia ikut kegiatan paskibra. Baris berbarisnya udah ngalahin hansip. Kalau upacara bendera hari Senin, dia sering kebagian jadi komandan upacara. Hal tersebut sudah berlangsung sejak kelas dua. Suatu ketika Iwan bosen jadi komandan upacara, diapun usul kepada pak kepsek.

“Pak, untuk senin depan saya pingin naik jabatan” katanya kepada pak kepsek yang habis memberi wejangan. Beliau sedang mengelap keringatnya dengan saputangan, matahari senin pagi terasa lebih panas dibanding sore ketika mendung (iya, dong)

“ Naik jabatan bagaimana maksud kamu, Wan !” sahut pa kepsek

“ Maksud saya, Senin depan saya ingin jadi pembina upacara, Pak” jawab Iwan polos.

Disogok sama apapun Pak Kepsek nggak akan pernah setuju, Wan.



*****



‘Di sedang sibuk menulis di buku harian kelas. Buku milik anak-anak tiga ipa tiga, yang berisi cerita-cerita seputar kelas itu, semenjak masuk hingga pulang sekolah. Atau kegiatan apapun di sekolah yang patut diceritakan. Anak-anak TIT bergiliran tiap hari mengisi diari itu, minimal selembar sehari. Macam-macam cerita terdapat di dalamnya, semua bebas curhat tentang segala hal di kelas. Hal-hal di luar kelas juga boleh dutuangkan di buku tersebut kalau nggak malu.

Peraturannya cuma satu yaitu nggak boleh menulis hal-hal yang bersifat nyinggung perasaan orang kelas. Kalau mengeritik mah boleh. Biasanya anak-anak menulisnya setelah jam pelajaran usai. Kadang kadang kalau ada ide saat pelajaran berlangsung juga boleh, istilahnya siaran pandangan mata. Banyak juga anak-anak yang bikin puisi di dalamnya. Kalau pingin tahu tingkat kepopuleran kita di kelas, lihat saja diari ini seberapa banyak nama kita disebut-sebut di dalamnya.

Buat yang hobi nulis, kegiatan ini membantu penyaluran hobinya tersebut, di samping melatih keterampilan anak-anak TIT dalam hal menulis meskipun sekenanya dan seadanya. Di sini bebas, mau gaya EYD, Suwandi, paka bahasa Inggris, Sunda, gaul, bahkan menggambarpun dipersilakan.

Keasyikan ‘Di menulis yang udah dua halaman tersebut, sedikit terusik ketika ada orang nyanyi-nyanyi di sanggar pramuka yang terletak persis di belakang kelas TIT. Anak-anak pramuka lagi latihan vokal. ‘Dipun bergegas membereskan bukunya, beranjak pulang. Dia mau ke plaza dulu, ada beberapa catatan yang harus di potocopy. Tak lama kemudian ‘Di udah tiba di plaza.

“Kang, dari halaman 20 sampe 35 rangkap dua, ya!” pintanya kepada si akang penjaga potocopian, yang meskipun ‘Di tahu si akang bukan orang Sunda melainkan asal Padang , ‘Di tetap memanggil panggilan sunda padanya. Alasannya biar si akang merasa betah dan lebih menjunjung tinggi tanah tempat dia dipijak. Biar nggak kejadian kayak di Sampit. Si akang juga kelihatan seneng-seneng dipanggil gitu, sedikit-sedikit dia udah mengerti Sunda dan kebudayaannya. ‘Di emang udah jadi langganan tetapnya serta sering mengajarinya basa Sunda.

“Sepi, Kang pada kemana…?” Tanya ‘Di sambil menyerahkan bayaran potocopian. Biasanya para pegawai lainnya suka ada di mesin FC masing-masing yang jumlahnya lima buah itu.

“ Lagi pada sholat, ‘Di….” Jawab si akang Padang.

Deg lagi, dua orang yang amat di kenal ‘Di belakangan ini masuk kios FC. Kali ini meski degnya nggak kencang, tapi hati ‘Di panas….

‘Di memalingkan wajahnya.

“Kang tolong potokopikan ini….”terdengar yang cewek bicara

‘Di udah keburu cabut. Segitunya,’Di !



****



Tolol banget gue, kutuk ‘Di pada dirinya sendiri.

Gimana kalo tuh buku ketinggalan di Angkot, keambil sama orang yang naik angkot, dan orang tersebut nggak mengerti betapa pentingnya buku tersebut. Anak-anak kelas bisa marah ke gue. Mana puisi-puisi gue ada di sana semuanya. Akhirnya ‘Di pasrah dan berharap buku tersebut ketinggalan di plaza kios FC.

Gara-gara seorang cewek yang belum jelas, semenjak dari plaza tadi ‘Di pikirannya nggak karu-karuan. Turun dari angkotpun, hampir-hampir dia gak bayar, kalau bapak yang duduk dekat supir gak ngingetin.

‘Di jadi males ke sekolah besok.



***

‘Di terlambat ke sekolah.

Pikirannya masih di buku diari kelas semalaman.

Untunglah hari ini ada ulangan kimia, sehingga ‘Di bangun juga. Hebat ya, segitu semangatnya ‘Di menghadapi ulangan kimia. Lagi-lagi bukan itu, tapi lebih disebabkan karena ‘di nggak kepingin ulangan susulan di kelas lain atau di ruangan guru. Soalnya susah kalo mau minta bantuan negara tetangga. Jadilah ‘Di bela-belain ke sekolah buat ulangan kimia bareng anak-anak sekelasnya. Ulangan kimianya jam kedua ketiga, jam pertamanya ‘Di bolos, telat geo setengah jam, mendingan nggak masuk.

Begitu masuk kelas Nunu langsung menyambutnya penuh sukacita.

“ Apa ? ulangannya nggak jadi” ‘Di kesel banget.

“ Kenapa ‘Di ? lo, udah siap banget ya….?” Nunu keheranan

Pikir ‘Di kalo tahu gini mending tadi nggak masuk aja sekalian, apalagi nanti dua jam terakhir katanya kosong juga.

‘Di berjalan menuju bangkunya, menyimpan tasnya dan sebentar kemudian sudah sibuk ngerjain soal kimia pengganti ulangan. Kali ini ngerjainnya bareng Tedi, jago kimia dan fans-fans yang lainnya.

“’Di, sini sebentar….”tiba-tiba Abdul memanggilnya.

Aduh celaka, pasti nanyain buku diari kelas.

“Buku diarinya mana,’Di ?” Tuh, kan.

“Eh, anu ketinggalan di rumah, Dul !” jawab ‘Di

“Ah, yang bener…”

Muka ‘Di udah memerah,” Iya..”

“Jangan bohong, ‘Di….” Sambung Abdul mukanya nahan senyum, sambil ngeluarin sesuatu dari laci mejanya. “ Ini, apa?” Tanya Dul

“ Lho, kok ada di elo ?” ‘Di heran campur seneng buku keramat orang kelas telah ditemukannya.

“Makanya hati-hati naruh kalo naruh barang….”ujar Abdul Karim Jabbar.

“Ketemu di mana, Dul ?” ‘Di masih penasaran juga.

“ Di plaza…”

“ Oh, kapan elo ke plaza…” ‘Di terus nanya.

“Bukan gue”

“ Lho, siapa…”

“ Anak kelas satu, cewek, cakep “



****

‘Di udah duduk di pojokan X kesayangannya, menghadapi es jeruknya yang tinggal setengahnya. Abdul sedang melahap mie ayamnya.

“Tuh, ‘Di, tuh orangnya …. “ Abdul tiba-tiba ribut sendiri.

Tampak Al dengan salah seorang temannya masuk ke X, memesan Es jeruk. Dan tersenyum ketika matanya melihat Abdul.

“Hai, kak…. Bukunya udah dikasihkan ?” Tanya Al ke Abdul.

“ Udah, nih orangnya ada” jawab Dul sambil nunjuk ‘Di.

“ Makasih, ya…” ‘Di mencoba bersikap wajar.

“Sama-sama, emang itu buku apaan sih kak, sampulnya lucu….”

“Itu buku jimat anak-anak tiga ipa tiga, kalo sampe ilang, wah nggak tahu deh, anak-anak kelas bakal ngasih hukuman apa” ujar ‘Di.

“Diari kelas anak-anak TIT” jelas Abdul

“Oh..”

“ Eh kamu hobi bolos juga,ya Al…” ‘Di udah nggak kaku lagi

“ Nggak, cuma ngerjain soal agama, udah selesai, Eh ,kok kakak tahu nama panggilan rumah saya” Al kaget setahunya hanya Fina dan Miratih yang tahu nama panggilan rumahnya. Teman-teman sekelasnya manggil dia, Ya.

“Ah, Alia… masak saya harus manggil Ali “ gurau ‘Di

Alia ketawa renyah, bikin Di’ mabuk.

“Al, juga tahu nama kakak ?” kata Alia tiba-tiba.

“Siapa ?” kaget juga ‘Di, padahal sedari tadi belum sekalipun mengenalkan diri. Agak gede rasa juga dia, ada yang mengenalnya semanis ini.

“ Yang Al tahu cuma ‘Di , bener nggak ?”

‘Di ngangguk, “ Dul yang ngasih tahu, ya ?” kata ‘Di sambil menoleh ke Abdul yang sedang menyelesaikan suapan terakhirnya.

“Nggak, bukan Gue…” sahut Abdul last feednya tertahan.

“Bukan Kak Abdul, tapi si akang di poto kopian….” Jawab Alia.

Sedikit banyak ‘Di telah mengerti.

‘ “Yu, Al. Kami duluan…. Udah dibayarin es jeruknya”’Di dan Dul menuju kelas tiga ipa tiga.

“Terima kasih, kak ‘Di”

Nggak sia-sia gue berangkat ke sekolah, makasih kimia, akhirnya gue bisa kenalan sama Alia yang ramah dan kayaknya orangnya asyik.



***

Bukan suatu kebetulan kalau ketika pulang sekolah, ‘Di ketemu lagi di angkot sama Al. tapi mereka itu saling say hai saja karena duduknya saling berjauhan. Dan nggak ada Roni di sana. ‘Di semakin pede aja.

Baru, ketika beberapa penumpang udah keluar masuk, ‘Di dan Al sudah duduk berdampingan. Ngobrol itu ini, asli Al renyah banget ! tapi ketika ‘Di ingin tahu lebih jauh lagi alamat Al nggak ngasih, nomor telponnya juga nggak. Dia cuma ngasih tahu tinggal di daerah anu. ‘Di juga nggak maksa, masih banyak waktu pikirnya.

Mereka harus berpisah ketika ‘Di mesti turun duluan di depan kompleks rumahnya. Dan angkot dengan Al di dalamnya telah berlalu.



***




































Bagian Satu


Ulangan fisika bab dua ini akhirnya selesai juga ‘Di kerjakan. Meski nggak terlalu yakin jawabannya bakal bener semua, ‘Di serahkan juga dua lembar kertas jawaban itu. Lalu bergegas keluar ruangan kelas menyusul beberapa temannya yang telah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya. Di kelas masih ada beberapa orang yang dengan tekun mengerjakan soal-soal ulangan tersebut. Waktu ulangan memang masih seperempat jam lagi.

Habis fisika ini sebenarnya nggak jam istirahat, anak-anak disuruh menunggu di luar sampai jam pelajaran fisika ini usai. Biasa, agar tidak mengganggu teman lain yang belum selesai. ‘Di juga Cuma duduk-duduk bareng teman-teman yang lain sambil nonton anak-anak kelas satu yang lagi pada dapat pelajaran olah raga basket. Beberapa teman ‘Di meyempatkan diri mengunjungi kantin, mumpung lagi sepi kata mereka.

Jam pelajaran fisika untuk kelas ‘Di ditaruh di dua jam pertama, masih pagi benget, masih seger-segernya. Malahan kata Bu Ami yang mengajar fisika, kelas ‘Di termasuk beruntung karena pelajaran yang susah ditaruh pada jam pagi, jadi otak kita masih seger. Tapi lain lagi pendapat anak-anak, masih ngantuk-ngantuknya disuguhi fisika gimana pelajaran mau masuk. Belum lagi kalau terlambat datang ke sekolah, tambah sial lah.

Tapi anak-anak kelas ‘Di akhirnya pasrah aja dengan ketentuan jadwal tersebut, itu kan kebijakan sekolah, lagian sekolah sendiri kan sebenarnya bingung juga nerapin jadwal untuk 24 kelas di sekolah tersebut. Dan memang pada akhirnya setelah dijalani, ya lancar aja seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah ‘Di. Maksudnya yang terlambat masuk kelas juga lancar he he he.

Habis fisika ini dilanjutkan pelajaran bahasa inggris sampai jam istirahat. Dan menurut KM kelas ‘Di, Abdul , Guru yang biasa mengajar Inggris berhalangan hadir, Cuma nitipin tugas ke guru piket. Terang aja dua jam ke depan bablas.

“ ‘Di , ngantin yu !“ sebuah sumber suara ngagetin ‘Di yang lagi merenungin hasil jawaban fisika ( yang setelah ngupingin diskusi anak-anak pinter kelas ‘Di tenyata jawabannya pada jeblok semua).

‘Di pura-pura kaget, dan menoleh ke suara jelek milik Nunu temannya.

“ Nggak ah Nu, lu aja diri, gua mah nanti pas jam resminya” tolak ‘Di.

Nunu ngeloyor pergi.

Padahal ‘Di cuma pingin konsen aja, ke fisika ? Bukan jangan buru-buru nuduh. ‘Di lagi konsentrasi merhatiin cewek kelas satu yang punya wajah manis, yang lagi o-er, yang tadi barengan dia di angkot, dan belum sempat kenalan. ‘Di masih penasaran.

“San, yang lagi o-er ini kelas satu apa sih ?” tanyanya pada Ihsan yang sama-sama menikmati anak-anak kelas satu yang lagi menikmati pelajaran olah raga itu.

“ Satu dua, …. Lucu-lucu ya, ‘Di ?”

“ Cowoknya, San ?”

“ Cowoknya mah buat elo…”

“ Eh, San yang lagi megang bola basket, lo kenal ?” tunjuk ‘Di pada sesosok tubuh manis, tentu aja cewek yang lagi ‘Di penasaranin.

“ Tahu, namanya Yanto…” jawab Ihsan sekenanya.

“ Bukan yang cowoknya, dodol ! yang sebelahnya tuh, tuh yang lagi lay up shoot , tembak… ah, sayang gak masuk ! “

Ihsan nyengir, “ Nggak tahu , tuh . Tanyain diri, gih !”

“Malu ah, banyak orang…” sahut ‘Di sambil berdiri dan ngeloyor, Ihsan ngikutin. Bel jam ketiga udah berkumandang. Mereka harus segera masuk kelas lagi. Tapi lumayan mata jadi segar lagi dan pikiran adem lagi untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Soalnya jarang-jarang bisa cuci mata kayak begini. Biasanya pada jam segini mereka sedang berjuang-juangnya menghadapi ganasnya fisika (uih, bahasanya !). Atau nyuri-nyuri waktu untuk merem nerusin tidur semalam ( tapi biasanya nggak ada anak yang bertahan lama merem, karena langsung dibentak Bu Ami ).

Di kelas lagi, tugas Inggrisnya ternyata gampang banget. Bukan,. bukan karena soal-soal yang diberikan modelnya ‘this is a book, dat is a bok’ kayak gitu, di SMU nggak ada lagi guru yang nekat ngasih pelajaran Inggris kayak gitu. Tapi dikarenakan anak-anak kelas ‘Di pada kreatif nyari jawaban ke kelas yang sebelumnya ada pelajaran Inggris. Dan itulah kelas sebelah ‘Di.

Sejak bel tadi beberapa anak kelas sebelah asik ngimfo ke kelas ‘Di. Kebetulan sehabis istirahat nanti mereka pada ulangan fisika juga. Dan bukan kebetulan pula mereka telah mengerjakan tugas Inggris pada jam satu dan dua. Jadilah mereka saling tukeran jawaban. Sehingga belum setengah jam tugas Inggris ‘Di udah selesai. Teman-teman ‘Di juga hampir setengahnya udah selesai ngerjain. Biasa kalo nyontek pasti lancar banget.

Tapi nggak semuanya nyontek, ding. Nama-nama seperti Beni, Tedi, Kris atau Tina masih bisa ngerjain sendiri. Anak-anak lima besar emang lebih percaya pada kemampuannya sendiri. ‘Di juga bukannya nggak bisa ngerjain diri soal-soal tersebut, hanya dia lagi ada misi yang boleh dilewatkan. Jadi dia harus cepat-cepat nyelesainnya. Tuh, lihat dia lagi kompakan bareng Ihsan nongkrong dekat jendela, lihat anak-anak kelas satu yang pada o-er.

Ceritanya mereka lagi ngelanjutin ngeceng tadi yang sempat tertunda.

Teman-teman ‘Di yang lain pada ikutan nonton di jendela. Kelas ‘Di emang strategis banget. Tiga buah jendela kelas cukup buat memenuhi hasrat kelaki-lakian cowok-cowok tiga ipa tiga tersebut. Lapang o-er terlihat jelas dari kelas mereka. Mereka tidak berani keluar kelas untuk niat tersebut karena guru piket merhatiin kelas ‘Di dari tadi. Lagian kasian Abdul, sang KM yang sering ditegor guru piket, kalo anak buahnya pada berkeliaran.

Di jendela yang ditongkrongi ‘Di bertambah dua mahluk lagi, Nunu dan Saman.

“Yang rambutnya diikat dua seksi, ya!” komentar Nunu

“Ih, seksian yang pake topi “ sela Ihsan

‘Di nggak mau ketinggalan,” Seksian yang lagi berdiri deket tiang ring basket, itu tuh… toketnya gede, bokongnya gede !” Nakal, ya.

“Tapi ada yang lebih seksi lagi….” Kali ini Saman angkat bicara. “ Tuh yang lagi bawa buku tulis banyak…”

“ Yang mana, Man…..” anak-anak lainnya penasaran juga, setahu mereka di lapang tidak ada yang lagi bawa buku.

“Ini, nih… yang bentar lagi lewat di depan elo-elo !” suara Saman dipelanin sambil matanya memberi isyarat ke samping.

Bu Dewi, guru bahasa Indonesia !

Anak-anak buru-buru nutup tirai jendela, sebagian jongkok sambil cengar-cengir. Nunu udah sakit aja nahan ketawa. Ada-ada aja si Saman ini, guru dikomentarin.

Sebentar kemudian anak-anak tersebut udah nerusin aktivitasnya lagi. Ngomentarin ini itu. Yang baju o-ernya kegedean lah, yang dribble bolanya salah melulu, ataupun yang toketnya kekecilan (hus !).

Sebagian anak-anak kelas’Di udah pada keluar kelas, sebentar lagi bel istirahat bakal bunyi. Biasanya kalo mau istirahat gini, guru piket juga nggak ada yang negor, udah pada maklumin.

Dan anak-anak yang pada ngalong di jendela pun satu persatu mulai meninggalkan jendela kesayangan tersebut. Semua pada ngacir ke kantin, mumpung belum penuh kantinnya. Biasanya kalo udah bunyi belnya, tuh kantin sering tidak muat ngelayanin anak-anak se-sekolah yang pada berebutan pingin duluan makan. Dan akhirnya yang ketelatan datang suka nempatin daftar tunggu. Kayak ibadah haji di Indonesia aja, ya.

“ Tunggu, Nu….” ‘Di berlari ngikutin Nunu duluan menuju kantin. Tak habis pikir ‘Di, bukannya Nunu ini tadi udah ke kantin, pagi sebelum masuk kelas juga ‘Di ngelihatnya udah nongkrong di kantin. Kaya ‘kali Nunu, pikir ‘Di.

Mereka berdua tiba di kantin X. Oh, ya di sekolah ‘Di sini, kantin resminya ada tiga buah. Masing-masing dinamain kantin X, Y, dan Z (kayak pelajaran matematika, ya). ‘Di juga enggak tahu kenapa dinamain begitu. Katanya nama tersebut udah ada sejak beberapa generasi sebelum ‘Di masuk sekolah tersebut. Dan enggak pernah ada yang protes, minta ganti jadi kantin A, B, atau C misalnya.

Orang-orang sekolahan juga nggak terlalu peduli, yang penting makanannya enak, harganya murah, dan bersih. Kantin Z yang deket mushola biasanya tempat langganan para guru, kantin Y biasanya langganan para pelajar cewek sekolahan, sedangkan kantin X tempat nongkrongnya anak cowok. Di X inilah dada ‘Di berdebar lebih cepat dari biasanya. Lagi khusu-khusunya memesan mie ayam, di samping ‘Di telah berdiri mahluk manis berbau keringet dikit, langsung pesen es jeruk. Mahluk yang tadi bermain-main sebentar di khayalan’Di. Nggak sendirian sih, dia bareng dua teman lainnya. ‘Di gugup sebentar, setelah tak lama kemudian udah menguasai diri dan duduk di pojokan X menikmati mie ayam kegemarannya. Matanya menempel sesosok keringatan tadi.

Nunu mana ya, pikir ‘Di.

Nununya lagi ngeroko, bareng teman yang lainnya di bagian dalam kantin tempat rahasia cowok untuk berhembus.

Deg ! Dada ‘Di berdebar lebih cepat dari tadi. Tiga tubuh berjalan ke arah mejanya. Dan cuek aja mereka duduk pinggir , sambil menikmati es jeruknya, ‘Di seolah-olah nggak ada di sekitar mereka, terus sibuk ngobrol ngaler ngidul.

“Eh, aku punya rahasia, lho….” Salah seorang dari mereka berkata suatu ketika. bukan si manis khayalan ‘Di. ‘Di yang mau nggak mau terlanjur udah nguping dari tadi jadi tertarik.

“Apaan….. “sahut dua yang lain.

“ Kalian tahu kan Roni, yang jago basket itu ?”

“ Yang kelas tiga ipees satu ?” si manis keringetan nanya.

“ Iya. Menurut kamu cakep nggak Al ?”

(Oh, namanya Al, Al apaan, ‘Di seaakan mendapat titik terang)

“ Ya, lumayan, lah…”jawab si manis keringetan, Al tadi , “ Emang kenapa, kamu ngeceng dia, Rat ?” lanjutnya.

“ Iya, kamu naksir, ya Rat ? “ temannya yang dari tadi diam aja ikut nuduh.

“ Bukan, bukan aku…..” jawab Rat ( belum ketahuan Ratih, Ratna, apa Ratu atau apa..)

“ Lantas ?” Semakin tertarik ‘Di nguping, tapi pura-pura nggak merhatiin, pura-pura sibuk sama mi ayamnya yang hampir habis.

“ Roni naksir ama kamu, Al !”

Deg ! dada Al terguncang kecil, tapi udah biasa lagi.

Yang lebih keras justeru dadanya ‘Di. Nggak tahu kenapa.

“Ah, yang bener Rat ? Kamu tahu dari siapa ?” Al nanya tenang.

“Ada deh….Gimana kamu interesting ?”

“Otak kamu gimana, Fi” Al ngelempar ke Fi, si cewek satunya lagi.

“You’re so lucky…” tangkap Fi.

Al kelihatan mikir, tanpa sadar matanya memandang ‘Di yang sibuk dengan suapan terakhirnya.

“Ah, males ah….. Udah , yu !”Al meng-kirikan pembicaraan seputar itu.

Kemudian mereka bergegas membayar es jeruk dan keluar dari X.

‘Di juga demikian, setelah minum dua gelas air teh dan membayar berlari ke kelas tiga ipa tiga, kelas dia bernafas. Namanya Al apa, ya… atau apa Al ? benaknya iseng lagi.



*****



“ ‘Di pulang ke plaza dulu, yu !” ajak Nunu sesaat sebelum berdoa mau pulang di komandokan Abdul. ‘Di sedang sibuk memasukkan buku LKS agamanya.

“ Nggak, ah… mau langsung pulang. Lapar !” sahut ‘Di pendek.

“ Di kantin aja “ usul Nunu

“ Nggak ! lagi ngirit…”

“ Gue yang bayarin…” rayu Nunu.

“ Nggak, gue masih punya harga diri…”

“ Ya, Udah gua ngajak Ririn aja, katanya dia juga mau beli kertas gambar…”

Tiba-tiba ‘Di serasa diingetin.

“ Gue nitip kertas gambar dong, Nu !” dengan malu-malu ‘Di memohon, baru sadar dia bahwa kertas gambarnya tinggal selembar.

Tapi Nunu udah nunduk, Abdul udah mengisyaratkan berdoa.

Kepala ‘Di pun ikutan nunduk.



****



Sekolahan sudah sepi, pi !

Dengan sedikit rayuan (dan imbalan), ‘Di berhasil nitip ke Nunu buat dibeliin kertas gambar sepuluh lembar. ‘Di bukannya males ke plaza, nongkrong sampai jam tiga, dan ngecengin anak-anak sekolah lainnya emang hobinya semenjak kelas dua kemaren. Tapi berhubung kali ini dia lagi ada misi khusus, terpaksa hobinya ditunda.

Dengan mengendap-endap dia menyelinap ke satu dua, yang udah sepi, menuju meja guru. Di meja guru biasanya disimpan buku absenan, pikirnya. Sibuk membuka laci, yang emang nggak ada kuncinya. Nah, ini dia. Lalu dia sibuk meneliti nama-nama yang tertera di absenan. Gayanya udah mirip agen aja. Agen togel maksudnya mah. Tak lama kemudian hatinya bersorak sorai gembira. Yes !

Tak lama dia udah ada di depan sekolahan. Udah nunggu angkot yang biasa membawanya pulang. Perutnya udah tereak-tereak dari tadi, mana belum sholat dluhur lagi, ngebela-belain nunggu sekolahan sepi, hanya untuk mengetahui sebait nama, yang bikin gelisah dari tadi.

Tapi sekarang udah nggak lagi resah, malahan besok dia semangat ke sekolah.



***



Besoknya.

‘Di udah nongkrong di kelas, sibuk ngerjain peer matematika. Nyontek punyanya Kris. Nyontek asli dia, nggak kayak Dani, temannya yang nyontek tapi masih nanya-nanya ke yang dicontekin dan kadang-kadang nggak seide ama jawaban Kris si empunya buku. Dani sering protes dengan jawaban Kris, dan Kris dengan sabar memberi argumen tentang jawabannya dan biasanya betul. Padahal itu bisa-bisanya si Dani aja minta diterangin. ‘Di yang suka berhenti sejenak dari nyonteknya untuk merhatiin keterangan Kris, jadi sedikit ngerti juga (untuk sesaat, karena dia biasanya udah lupa lagi).

Lain lagi dengan Iwan, temannya yang lain yang sama-sama hobi nyontek. Dia berprinsip tulis dulu semuanya, ngertinya belakangan. Nulisnya giat banget, pas lagi guru nerangin dia sibuk menulis semua yang diucapkan guru, sampe yang tidak perlunyapun dia tuliskan di bukunya. Nulisnya cepet, wartawan aja kalah. Walhasih buku-buku tulisnya cepat habis.

Selesai !

‘Di udah selesai nyonteknya, masukin bukunya ke laci mejanya.

“Makasih, banyak-banyak Kris…..” ujarnya ke Kris dan ngalong di kelas bareng Ihsan.

“Peer apaan, sih ‘Di ?” Tanya Ihsan. Dia heran perasaan nggak ada homework.

“Matellalica…”jawab ‘Di seenaknya

“Matematika ? sekarang hari apa, ya….”Ihsan kaget, berjalan ke kalender meja guru. Lalu, “Ya, salah lagi bawa buku……”

‘Di udah nggak terkejut lagi, terlampau sering Ihsan kelupaan jadwal pelajaran. Padahal otaknya masuk sepuluh besar di kelas. Jadilah Ihsan bersibuk-sibuk nyalin jawaban matematika ‘Kris yang masih dikerubungi anak-anak.

‘Di menghampiri anak-anak cewek yang sedang sibuk ngerumpi pagi di banku depan. “ Aiyyo, pada ngomongin gue, ya…” cerocosnya tanpa ba bi bu.

“ Ye, enak aja nuduh… kita lagi ngomongin sinetron semalam juga !” April yang ngejawab, diwarnai sewot.” Geer, Lo !” sambung yang lain.

“Yah.., kapan dong gue pada ngomongin !” ‘Di memelas, ngeloyor ke luar kelas.

April and gank pada bengong.



****











Istirahat telah tiba lagi.

‘Di udah di X lagi, duduk di pojokan seperti kemarin. Kali ini dia lahap menikmati batagor bareng Nunu. Dia mesti nraktir Nunu seperti janjinya kemarin, gara-gara nitip beli kertas gambar. Mata ‘Di bertualang seantero X dan sekitar, berharap menangkap sosok Al, yang semalam suntuk berenang-renang di benaknya.

Kini ‘Di melayangkan pandangannya ke luar X, ke Y di seberangnya, atau ke Z di sebelahnya. Ups, itu kan Al, bareng siapa, ya….Roni ! Deg- nya dada ‘Di mengencang. Al bareng Roni keluar dari Y, ngobrol akrab. Dan berlalu begitu saja dari hadapan ‘Di yang terpaku di tempat duduknya.

“Lo, udah ‘Di ? Cabut ,Yu !” Nunu mengagetkannya.

“Oh, udah… nih uangnya, tolong bayarkan !” kata ‘Di sambil menyerahkan lima ribuan ke Nunu.

“Pake kembalian ?” pura-pura bloon tuh Nunu.

“Gue getok pake palu pala lo, kalo dua ribuan gue lo sikat !” ancam ‘Di.

Nunu berhaha hihi aja. Uang segitu-gitunya mau diembat, ‘Di membatin.

Mereka berduapun menuju kelas, sesaat lagi bel berbunyi.

“ Eh, tumben-tumbenan lo nggak berhembus, Nu…”

“Elo belum tahu, ya ?”

“Apaan ?” ingin tahu’Di

“ ‘Kan tadi ada inpeksi mendadak ke tempat rahasia, ada yang ngebocorin tentang anak-anak sering ngerokok di X” jelas Nunu serius.

Lalu dia bercerita bahwa tadi pagi waktu Abdul ngambil kapur tulis di ruang administrasi, dia ngedenger seorang siswa lagi ngobrol sama pak kepsek. Dan dalam pembicaraan tersebut tersirat pembicaraan larangan ngerokok di sekolahan, buntut-buntutnya nyabit-nyabit masalah tempat rahasia di X. Abdul langsung ke Mang Ade pengelola kantin X, nitip pesen agar anak-anak nggak berhembus dulu. Mang Ade emang udah kompakan dengan penghembus-penghembus sekolahan. Dan selama ini berjalan aman-aman aja. Saling mempercayai. Mang Ade juga ingin jualan rokoknya laku. Jualan rokonya ke anak-anak sembunyi-sembunyi.

Pantesan para penghembus sekolahan hari itu kelihatan lemes banget seharian. ‘Di sendiri bukanlah penghembus, kadang dia cuma ikut-ikutan aja. Ngerokok pahit, katanya. Lalu berhenti, dan memilih mengulum permen sehingga giginya sering sakit.

“Duluan aja Nu, gue mau ke pipis dulu….”’Di berbelok ke WC

“Ya, Udah…” Nunu meneruskan langkah menuju kelas.

“Eh, tunggu Nu…”’Di nggak meneruskan niatnya dan menggil Nunu.

“Kok, nggak jadi ?” Nunu heran.

“ Jadi nggak pingin !” jawab ‘Di kalem. Padahal hatinya sedang resah. Sekilas tadi di dekat WC dia lihat Al dan Roni lagi ngobrol. Duh…



***



Saatnya pulang sekolah.

“ ‘Di, lo ngisi diari kelas lagi ,ya !”

“ Bukannya sekarang giliran, Ema, Dul ?” ‘Di protes nolak tugas harian penduduk tiga ipa tiga itu.

“ Mahluk tersebut keburu pulang, ‘Di. Dia mungkin lupa” jawab Abdul sang KM teman baiknya yang sewaktu kelas satu dan dua dulu juga sekelas. Pengalaman tiga tahun jadi KM. Waktu SMP mereka juga pernah sekelas, di SMP negeri 1.

“ Gue pulang duluan,’Di….” Pamit Abdul Karim Jabbar.

“ Ya, deh. Hati-hati motor lo nabrak becak lagi !”

Teman-teman tiga ipa tiga-nya udah pada pulang. Tinggal beberapa anak sedang bersih-bersih kelas buat besok. Ririn dan Anna sedang shabu-shabu,eh, sapu-sapu sementara Iwan menghapus papan tulis.

“Nggak pulang ‘Di ? “ Iwan yang udah selesai ngehapus board menghampiri tas punggungnya, tangannya saling ditepukkan.

“Eh, debunya tuh…!” ‘Di menghindar debu pecahan kapur dari tangan Iwan yang melayang bebas di mukanya.

“ Hi..hi Sorry, ‘Di…., eh pulang yu ! “ ajak Iwan.

“ Sok, duluan… mau nulis dulu”.

Iwan, yang ceritanya pingin ngelanjutin sekolah di Akabri tersebutpun berlalulah. Tubuh Iwan memang sudah atletis, cocok jadi tentara. Di sekolah dia ikut kegiatan paskibra. Baris berbarisnya udah ngalahin hansip. Kalau upacara bendera hari Senin, dia sering kebagian jadi komandan upacara. Hal tersebut sudah berlangsung sejak kelas dua. Suatu ketika Iwan bosen jadi komandan upacara, diapun usul kepada pak kepsek.

“Pak, untuk senin depan saya pingin naik jabatan” katanya kepada pak kepsek yang habis memberi wejangan. Beliau sedang mengelap keringatnya dengan saputangan, matahari senin pagi terasa lebih panas dibanding sore ketika mendung (iya, dong)

“ Naik jabatan bagaimana maksud kamu, Wan !” sahut pa kepsek

“ Maksud saya, Senin depan saya ingin jadi pembina upacara, Pak” jawab Iwan polos.

Disogok sama apapun Pak Kepsek nggak akan pernah setuju, Wan.



*****



‘Di sedang sibuk menulis di buku harian kelas. Buku milik anak-anak tiga ipa tiga, yang berisi cerita-cerita seputar kelas itu, semenjak masuk hingga pulang sekolah. Atau kegiatan apapun di sekolah yang patut diceritakan. Anak-anak TIT bergiliran tiap hari mengisi diari itu, minimal selembar sehari. Macam-macam cerita terdapat di dalamnya, semua bebas curhat tentang segala hal di kelas. Hal-hal di luar kelas juga boleh dutuangkan di buku tersebut kalau nggak malu.

Peraturannya cuma satu yaitu nggak boleh menulis hal-hal yang bersifat nyinggung perasaan orang kelas. Kalau mengeritik mah boleh. Biasanya anak-anak menulisnya setelah jam pelajaran usai. Kadang kadang kalau ada ide saat pelajaran berlangsung juga boleh, istilahnya siaran pandangan mata. Banyak juga anak-anak yang bikin puisi di dalamnya. Kalau pingin tahu tingkat kepopuleran kita di kelas, lihat saja diari ini seberapa banyak nama kita disebut-sebut di dalamnya.

Buat yang hobi nulis, kegiatan ini membantu penyaluran hobinya tersebut, di samping melatih keterampilan anak-anak TIT dalam hal menulis meskipun sekenanya dan seadanya. Di sini bebas, mau gaya EYD, Suwandi, paka bahasa Inggris, Sunda, gaul, bahkan menggambarpun dipersilakan.

Keasyikan ‘Di menulis yang udah dua halaman tersebut, sedikit terusik ketika ada orang nyanyi-nyanyi di sanggar pramuka yang terletak persis di belakang kelas TIT. Anak-anak pramuka lagi latihan vokal. ‘Dipun bergegas membereskan bukunya, beranjak pulang. Dia mau ke plaza dulu, ada beberapa catatan yang harus di potocopy. Tak lama kemudian ‘Di udah tiba di plaza.

“Kang, dari halaman 20 sampe 35 rangkap dua, ya!” pintanya kepada si akang penjaga potocopian, yang meskipun ‘Di tahu si akang bukan orang Sunda melainkan asal Padang , ‘Di tetap memanggil panggilan sunda padanya. Alasannya biar si akang merasa betah dan lebih menjunjung tinggi tanah tempat dia dipijak. Biar nggak kejadian kayak di Sampit. Si akang juga kelihatan seneng-seneng dipanggil gitu, sedikit-sedikit dia udah mengerti Sunda dan kebudayaannya. ‘Di emang udah jadi langganan tetapnya serta sering mengajarinya basa Sunda.

“Sepi, Kang pada kemana…?” Tanya ‘Di sambil menyerahkan bayaran potocopian. Biasanya para pegawai lainnya suka ada di mesin FC masing-masing yang jumlahnya lima buah itu.

“ Lagi pada sholat, ‘Di….” Jawab si akang Padang.

Deg lagi, dua orang yang amat di kenal ‘Di belakangan ini masuk kios FC. Kali ini meski degnya nggak kencang, tapi hati ‘Di panas….

‘Di memalingkan wajahnya.

“Kang tolong potokopikan ini….”terdengar yang cewek bicara

‘Di udah keburu cabut. Segitunya,’Di !



****



Tolol banget gue, kutuk ‘Di pada dirinya sendiri.

Gimana kalo tuh buku ketinggalan di Angkot, keambil sama orang yang naik angkot, dan orang tersebut nggak mengerti betapa pentingnya buku tersebut. Anak-anak kelas bisa marah ke gue. Mana puisi-puisi gue ada di sana semuanya. Akhirnya ‘Di pasrah dan berharap buku tersebut ketinggalan di plaza kios FC.

Gara-gara seorang cewek yang belum jelas, semenjak dari plaza tadi ‘Di pikirannya nggak karu-karuan. Turun dari angkotpun, hampir-hampir dia gak bayar, kalau bapak yang duduk dekat supir gak ngingetin.

‘Di jadi males ke sekolah besok.



***

‘Di terlambat ke sekolah.

Pikirannya masih di buku diari kelas semalaman.

Untunglah hari ini ada ulangan kimia, sehingga ‘Di bangun juga. Hebat ya, segitu semangatnya ‘Di menghadapi ulangan kimia. Lagi-lagi bukan itu, tapi lebih disebabkan karena ‘di nggak kepingin ulangan susulan di kelas lain atau di ruangan guru. Soalnya susah kalo mau minta bantuan negara tetangga. Jadilah ‘Di bela-belain ke sekolah buat ulangan kimia bareng anak-anak sekelasnya. Ulangan kimianya jam kedua ketiga, jam pertamanya ‘Di bolos, telat geo setengah jam, mendingan nggak masuk.

Begitu masuk kelas Nunu langsung menyambutnya penuh sukacita.

“ Apa ? ulangannya nggak jadi” ‘Di kesel banget.

“ Kenapa ‘Di ? lo, udah siap banget ya….?” Nunu keheranan

Pikir ‘Di kalo tahu gini mending tadi nggak masuk aja sekalian, apalagi nanti dua jam terakhir katanya kosong juga.

‘Di berjalan menuju bangkunya, menyimpan tasnya dan sebentar kemudian sudah sibuk ngerjain soal kimia pengganti ulangan. Kali ini ngerjainnya bareng Tedi, jago kimia dan fans-fans yang lainnya.

“’Di, sini sebentar….”tiba-tiba Abdul memanggilnya.

Aduh celaka, pasti nanyain buku diari kelas.

“Buku diarinya mana,’Di ?” Tuh, kan.

“Eh, anu ketinggalan di rumah, Dul !” jawab ‘Di

“Ah, yang bener…”

Muka ‘Di udah memerah,” Iya..”

“Jangan bohong, ‘Di….” Sambung Abdul mukanya nahan senyum, sambil ngeluarin sesuatu dari laci mejanya. “ Ini, apa?” Tanya Dul

“ Lho, kok ada di elo ?” ‘Di heran campur seneng buku keramat orang kelas telah ditemukannya.

“Makanya hati-hati naruh kalo naruh barang….”ujar Abdul Karim Jabbar.

“Ketemu di mana, Dul ?” ‘Di masih penasaran juga.

“ Di plaza…”

“ Oh, kapan elo ke plaza…” ‘Di terus nanya.

“Bukan gue”

“ Lho, siapa…”

“ Anak kelas satu, cewek, cakep “



****

‘Di udah duduk di pojokan X kesayangannya, menghadapi es jeruknya yang tinggal setengahnya. Abdul sedang melahap mie ayamnya.

“Tuh, ‘Di, tuh orangnya …. “ Abdul tiba-tiba ribut sendiri.

Tampak Al dengan salah seorang temannya masuk ke X, memesan Es jeruk. Dan tersenyum ketika matanya melihat Abdul.

“Hai, kak…. Bukunya udah dikasihkan ?” Tanya Al ke Abdul.

“ Udah, nih orangnya ada” jawab Dul sambil nunjuk ‘Di.

“ Makasih, ya…” ‘Di mencoba bersikap wajar.

“Sama-sama, emang itu buku apaan sih kak, sampulnya lucu….”

“Itu buku jimat anak-anak tiga ipa tiga, kalo sampe ilang, wah nggak tahu deh, anak-anak kelas bakal ngasih hukuman apa” ujar ‘Di.

“Diari kelas anak-anak TIT” jelas Abdul

“Oh..”

“ Eh kamu hobi bolos juga,ya Al…” ‘Di udah nggak kaku lagi

“ Nggak, cuma ngerjain soal agama, udah selesai, Eh ,kok kakak tahu nama panggilan rumah saya” Al kaget setahunya hanya Fina dan Miratih yang tahu nama panggilan rumahnya. Teman-teman sekelasnya manggil dia, Ya.

“Ah, Alia… masak saya harus manggil Ali “ gurau ‘Di

Alia ketawa renyah, bikin Di’ mabuk.

“Al, juga tahu nama kakak ?” kata Alia tiba-tiba.

“Siapa ?” kaget juga ‘Di, padahal sedari tadi belum sekalipun mengenalkan diri. Agak gede rasa juga dia, ada yang mengenalnya semanis ini.

“ Yang Al tahu cuma ‘Di , bener nggak ?”

‘Di ngangguk, “ Dul yang ngasih tahu, ya ?” kata ‘Di sambil menoleh ke Abdul yang sedang menyelesaikan suapan terakhirnya.

“Nggak, bukan Gue…” sahut Abdul last feednya tertahan.

“Bukan Kak Abdul, tapi si akang di poto kopian….” Jawab Alia.

Sedikit banyak ‘Di telah mengerti.

‘ “Yu, Al. Kami duluan…. Udah dibayarin es jeruknya”’Di dan Dul menuju kelas tiga ipa tiga.

“Terima kasih, kak ‘Di”

Nggak sia-sia gue berangkat ke sekolah, makasih kimia, akhirnya gue bisa kenalan sama Alia yang ramah dan kayaknya orangnya asyik.



***

Bukan suatu kebetulan kalau ketika pulang sekolah, ‘Di ketemu lagi di angkot sama Al. tapi mereka itu saling say hai saja karena duduknya saling berjauhan. Dan nggak ada Roni di sana. ‘Di semakin pede aja.

Baru, ketika beberapa penumpang udah keluar masuk, ‘Di dan Al sudah duduk berdampingan. Ngobrol itu ini, asli Al renyah banget ! tapi ketika ‘Di ingin tahu lebih jauh lagi alamat Al nggak ngasih, nomor telponnya juga nggak. Dia cuma ngasih tahu tinggal di daerah anu. ‘Di juga nggak maksa, masih banyak waktu pikirnya.

Mereka harus berpisah ketika ‘Di mesti turun duluan di depan kompleks rumahnya. Dan angkot dengan Al di dalamnya telah berlalu.



***